Glosarium
Aedile
: pejabat Romawi, dipilih setiap tahun untuk menjabat selama 1 tahun, aedile
diberi tugas untuk mengurus bangunan, kuil, pasar, festival rakyat, dan pasokan
gandum
Aeschines:
orator dan politisi Athena sekitar 397 sekitar 322 SM, lawan Demosthenes dalam
persidangan termahsyur atas Citesisphon
Aeschines
Socraticus: pengikut setia Sokrates, yang mengajar seni berpidato dan menulis
pidato serta karya dialog Sokratik abad ke 4 SM
Agamemnon:
dalam mitologi putra dari Atreus, saudara dari Menelaus suami dari
Clytemnestra: raja Mycenae dan pemimpin ekspekdisi Yunani ke Troya
Alsium;
kota paling tua di Etruria
Antonius:
Marcus Antonius (143 – 87 SM) salah satu orator besar dari generasinya, mentor
Cicero, dan tokoh utama dalam karya dialog Cicero, De Orantore, kakek dari
salah satu Triumvirat, Mark Anthony
Antony
Mark: Marcus Antonius sekitar 82 – 30 SM, cucu dari M Antonius si orator,
pendukung setia Julius Caesar: di serang oleh Cicero dalam karyanya Philippics:
bergabung dengan Octavian dan Lepidus sebagai anggota Triumvirat kedua, setelah
menyatukan kekuatan pasukan dengan Cleopatra dan kalah dalam peperangan Actium
ia bunuh diri
Appelles:
pelukis Yunani terkenal yang berasal dari Colophon di Asia kecil. Ia seniman
terpilih untuk melukis Aleksander Agung lukisannya mengenai Aphrodite di Pulau
Kos dianggap sebagai mahakarya
Apologi:
pidato yang disampikan oleh Sokrates, sebagaimana diceritakan Plato, dalam
pembelaan atas dakwaan mengingkari para dewa yang ditimpakan kepadanya pada 399
SM
Appian
Way (jalan Appia): Via Apphia, jalan raya pertama di Roma, dibangun pada 312
SM, membentang dari Roma sampai Capua
Appius
Claudius Caecus: Senator dan pejabat
sensor (pejabat romawi yang bertanggung jawab menyelenggarakan sensus dan
mengawasi moral warga negara) yang bertanggung jawab membangun Jalan Appia dan
saluran air pertama untuk mengalirkan air ke Roma. Pada 280 SM ketika sudah
tua, dan buta, Ia berbicara dengan penuh semangat di Senat, menolak berdamai
dengan jenderal musuh Pyrrhus
Appropriateness
(kepantasan) : salah satu dari 4 keutamaan, tradisional atau mutu gaya
Aquilius:
Gaius Aquilius, pemeriksa utama dalam pengadilan Quinctius pada 81 SM
Aquillius:
Manius Aquilius, konsul pada 101 SM dituntut atas dakwaan penggelapan pada 97
tetapi berhasil dibela oleh Marcus Antonius
Archias:
penyair Yunani, guru, dan sahabat Cicero, yang membelanya dalam sebuah
persidangan mengenai kewarganegaraan pada 62 SM
Aristoteles:
filsuf Yunani (384 – 322 SM) murid Plato, tutor dari Aleksander Agung, dan
pendiri sekolah filsafat yang dikenal sebagai Peripatos, penulis On Rhetoric
dan banyak karya penting lain tentang filsafat dan ilmu alam
Arrangement
(penyusunan) : langkah kedua dari langkah persiapan orator, memuat penataan bahan
sebuah pidato
Artistic
Proof (pembuktian dengan keterampilan) : upaya pembuktian yang dibuat seorang
pembicara dengan keterampilannya sendiri, termasuk sumber persuasi berdasarkan
logos. Ethos, dan pathos
Asia:
pada zaman kuni, nama ini menunjuk secara khusus pada ap yang sekarang disebut
Asia kecil, wilayah geografis yang kurang lebih sama dengan Turki pada masa
modern. Pada 133 SM sebagian besar wilayah itu menjadi provinsi Asia di bawah
Republik Roma
Aspasia:
gundik dari jenderal Athan, Pericles, dikabarkan mengajar retorika
berpatisipasi dalam dialog dengan Sokrates dan para pemikir berpengaruh yang
lain
Bruttium:
wilayah selatan Italia penduduk aslinya orang Brutii
Brutus:
risalah retorika yang ditulis oleh Cicero pada 46 SM dipersembahkan kepada
Marcus Junius Brutus menjadi salah satu pembunuh Caesar ditulis sebagian besar
untuk menyajikan suatu sejarah seni pidato Romawi
Caecina:
Aulus Caecina, seorang yang diwakili oleh Cicero dalam kasus rumit yang
melibatkan tanah warisan
Caelius:
Marcus Caelius Rufus (88 atau 87 – 48 SM) anak didik Cicero yang akan menjadi
sahahat pena, dibela oleh Cicero dalam dakwaan kekerasan pada 56 SM
Caesar:
Gaius Julius Caesar (102 – 44 SM) jenderal termasyhur, anggota apa yang kerap
disebut Triumvirat Pertama, kelak akan menjadi diktator Roma, dibunuh pada 15
Maret 44 SM (The Ides Of March)
Calchas:
seorang peramal yang menyertai armada kapal Yunani menuju Troya
Carbo:
Gaius Papirius Carbo, konsul pada 120 SM dan salah satu orator terbaik dari
generasinya pada 119 ia dituntut oleh Crassus yang kala itu masih muda, lalu
bunuh diri sebab takut bahwa hukuman mati akan ditimpakan padanya
Castor:
dalam mitologi, salah satu dari apa yang kerap disebut Dioscuri, putra kembar
dari Zeus dan Leda, saudara dari Pollux
Cateline:
Lucius Sergius Catilina, seorang senator yang kehilangan nama baik yang
mendalangi percobaan kudeta melawan negara pada 63 SM ketika Cicero menjabat
konsul, Cicero menyampaikan 4 pidato terkenal untuk melawannya (In Catilinam)
dan menggagalkan kudeta, ia dibunuh bersama para pendukungnya pada 62
Cato:
Marcus Porcius Cato (Cato Muda. 95 – 46 SM) musuh bebuyutan Caesar serta kaum
Triumvirat dan pendukung setia pihak republikan selama Perang Sipil, terkenal
dengan sifat yang lurus dan keras hati. Setelah kekalahan pihak dan Perang
Thapsus, Cato bunuh diri alih – alih menerima pengampunan dari Caesar
Catulus:
Quintus Lutatius Catulus (149 – 87 SM) konsul pada tahun 102 penulis dan
penyair, salah satu mitra wicara dalam karya dialog Cicero, De Orantore
Charmadas:
filsuf dari Akademi (sekolah yang didirikan Plato) pada periode skeptik sekitar
165 setelah 102 SM, terkenal dengan keterampilan pidato dan daya ingatannya
yang luar biasa
Cinna:
Lucius Cornelius Cinna konsul pada 87 – 84 SM, sekutu Marius dan lawan Sulla
selama pergolakan sipil di Roma pada dekade 80 SM
Clarity
(kejelasan) : salah satu dari 4 keutamaan tradisional atau mutu gaya
Clodia:
saudari dar Publius Clodius Pulcher, menurut Cicero, dia dalang penggerak
dibalik tuntutan atas Caelius, seorang muda yang telah menolak cintanya, ia
kerap menjadi bahan gosip, dikabarkan bercinta dengan siapa saja dan bahkan
diisukan menjalin hubungan inses dengan saudaranya
Clodius
: Publius Clodius Pulcher (92 – 52 SM) musuh bebuyutan Cicero, pada 62 SM Clodius
tertangkap ketika menyamar sebagai perempuan dalam ritual suci untuk Bona Dea
(Dewi Yang Baik), dimana hanya perempuan yang boleh ikut, dalam pengadilan yang
menyusul kemudian, Cicero berhasil membuktikan dalih Clodius sebagai salah pada
58 SM Clodius memprovokasi supaya Cicero diasingkan dan pada 52, ia dan Milo
beserta rombongannya bertemu di Jalan Appia dan Clodius terbunuh, Milo dijatuhi
dakwaan dan Cicero membelanya tetapi kalah
Cloelius:
Sextus Cloelius, salah satu kaki tangan andalan Clodius, bertanggung jawab
memancing huru hara dan kerusuhan di Roma
Cluentius:
Aulus Cluentius Habitus, seorang yang dibela oleh Cicero pada 66 SM, atas
dakwaan meracuni
Colline:
berkenaan dengan distrik di sekitar Bukit Quirinale, Collinus dalam bahasa
Latin berarti berbukit, tetapi khusus dalam kaitan dengan Roma, biasanya
istilah ini berkenaan dengan Bukit Quirinale, satu dari tujuh bukit di Roma dan
distrik di sekitarnya
Commonplaces
(pola umum): argumen standar tentang itu spesifik atau tipe argumen standar,
atau pola argumen abstrak yang dapat diacu dan diandalkan oleh si orator untuk
membangun argumentasi logisnya atau daya tarik karakter dan emosi
Conclusion
(kesimpulan): yang terakhir dari bagian pidato, pada umumnya dipakai untuk
merekapitulasi dan menggugah emosi audiens
Consul
(Konsul): para Konsul adalah pejabat utama Roma, memiliki baik kekuasaan sipil
maupun militer, dua konsul dipilih setiap tahun untuk menjabat selama 1 tahun
Correctness
(ketepatan): salah satu dari 4 keutamaan, tradisional, atau mutu gaya
Crassus
Lucius Licinius: orator terbesar pada generasi 9140 – 91 SM) salah satu mentor
Cicero dan mitra wicara utama dalam karya dialognya, De Oratore
Crassus
Marcus Licinius: salah satu orang terkaya di Roma meninggal pada 53 SM,
menjabat konsul bersama Pompey pada 70 SM dan seorang anggota dari apa yang
disebut Triumvirat Pertama, dia dan pasukannya ditaklukkan oleh orang Parthia
dan dibunuh oleh mereka pada 53
Ctesiphon:
warga Athena yang pada 336 SM mengusulkan penganugerahan mahkota sebagai
penghormatan untuk Demosthenes atas jasanya kepada negara
Cirius:
Manius Curius, seorang yang terlibat dalam sebuah kasus terkenal mengenai
warisan, dibela oleh Lucius Crassus dan Quintus Mucius, Scaevola Pontifex,
melibatkan argumen tentang apa yang tertulis hukum versus rihnya
Deduksi:
peroses penalaran dimana suatu kesimpulan niscaya dihasilkan dari premis yang
dinyatakan penalaran silogistik
De
Inventione (On Invention): karya paling awal Cicero yang diterbitkan, ditulis
ketika masih remaja, tentang topik penemuan dalam retorika, sezaman dengan
Rhetorica ad Herennium yang pengarangnya tak diketahui, wakil tipikal buku
pegangan yang ditulis berdasarkan retorika Helenistik zaman sebelumnya
Delivery
(penyampaian) : yang kelima dari langkah persiapan orator menyangkut
penyampaian atau penyajian sebuah pidato dalam hal gerakan, gestur, ekspresi
wajah dan suara
Demosthenes:
yang paling terkenal diantara para orator Yunani (384 – 322 SM) yang oleh
Cicero dianggap panutan terbaik untuk urusan berpidato
DE
OFFICIIS (On Moral Duties): risalah karangan Cicero mengenai topik kewajiban
moral disampaikan kepada putranya dan ditulis menjelang akhir hidupnya sangat
berpengaruh terhadap zaman setelahnya
De
Oratore (On The Ideal Orator): risalah paling agung karya Cicero mengenai
retorika di tulis dalam 3 jilid pada 55 SM dipersembahkan kepada saudaranya
Quintus. Risala disusun unik dalam bentuk dialog yang dikisahkan terjadi pada
91 SM mitra wicara utama di dalamnya adalah Crassus dan Antonius, yang
dikisahkan berupaya menggambarkan orator ideal
Distinction
(Kegemilangan): salah satu dari 4 keutamaan tradisi onal atau mutu gaya yang
dianggap penting kadang diterjemahkan menjadi penghiasan (ornamentation) atau
penyemarakan (embellishment)
Ennius:
penyair Romawi termasyhur yang berasal dari Rudiae di Calabria (239 – 169 SM)
pengarang karya komedi, tragedi, dan satir juga sebuah syair kepahlawanan
Annales, yang berkisah tentang sejarah Roma sampai pada zamannya
Enthymeme:
sebuah silogisme di mana entah premis mayor atau premis minornya implisit
Epicheireme:
silogisme lima bagian dimana premis mayor dan premis minor diperkuat dengan
argumen lebih lanjut baru lantas ditarik sebuah kesimpulan
Ephorus
: sejarawan Yunani yang berasal dari Cyme di Asia Kecil sekitar 405 sekitar 330
SM dan seorang murid dari Isocrates
Equestrian
Order (pasukan berkuda): para ksatria atau pasukan Kavaleri Romawi, kelas
sosial nomor 2 di Roma, berisi orang kaya yang bukan Senator. Yang termasuk
golongan ini adalah mereka yang memiliki aset senilai 400.000 sesterces dan terlahir
sebagai orang bebas (Sestrerce dalam Inggris atau Sestertius dalam Latin
(Sestertii) sebuah koin atau unit moneter Romawi kuno, terlahir sebagai orang
bebas artinya terlahir bukan dari golongan budak). Pada zaman Cicero, mereka
tak sungguh bertugas sebagai pasukan kavaleri
Ethos:
bahasa Yunani untuk karakter bersama logos dan pathos, termasuk salah satu cara
pembuktian dengan keterampilan (artistic mode of proof) ala Aristoteles, yang
diadopsi oleh Cicero dalam karyanya De Orantore. Argumen berdasarkan karakter
si pembicara atau klien dan karakter lawannya digunakan untuk membujuk audiens.
Pemahaman Cicero tentang ethos agak berbeda dengan pemahaman Aristoteles
Etruria:
sebuah distrik di Italia bagian barat laut
Figures
Of Speech And Thought (kata kiasan dan makna figuratif): konfigurasi bahasa
yang berbeda dari penggunaan normal dan harfiah: kata kiasan (figure of speech)
biasanya menunjuk pada ekspresi verbal, sedangkan makna figuratif (figures of
thought) menunjuk pada gagasan
Fimbria:
Gaius Fimbria, pada tahun 104 SM, dan seorang orator energik
Flamen:
seorang imam untuk keperluan pemujaan kepada salah satu dewa – dwi Romawi kuno
Flavius:
Gaius Flavius, ketua majelis hakim dalam pengadilan atas Gnaesus Plancius
Formale:
kota di pantai Barat Italia di mana Cicero di bunuh
Forum:
tempat umum yang menjadi pusat kehidupan politik, perayaan, hukum, dan
perdagangan, masyarakat Roma, tempat di mana terdapat gedung Senat. Romawi,
juga tempat digelarnya sebagian besar pengadilan kriminal dan sipil, rapat
umum, dan banyak pertemuan lain
Fregellans
(orang Fregellae): penduduk Fregellae, sebuah kota kecil yang bersekutu dengan
Roma, terletak kira – kira 60 mil di sebelah tenggara ibu kota. Pernah
mengupayakan suatu pemberontakan pada 125 SM yang kemudian dihancurkan oleh
orang Roma
Fufius:
Lucius, Fufius, penuntut dalam kasus Manius Aquilius, yang dibela oleh Antonius
pada 97 SM
Gracchus:
Gaius Sempronius Gracchus, seorang pejabat tribunal rakyat pada 123 dan 122 SM
seorang orator berbakat yang seperti saudaranya Tiberius, mengusulkan legislasi
yang bertujuan mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kekuasaan rakyat. Ia
dibenci oleh dewan senator, dan terbunuh dalam kerusuhan pada 121 SM
Grattius:
penuntut dalam kasus melawan klien Cicero, Archias. Tak tersedia informasi
lebih lanjut tentangnya
Heraclea:
sebuah kita di Italia Selatan, terletak di pinggir sungai Siris
Hortensius: Quintus Hortensius Hortalus (114 – 50 SM),
orang sezaman Cicero tetapi lebih tua darinya, memiliki pengaruh besar di
pengadilan sebelum tampilnya Cicero, ditaklukan oleh Cicero dalam kasus
terkenal Verres (70 SM) setelahnya kedua orator berkolaborasi dalam beberapa
kasus penting
In
Catilinam: Against Catiline, menunjuk pada salah satu dari 4 pidato yang
disampaikan oleh Cicero untuk melawan Catiline dan percobaan kudetanya,
November – Desember 63 SM
Induksi:
penalaran dari yang khusus ke yang umu, menarik sebuah kesimpulan dari contoh
khusus dan memperluasnya sampai mencakup kasus lain yang serupa
Invention
(penemuan): yang pertama dari langkah persiapan orator melibatkan penggalian
memikirkan dengan cermat bahan untuk sebuah pidato
Iphigena:
dalam mitologi putri dari Agamemnon dan Clytemnestra dikurbankan demi
memperoleh cuaca yang mendukung untuk pelayaran ke Troya
Isocarates:
orator Athena, ahli retorika, dan guru termahsyur dalam retorika dan seni
pidato, terutama dalam bidang gaya dan ritme narasi (436 – 338 SM)
Junius:
Marcus Junius seorang advokat yang sebelumnya mewakili klien Cicero, Publius
Quinctius: pertunjukkan sebagai duta provinsi membuatnya tak bisa hadir di
persidangan pada hari ketika Cicero menyampaikan pidato pembelaan
Lanuvium:
sebuah kota kecil di Jalan Appia, di sebelah tenggara Roma
Lepidus
: Marcus Aemilius Lepidus, konsul pada tahun 46 dan 42 SM, bersama Anthony dan
Octavian menjadi salah satu anggota Triumvirat kedua, meninggal pada 13 atau 12
SM
Logos:
argumentasi rasional bersama ethos dan pathos, termasuk salah satu cara
pembuktian dengan keterampilan (artistic modes of proof) ala Aristoteles, yang
diadopsi oleh Cicero dalam karyanya De Oratore
Lucullus
Lucius Licinius: konsul pada 74 SM yang melancarkan beberapa operasi militer
sukses melawan Mithridates, Raja Pontus
Lucullus
Marcus Licinius: saudara dari Lucius, konsul pada 73 SM. Ia hadir dari
bertindak sebagai seorang saksi pada pihak Archias dalam pendaftarannya sebagai
warga negara di Heraclea
Manilian
Law: hukum yang diusulkan oleh seorang pejabat tribunal, Gaius Manilius, pada
66 SM yang memberikan komando tertinggi kepada Pompey dalam perang melawan
Mithridates, hukum itu didukung oleh Cicero dalam pidatonya. De Lege Manilia
Manilius:
Gaius Manilius, seorang pejabat tribunal pada 66 SM, pengusul hukum yang
memberikan komando tertinggi kepada Pompey dalam perang melawan Mithridates
Marius:
Gaius Marius (sekitar 157 – 86 SM), jenderal terkenal berasal dari tempat lahir
Cicero Arpinum, Marius mereformasi tentara Romawi menjadi konsul sebnayak 7
kali, dan terlibat dalam perang sipil berdarah melawan Sulla pada sekitar 80 an
Memory
(ingatan) : langkah persiapan orator yang keempat memuat upaya menghafal sebuah
pidato
Menelaus:
dalam mitologi, raja Sparta, putra dari Atreus saudara dari Agamemnon, suami
dari Helen, yang diculik oleh Paris ke Tokyo
Metrodorus
dari skepsis: ahli retorika (140 – 71 SM) dari Skepsis di Asia kecil, yang
termahsyur dengan daya ingatannya yang menakjubkan
Milo:
Titus Annius Milo, seorang pejabat tribunal pada 57 SM yang memperjuangkan
supaya Cicero kembali dari pengasingan. Di dakwa atas pembunuhan Clodius pada
52, ia dibela oleh Cicero, tetapi dinyatakan bersalah dan dikirim ke
pengasingan
Mithridates:
Raja Pontus (Kawasan Laut Hitam) yang selama berpuluh tahun mengusik
kepentingan Roma di Asia kecil akhirnya berhasil di taklukkan oleh Pompey Agung
Naevius,
Gnaeus: penyair Romawi populer sekitar 235 – 205 SM yang menulis karya komedi,
tragedi, dan sebuah syair kepahlawanan tentang Perang Punicus Pertama
Naevius
Sextus: diseret ke pengadilan melawan Publius Quinctius, yang dibela oleh
Cicero pada 81 SM
Narration
(Narasi): kedua dari bagian pidato tradisional, pernyataan fakta menurut si
pembicara, ia harus singkat, jelas, dan persuasif
Nonartistic
Proof (pembuktian tanpa keterampilan): pembuktian yang tidak ditemukan
berdasarkan keterampilan si pembicara, misal perjanjian tertulis, pernyataan
para saksi, dan seterusnya
Norbanus:
Gaius Norbanus, pejabat tribunal pada 103 SM. Pada 95, ia dituduh berkhianat
dan berhasil dibela oleh Marcus Antonius
On
Rhetoric: risalah karangan Aristoteles, mengenai seni persuasi lisan
Orator:
risalah retorika yang ditulis oleh Cicero dalam bentuk surat (46 SM) yang
dialamatkan kepada Brutus. Cicero menegaskan bahwa orator ideal harus menguasai
3 ragam gaya: agung, sedang, dan biasa
Ovatio:
sebuah perayaan atas aksi keberanian seorang jenderal, dianugerahkan atas
pencapaian yang dianggap layak, tetapi tak cukup layak untuk perayaan penuh
Partition
(partisi) : sebuah bagian dari sebuah pidato yang kadang dimasukkan ke dalam
daftar pembagian standar, dimana si pembicara membuat garis besar atau
mendaftar pokok yang hendak dicakupnya dalam pembuktiannya
Pathos:
bahasa Yunnai untuk emosi bersama logos dan ethos termasuk salah satu cara
pembuktian dengan keterampilan (artistic modes of proof) ala Aristoteles, yang
diadopsi oleh Cicero dalam karyanya De Orantore. Melalui sarana ini, pembicara
membujuk audiens dengan menarik atau mengaduk emosi. Pemahaman Cicero tentang
pathos agak berbeda dengan pemahaman Aristoteles
Periodic
Structure (struktur periodik): stukrur kalimat yang rumit dan kerap kali
panjang, dimana kepenuhan gagasannya biasanya ditunda sampai bagian akhir
kalimat
Plancius:
Gnaeus Plancius Quaestor di Makedonia pada 58 SM, yang menolong Cicero selama
pengasingannya, kelak ia didakwa atas kasus suap dalam pemilihan umum dan
berhasil dibela oleh Cicero dan Hortensius
Plato:
filfus Athena sekitar 429 – 347 SM, pengikut Sokrates, pendiri sekolah filsafat
yang dikenal Akademia, guru Aristoteles pada umumnya bersikap kritis terhadap
retorika
Pollux:
dalam mitologi, salah satu dari apa yang biasa disebut Dioscuri, putra kembar
dari Zeus dan Leda, saudara dari Castor
Pompey:
Gnaeus Pompeius Magnus (106 – 48 SM) jenderal besar yang menghalau para bajak
laut dari kawasan Mideterania pada 67 SM dan diberi komando atas Asia kecil
dalam perang melawan Mithridates pada 66, bersama Caesar dan Crassus, menjadi
anggota dari apa yang disebut Triumvirat Pertama, setelah ditaklukkan oleh
Caesar dalam Perang Sipil, ia dibunuh di Mesir pada 48 SM
praetorL
pada zaman Cicero, salah satu dari 8 pejabat tinggi Romawi, beberapa di
antaranya mengetuai sejumlah pengadilan kriminal. Menjabat selama 1 tahun
seperti pejabat lain, kekuasaan militer dan sipil praetor berada di bawah
kekuasaan militer dan sipil para konsul
Pro
Archia : pidato pembelaan Cicero di pihak Archias disampaikan pada 62 SM
Pro
Caecina: pidato pembelaan Cicero di pihak Aulus Caecina disampaikan pada 69 SM
PRO
Caelio: pidato pembelaan Cicero di pihak Marcus Caelius Rufus disampaikan pada
56 SM
Pro
Lege Manilia: pidato Cicero yang mendukung hukum yang diusulkan oleh pejabat
tribunal Manilius, hukum yang memberikan kepada Pompey komando dalam perang
melawan Mithridates, juga dikneal dengan nama latin, De Imperio Cn Pompei
Prologue
(Prolog): yang pertama dari bagian pidato tradisional, pengantar, dirancang
untuk membuat audiens menjadi penuh perhatian, terbuka untuk menerima dan
memiliki kecenderungan positif terhadap si pembicara
Pro
milone: pidato pembelaan Cicero di pihak T Annius Milo disampaikan pada 52 SM
Proof
(pembuktian): salah satu dari bagian pidato tradisional dimana pembicara
menyajikan bukti untuk pendirian yang diperjuangkannya
Pro
Plancio: pidato pembelaan Cicero di pohak Gnaeus Plancius disampaikan pada 54
SM
Pro
Quinctio: pidato pembelaan Cicero di pihak Publius Quinctius disampaikan pada
81 SM, pidatonya paling awal yang kini masih ada
Pro
Rabirio Perduellions Reo: pidato pembelaan Cicero di pihak Gaius Rabirius
disampaikan pada 63 SM tahun ketika ia menjabat sebagai konsul
Pro
Roscio Amerino; pidato pembelaan Cicero di pihak Roscius dari America
disampaikan pada 80 SM
Prose
Rhythm (ritme prosa): ritme metrum yang biasa diterapkan secara terampil pada
prosa orator. Metrum untuk pidato berupa prosa tak perlu sekonsisten puisi,
tetapi tetap diharapkan memiliki ritme dan kadensa, khususnya pada akhir klausa
dan kalimat
Quaestor:
pada zaman Cicero, salah satu dari 20 pejabat tinggi dipilih setiap tahun yang
tugas utamanya sebagai pejabat keuangan, kerap terikat pada para pejabat senior
Quinctius:
Publius Quinctius, klien Cicero dalam sebuah kasus yang memuat perdebatan atas
kepemilikan harta
Quintilian:
Marcus Fabius Quintilianus (sekitar 35 – sekitar 95 SM) guru termahsyur
retorika, penulis Institutio Oratoria (Training of The Orator)
Rabirius:
Gaius Rabirius, klien Cicero dalam kasus yang melibatkan tuntutan hukuman mati,
yang sesungguhnya bertujuan menyerang Senat dan kekuasaan para konsul
Refutation
(sanggahan) : dalam istilah retorika, sub bagian dari pembuktian sebuah pidato
dimana si pembicara menyanggah argumen lawannya
Rhetorica
Ad Herennium (Rhetoric To Herennius): risalah anonim tentang retorika dalam 4
jilid, dialamatkan kepada Gaius Herennius, seorang yang juga tidak dikenal
Tradisi manuskrip keliru mengatribusikannnya kepada Cicero, kendati karya itu
kurang lebih sezaman dengan karyanya De Inventione dan berasal dari sumber sama
Rhodes:
Pulau paling timur dari sebuah kepulauan di Yunani yang dikenal sebagai
Kepulauan Dodekanesa, di lepas pantai barat daya Turki
Roscius
dari America: didakwa membunuh ayahnya sendiri (80 SM) ia dibela oleh Cicero
dan dibebaskan
Rostra:
panggung pembicara terletak di forum Romawi, disebut karena dihias dengan
bagian tajam dari kapal (rostra) yang direbut dalam sebuah pertempuran laut
pada 338 SM
Scaebola
Augur : Quintus Mucius Scaevola Sang Peramal sekitar 168/160 sekitar 87 SM,
ahli hukum terkemmuka, ayah mertua dari Crassus si orator, dan setelah
meninggalnya Crassus, menjadi mentor utama Cicero, ia salah satu tokoh
pembicara dalam karya Cicero De Orantore
Scaevola
Pontifex: Quintus Mucius Scaevola Sang Imam Besar, konsul pada 95 SM, ahli
hukum terkemuka yang berbicara bertentangan dengan Crassus dalam kasus terkenal
mengenai warisan yang melibatkan Curius, dimana Scaevola mempertahankan hukum
tertulis versus roh hukum
Senate
(Senat) : dewan penasihat Roma yang terdiri dari para purnawirawan pejahat
(jumlahnya sekitar 600 pada zaman Cicero), tugas utamanya adalah memberi
nasihat. Kendati secara teknis tidak menjalankan proses legislasi, Senat sangat
berpengaruh dalam urusan kenegaraan
Simonides
dari Keios: penyair liris Yunani dari Pulau Keios (557 – 468 SM) yang diyakini
menemukan seni mengingat
Sokrates:
filsuf terkenal Athena dan tokoh publik (469 – 399 SM) Plato dan Xenophon
termasuk di antara para pengikutnya
Status:
salah satu dari empat pendirian argumen yang dipilih untik menangani pokok yang
sedang diperkarakan dalam suatu kasus hukum, mengelompokkan pendirian argumen
adalah salah satu unsur utama dari langkah penemuan, langkah persiapan pertama
orator
Style
(gaya): salah satu langkah persiapan orator yang standar, berisi aktivitas
menuangkan bahan sebuah pidati ke dalam kata
Sulla:
Lucius Cornelius Sulla Fellix (138n – 78 SM), jenderal berpengaruh dan
bangsawan terkemuka, saingan Marius selama dekade penuh kerusuhan pada 80 an
pemenang dalam perang sipil berdarah pada 82, dengan mengandalkan penyitaan harta dan pelarangan
kegitan untuk memulihkan ketertiban, setelahnya sebagai diktator, ia menetapkan
banyak hukum, memperbesar wewenang Senat dan mereformasi serta merombak
prosedur pengadilan dan yudisial. Setelah menyelesaikan program reformasinya,
ia mundur untuk menyepi pada 79 dan meninggal tak lama setelahnya
Sulpicius:
Publius Sulpicius Rufus (124 = 88 SM), pejabat tribunal rakyat pada 88 SM salah
satu mitra wicara dalam karya dialog Cicero, De Orantore
Syllogism
(Silogisme) : salah satu jenis penalaran deduktif yang memuat sebuah premis
mayor, sebuah premis minor, dan sebuah kesimpulan
Theophrastus:
filsuf Yunani sekitar 371 – 286 SM) murid Aristoteles penulis banyak karya
mengenai sains, filsafat, dan retorika
Theopompus:
sejarawan Yunani dari Pulau Khios (378 sekitar 320 SM) murid Isocarates, dan
penulis banyak mengenai sejarah
Tribune
(Of The People) – Pejabat Tribunal (Rakyat) : pejabat Romawi yang bertugas
melindungi kepentingan rakyat pada zaman Cicero sepuluh orang pejabat tribunal
dipilih setiap tahun untuk menjabat selama 1 tahun. Para pejabat tribunal dapat
memveto tindakan pejabat, hukum, keputusan Senat, dan pemilihan umu, serta
dapat menyelenggarakan pertemuan dan mengusulkan hukum
Tusculum:
kota kecil yang terletak di pegunungan di sebelah tenggara Roma, sekitar 10 mil
dari kota itu, lokasi tempat peristirahatan kesukaan Cicero
Ulysses:
nama Latin untuk Odysseus dalam mitologi putra dari Laertes, raja Ithaca,
pahlawan Perang Troya, tema karya Homeros Odyssey
War
With The Alliens (perang sekutu Italia) : kiga dikenal sebagai perang sosial
atau perang Marsic, perang antara Roma dan sekutunya di Italian sejak 91 – 87
SM, menghasilkan pemberian status kewarganegaraan kepada sekutu Italia di
sebelah selatan Sungai Po
Xenophon:
Jenderal Athena dan penulis sekitar 430 – setelah 355 SM, pengikut Socrates
penulis karya seperti Anabasis, Hellenica, dan Memorabilia, dan beberapa yang
lain
Penemuan:
mengindentifikasi dan mengelompokkan pokok persoalan menurut pendirian argumen
dan menggali sumber pembuktian
Yang
terpenting adalah seberapa baik kau hidup, bukan seberapa panjang, dan sering
kali baik tidak berarti berumur panjang (Seneca)
Siapapun
yang ingin menjadi bebas semestinya tidak mengharapkan atau menghindari apapun
yang tergantung pada orang lain, jika tidak seseorang pasti akan menjadi budak
(Epiktetos)
Selama
manusia mampu berkomunikasi, ia akan berupaya untuk saling mempengaruhi. Entah
untuk sekadar bertahan hidup, entah untuk mengendalikan keadaan, entah untuk
membawa orang lain memasuki cara berpikir, atau sekadar untuk memenangkan
argument, selalu mengandalkan jenis persuasi tertentu entah dalam bentuk
kekuatan fisik, atau dalam bentuk yang dianggap lebih beradab seperti berbicara
dan menulis demi mencapai tujuan dan maksud kita. Di dunia Barat, seni persuasi
lisan atau retorika ditemukan di negara kota demokrasi Syrakousa dan Athena
pada abad ke 5 SM, warga di masyarakat demokratis perlu mengungkapkan diri di
majelis, merepresentasikan diri di persidangan dan ikut serta dalam kegiatan
kewarganegaraan lain. Di rancang beberapa upaya untuk mendeskripsikan sarana yang
efektif dalam persuasi lisan. Berkembangnya system teoritis yang memampukan
warga negara untuk merancang dan menjalankan pidato dejgan sukses untuk
memenangkan argument
Beberapa
abad kemudian, orator terbesar Roma, salah satu pembicara terbaik segala zaman,
Marcus Tullius Ciceor, berhasil memperoleh jabatan tertinggi di Republik Romawi
sebagai konsul. Ia memperolehnya dengan mengendalkan seni perusasi lain untuk
mendapat kemasyhuran di kalangan masyarakat Roma. Sejak kecil terlatih dalam
seluk – beluk retorika. Cicero unggul bukan hanya sebagai pembicara public
efektif, yang berhasil memenangkan sebagian besar argument dimana ia terlibat,
melainkan juga sebagai teoretikus seni persuasi lain. Selama hidupnya, ia
menulis beberapa risalah bertema retorika. Kendatia ia bersikap kritis terhadap
buku panduan retorika zaman itu, ia mendalaminya dan mengandalkan metodenya.
Sesungguhnya Pendidikan retorika untuk urusan kewarganegaraan, yang di wariskan
oleh orang Yunani dan diadopsi oleh orang Romawi, tetap menjadi unsur utama
dalam pembinaan semua orang terpelajar sejak Abad Pertengahan, zaman Renaisans,
dan bahkan sampai kini di zaman modern
Teks
Cicero, terutama dari risalahnya tentang retorika. Teks – teks itu berhasil
menangkap hakikat system retorika kuno tentang persuasi, sebuah system yang
membantu Cicero dan banyak orator lain menjadi pembicara yang efektif yang
mampu meyakinkan orang dan memenangkan argument
Tujuan
pembicara untuk mempengaruhi orang lain. Karena itu memahami cara persuasi yang
paling efektif akan membawa tujuan menjadi nyata
Riwayat
singkat Cicero
Marcus
Tullius Cicero lahir pada 3 Januari 106 SM di Arpinum, sebuah kota yang
berjarak 70 mil kea rah tenggara kota Roma, dalam sebuah keluarga yang kendati
tak termasuk bangsawan Romawi, cukup terkemuka di kalangan masyarakatnya dan
memiliki relasi penting di ibu kota. Ketika Marcius dan saudaeanyam Quintus,
masih anak, keluarga itu pindah ke Roma, demi kemajuan Pendidikan dan masa
depan mereka, di Roma anak itu diperkenalkan pada 2 orator terkemuka zaman itu,
Lucius Licinius Crassus dan Marcus Antonious, yang dikemudian hari menjadi 2
tokoh pembicara utama dalam risalah paling agung Cicero tentang retorika,
sebuah dialog mengenai orator ideal. De Oratore dalam lingkungan seperti itu,
sejak masih anak dan seterusnya, Cicero bisa mengamati bagaimana para pembicara
dan negarawan terkemuka tampil sehari di pengadilan dan di tempat umum. Setelah
wafatnya Crassus pada 91 SM, Cicero pada usia 15 atau 16 mulai mengenakan jubah
kedewasaab dan secara resmi diperkenalkan pada Quintus Mucius Scaevola, Sang
Peramal, salah satu ahli hokum Roma terbesar yang juga diberi tempat sebagai
salah satu tokoh pembicara dalam De Oratore, di bawah perwalian Scaevola,
Cicero mempelajari rasa hormatnya yang tinggi dan pengetahuan tentang hukum
sipil. Cicero muda adalah murid yang dewasa sebelum waktunya, selain belajar
seni pidato dengan Crassus, Antonius, dan Scaevola, berkembanglah dalam dirinya
minat dan cinta yang tak habisnya pada filsafat. Ketika masih remaja, ia
menerbitkan karyanya yang pertama mengenai retorika. De invention (On
Invention) yang di tahun mendatang akan disebutnya sebagai karya seadanya dan
sederhana, yang bersumber dari catatan ketika masih kecil, atau pada masa muda
(De Oratore LS), terlepas bahwa karya itu terus membawa pengaruh dahsyat pada
pembelajaran retorika dan seni pidato selama Abad Pertengahan sampai zaman
Renaisans. Setelah perjalanan singkat dalam rangka tugas militer selama Perang
dengan Sekutu Italia (War With The Italian Allies), Cicero kembali ke Roma yang
selama decade 80 an SM, sebagian besar terbelah oleh konflik sipil, pertumpahan
darah, dan berbagai larangan kegiatan, yang terjadi karena konflik antara
tangan besi Marius, Cinna, dan Sulta. Ketika keadaan akhirnya membaik dan
pengadilan mulai berfungsi lagi seperti biasa, Cicero menangani kasus sipilnya
yang pertama, lalu pada 80 SM menangani kasus kriminalnya yang pertama, yakni
sebagai pembela Roscius dari America atas tuduhan membunuh ayahnya sendiri. Tak
lama setelah kemenangannya yang mengesankan, ia memutuskan untuk melanjutkan
pendidikannya dengan menghabiskan sekitar 2 tahun yang akan menjadi tur besar,
grand tour ( di dunia Barat, istilah grand tour menunjuk pada tur kebudayaan
berkeliling Eropa yang popular pada abad ke 18, biasanya dilakukan oleh seorang
muda dari kelas masyarakat atas sebagai bagian dari pendidikannya, boleh jadi
kebiasaan di sekolah sekarang untuk study tour berasal dari tradisi ini) di
Yunani, dimana ia bertemu, berinteraksi, dan belajar dengan beberapa ahli
retorika, orator, dan filsuf yang prestisius. Ia kembali ke Roma pada 77 SM,
sebagai seorang pembicara yang lebih bersemangat dan penuh sopan santun
Kini
Cicero berusia hamper 30 tahun, usia persyaratan minimum untuk bersaing mendapatkan
jabatan quaestor, semacam bendahara, urusan public atau juru bayar. Seperti
disebut di depan, keluarga Cicero tidak termasuk golongan bangsawan Romawi
sebelum Cicero tak seorang pun dari keluarganya yang menjadi senator Romawi
melalui jalur pemilihan umum jabatan public, dengan demikian sebagai seorang
yang kala itu disebut manusia baru, novus homo (dalam konteks Romawi kuno
istilah novus omo (jamak: novi homines) menunjuk pada orang pertama dalam
sebuah keluarga yang menduduki jabatan senator atau terpilih sebagai konsul.
Catatan penerjemah). Cicero mendapati dirinya berada dalam posisi politik yang
sangat tidak menguntungkan, sebab
pemilihan umum menuju jabatan tinggi kenegaraan di Roma dimonopoli oleh dan
pada umumnya terbatas pada golongan bangsawan, meski ia berhasil memenangkan
pemilihan umum, pertama dengan memenangkan suara dan selama setahun memiliki
hak memilih dan dipilih, kemudian menjabat sebagai quaestor di Sisilia, koneksi
yang dibangunnya di sana membawa keuntungan 5 tahun kemudian, ketika orang
Sisilia, mengingat kinerja Cicero yang baik dan jujur, memilihnya untuk
menjalankan proses hukum kepada Gauis Verres, gubernur Sisilia yang korup, yang
menjabat pada 73 – 70 SM, atas tuduhan pemerasan. Kesuksesannya yang
menakjunkan dalam kasus, melawan kuasa tatanan senator dan Hortensius, advokat
paling terkenal kala itu yang membela Verres, melambungkan Cicero ke pusat
perhatian orang sebagai orator dan advokat terkemuka, jabatan politik lain
menyusul Cicero sebagai pejabat pengawas bangunan dan Gedung (aedile), pejabat
di bawah konsul (praetor) dan akhirnya konsul, jabatan hukum tertinggi di
Republik Roma
Dalam
bulan terakhir masa jabatannya sebagai konsul pada 63 SM, Cicero membongkar
rencana penggulingan pemerintah, yang dipimpin oleh Lucius Sergius Cautiline,
seorang revolusioneer, senator gagal berhasil dari keturunan bangsawan, berkat
ketekunannya, bantuan para informasi, dan pidatonya yang penuh inspirasi
(mereka belajar Bahasa Latin pasti akrab dengan Catilinarian Orations yang termahsyur),
Cicero berhasil menggagalkan kudeta, sementara itu masih ada, Cicero juga
berhasil memperoleh persetujuan Senat, di mana beberapa anggotanya keberatan,
untuk mengeksekusi orang yang berkomplot dengan gerakan itu tanpa proses
pengadilan, dibuat suat perayaan syukur dan Cicero dielukan sebagai Pater
Patriae, Bapak Bangsa
Pada
saat penuh kemenangan itu ketika ia tampak berhasil menyatukan rakyat Roma
melawan ancaman kudeta, Cicero memimpikan keselarasan di antara berbagai kelas
social Roma (Concordia ordinum). Akan tetapi hanya beberapa tahun kemudian,
berbagai gerakan berkomplot menghempaskan mimpi itu dan membalikkan mahkota
kemenangan Cicero menjadi aib mengecilkan hati. Pada 60 SM, berbagai manuver
dan intrik politik membentuk aliansi yang terdiri dari 3 orang kuat: Julius
Caesar, Jenderal Besar Pompey dan Marcus Crassus, seorang kaya sekalogus relasi
jauh dari mentor Cicero pada waktu kecil. Kendati awalnya diajak bergabung,
Cicero pada akhirnya tak mau mendukung koalisi yang disebut Triumvirat Pertama
itu. Pada gilirannya, mereka memberi jalan kepada musuh Cicero, terutama
Publius Clodius, musuh bebuyutan Cicero, yang berhasil mengirimkannya ke
pengasingan pada 58 SM, atas tuduhan mengeksekusi warga negara Roma tanpa
proses pengadilan. Cicero mengungsi ke Yunani, dimana ia menjalani tahun paling
malang seperti kehilangan separuh hidupnya, selama itu ia menderita depresi
akut dan bahkan ingin bunuh diri. Senat memanggilnya kembaki untuk menjabat
pada 57 SM, tetapi Triumvirat masih memegang kuasa di Roma, dan memperingatkan
Cicero melalui perantaraan saudarnya, Quintus. Supaya tidak mengambil kebijakan
yang bertentangan dengan kepentingan mereka, bahkan atas perintah Triumvirat
itu Cicero dipaksa melawan kehendaknya sendiri untuk membela beberapa orang
yang dulu merupakan musuhnya. Dalam suasana penuh penindasan, Cicero berpaling
pada kegiatan menulis dan menghabiskan beberapa tahun terakhir dari decade itu
untuk menyusun beberapa risalah sastrawinya yang terpenting dan pantas dicatat,
termasuk De oratore (On The Ideal Orator). De Republica (On The Republic), dan
De legibus (On The Laws)
Pada
51 SM, Cicero ditugaskan oleh Senat untuk menjabat sebagai gubernur Provinsi
Kilikia di Asia Kecil (Sekarang Turki sebelah barat daya), dimana ia
melaksanakan tugasnya dengan terhormat, memulihkan ketertiban dan bahkan
menjalankan sebuah operasi militer yang singkat namun sukses besar untuk
menghadapi beberapa perang suku. Situasi politik di Roma memburuk selama
beberapa tahun itu. Seorang dari Triumvirat, Crassus, terbunuh dalam sebuah
operasi militer di Parthia pada tahun 53, dan hubungan di antara Triumvirat
yang tersisa, Caesar dan Pompey, segera mencapai titik kritis. Hanya beberapa
minggu setelah Cicero kembali ke Roma dari tugasnya di Kilikia, pecahlah perang
sipil besar – besaran (Januari, 49 SM) setelah melewati banyak keraguan,
pertimbangan pribadi, dan gagal mendamaikan Caesar dan Pompey, Cicero akhirnya
bergabung dengan gerakan republican di bawah komando Pompey di Yunani. Setelah
kekalahan mereka di Pharsalus pada tahun 46, Cicero kembali ke Italia, dan
setelah sekali lagi melewati banyak siksaan keraguan, ia diampuni oleh Caesar
dan diizinkan tinggal di negeri itu, Kaum pendukung republican yang lain,
termasuk Cato Muda, ters bertempur. Selama masa kediktatoran Caesar, lagi
Cicero mendapati kesempatannua untuk memainkan peran berarti di wilayah public
sangat dibatasi. Lebih, kematian tragis puteri yang dikasihinya, Tullia pada 45
SM semakin menghempaskannya ke dalam keputusasaan dan sikap menarik diri. Seperti
dilakukannya satu decade sebelumnya, ketika ia seperti dipaksa pensiun, Cicero
berpaling pada kegiatan menulis untuk mencari penghiburan dan selama periode
ini ia menyusun banyak karya mengenai retorika dan filsafat, termasuk Brutus,
Orator, De Fininus, bonorum el malorum (On Moral Ends), Tuscalan Disputations
dan De natura deorum (On The Nature Of The Gods)
Cicero
memang tak terlibat secara langsung dalam pembunuhan Julius Caesar pada 15
Maret (The Ides Of March) 44 SM. Tetapi ia melihatnya sebagai peluang bagi
Republik Roma untuk bangkit dari keterpurukan, namun apa yang dilakukan Mark
Antony kemudian seorang teman dekat Caesar sekaligus koleganya di kekonsulatan
tahun itu segera membuat Cicero khawatir bahwa Roma hanya akan mengganti satu
tiran dengan tiran lain. Cicero menemouh langkah perjuangangannya terakhir dan
berangkali paling berani: ia berhasil menyatukan rakyat dan senat Roma melalui
rangkaian pidato yang disebutnya Philippics sebuah judul yang dibuat mirip
dengan judul pidato orator Yunani Demosthenes, yang disampaikan 300 tahun
sebelumnya di hadapan Raja Philip II dari Makedonia, tetapi akhirnya harapan
Cicero akan pulihnya. Republic hancur ketika Ocatavian, seorang cucu keponakan
dan pewaris Julius Caesar yang muda dan ambisius (yang kelak akan menjadi
Kaisar Augustus) bergabung dengan Anthony dan Marcus Aemilius Lepidus dalam
Triumvirat kedua. Terbentuknya Triumvirat Kedua itu segera mengakhiri gerakan
oposisi untuk memegang kendali atas negara. Nama Cicero muncul paling atas
dalam daftar pencarian orang, dan setelah dikejar dan tertangakp di dekat
Formiae, kepala dan tangannya dipenggal dari tubuhnya oleh kaki tangan Antony
dan dibawa kembali ke Roma, dipajang secara mencolok di rostra, panggung
pembicara dimana Cicero kerap berdiri untuk berpidato di hadapan rakyat Roma.
Warisan Cicero yang awet muncul sebagian besar dari tulisannya. Hamper 60
pidatonya kini masih ada, juga sekitar 20 karya mengenai retorika dan filsafat,
dan hamper 1000 surat pribadi. Tulisan ini sejak pada zamannya telah dinilai
berharga sampai zaman sekarang, dan menampilkan potret seorang Cicero dalam
segala dimensinya, orator, ahli retorika, politisi, filsuf, dan patriot
Cara
memenangkan argument
Asal
usul pidato yang fasih dan persuasive (kodrat, seni, latihan)
Apa
persisnya hakikat pidato yang fasih dan persuasive menjadi perdebatan sengit
pada zaman kuno. Apakah retorika sungguh seni atau sekadar keterampilan, suatu
bakat? Apakah hal itu membutuhkan kemampuan kodrati atau dapat dikuasai sekadar
dengan melatih Teknik tertentu dan menghafal rentetan panduan dan petunjuk?
Pada umumnya para teoretikus zaman kuno bicara tentang 3 serangkai persyaratan:
kemamouan kodrati atau bakat bawaan, penguasaan seni berbicara sebagaimana
termaktub dalam risalah retorika (disebut artes dalam Bahasa Latin), dan
ketekunan menerapkan bakat serta pembinaan melalui latihan. Cicero dalam
karyanya yang terbit paling awal, De Inventione atau On Invention yang ditulis
ketika ia berusia sekitar 17 tahun, menawarkan sebuah penjelasan tentang asal –
usul kefasihan berbicara. Bila kita hendak menimbang asal – usul apa yang
disebut kefasihan. Entah itu sebagai seni atau pembelajaran atau semacam
keterampilan atau kemampuan atas dasar kodrat kita akan menemukan bahwa
kefasihan itu muncul dari hal paling luhur dan akan terus berkemnbang dengan
kehendak baik. Ada sebuah masa ketika manusia berkelana kemanapun, seperti
binatang buas dan bertahan hidup dengan makanan yang tak dimasak, system agama
atau kewajiaban social yang rasional belum dipraktikkan, tak seorang pun
mendapati perkawinan yang sah, taka da pula yang tahu yang manakah anaknya
sendiri, mereka juga tak mengerti apa manfaat yang mungkin diperoleh dari
adanya hukum yang wajar. Jadi, karena kesalahan lain dan ketidaktahuan mereka
sendiri, nafsu buta dan gegabah mengendalikan mereka, dan demi memenuhinya,
nafsu itu menyelewengkan kekuatan jasmani, kemampuan paling berbahaya dari kaum
budak
Pada
saat itu seorang manusia yang tentu agung dan bijak mulai mengenali potensi
bawaan dan peluang tak terbatas untuk berkembang yang berdiam dalam jiwa
manusia kalau saja seseorang dapat mengeluarkannya dan memajukannya melalui
petunjuk. Secara sistematis ia mengumpulkan orang di satu tempat, mereka yang
terpencar dimanapun dan hidup tersembunyi di tempat perlindungan kawasan hutan
di kumpulkannya, diperkenalkannya pada cita yang bermanfaat dan terhormat.
Pertama merupakan hal baru, menolak keras, tetapi kemudian seiring mereka mulai
mendengarkan dengan lebih sungguh, mengubah mereka melalui akal dan pidato,
dari makhluk buad, liar, menjadi orang yang jinak dan ramah. Sekurangnya, tak
mungkin kebijaksanaan belaka, tanpa kemampuan berbicara, akan segera mampu
memalingkan orang dari cara hidup yang padanya mereka telah terbiasa dan
membawa mereka menuju cara hidup yang lain. Terlebih kalau kota berdiri,
bagaimana orang akan memiliki rasa percaya dan menegakkan keadilan, dan
terbiasa menaati orang lain dengan sukarela, dan yakin bahwa mereka harus
bersedia bukan hanya melakukan tugas besar demi kebaikan bersama, melainkan
juga bahkan mengorbankan hidup, kecuali bahwa orang lain mampu mempengaruhi
dengan kefasihan dalam perkara itu, melalui akal. Tak seorang pun yang kuat
secara fisik akan dengan sukarela, tanpa dipaksa dengan kekerasan, tunduk pada
hukum, membiarkan dirinya ditempatkan sederajat dengan mereka yang dapat
dikalahkan. Orang seperti itu tak akan tersedia dengan sukarela meninggalkan
adat kebiasaan yang nyaman, khususnya adat kebiasaan seiring waktu telah
menjadi seperti hukum, alam, kecuali berhasil digerakkan oleh pidato yang
bertenaga dan persuasif. Jadi kiranya, dari situ kefasihan berbicara mula
berasal, akan berkembang seiring waktu, dan demikian seterusnya dalam perkara
paling penting seperti perdamaian dan perang, dan terjalin erat dengan kepentingan
tertinggi umat manusia (De Inventione 1-2-3)
Sekitar
30 tahun kemudian, Ciceor menulis De Orantore (On The Ideal Orator) sebuah
risalah cemerlang dimana menggambarkan pembicara ideal menurut versinya. Karya
itu disusun sebagai dialog antara beberapa orator terkemuka dari generasi
sebelum Cicero, dan karakter utama dalam dialog itu adalah Lucius Crassus dan
Marcus Antonius, mentor Cicero pada masa kecil dan orator terbesar Roma pada
zaman itu. Dalam teks asal – usul, kefasihan yang sama, mengagungkan kemampuan
berbicara/berpidato sebagai salah satu bakat manusia yang paling kuat dan
bermanfaat dan mendorong anak didiknya untuk menguasai seni kefasihan
berbicara:
Sesungguhnya
tak ada yang pantas dipuji daripada kemampuan mempengaruhi pikiran manusia
melalui tuturan/pidato, memenangkan kecenderungan, menggerakan kehendak mereka
ke arah tertentu dan menjauhkan dari arah yang lain. Kemampuan ini, lebih dari
yang lain, yang telah selalu berkembang. Selalu dijunjung tinggi pada setiap
bangsa yang bebas dan khususnya pada masyarakat yang tenang dan damai, apa yang
lebih mengagumkan daripada seorang manusia yang muncul dari kerumunan sendirian
atau bersama beberapa yang lain lalu salah mendayagunakan kemampuan yang
sejatinya juga merupakan anugerah alamiah bagi semua, atau adakah yang lebih
menyenangkan bagi akal budi dan telinga daripada pidato yang terhormat dan
penuh dengan pemikiran bijak dan kata mengesankan. Atau duduk lebih kuasa dan
hebat daripada pidato seseorang yang mampu mengubah gerak hati orang banyak,
keraguan pada juri atau otoritas. Senat. Adakah yang lebih megah, lebih murah
hati, lebih berjiwa beasar, daripada memberi bantuan kepada mereka yang sedang
sengsara, membangkitkan mereka yang menderita, membawa rasa aman kepada orang
lain, membebaskannya dari marabahaya, menyelamatkan mereka dari pengasingan,
pada saat yang sama adakah lebih penting daripada selalu memiliki senjata yang
siap digunakan, dengan dapat melindungi diri sendiri dan melawan orang jahat
atau membalas ketika diserang, tetapi
sungguh mari jangan terpaku pada forum, pada kursi pengadilan, panggung
(rostra) dan Gedung Senat: di waktu yang santai, apa yang lebih menyenangkan atau lebih sesuai
dengan kodrat manusia daripada terlihat dalam percakapan yang elegan dan
memperlihatkan diri dikenal oleh banyak orang, sebab satu hal yang secara
khusus menempatkan di atas binatang adalah bahwa kita bercakap satu sama lain,
dan bahwa dapat mengungkapkan pikiran melalui tuturan. Jadi siapa yang tak
hendak mengagumi kemampuan ini, dan tak hendak bersusah payah untuk melampui
orang lain dalam kemampuan ini, kemampuan yang menjadikan manusia memiliki
derajat di atas binatang ini, tetapi sekarang beralih ke pokok yang terpenting
daya apa yang dapat mengumpulkan umat manusia yang terpencar ke satu tempat,
atau daya apa yang dapat menjadikan mereka dari cara hidup liar di rimba
belantara menuju cara hidup bersama yang sungguh manusiawi atau kalau
masyarakat sudah terbentuk, daya apa yang dapat membangun hukum, prosedur
yudisial, dan hak kewargaan, dan untuk
tak menyebut pokok lain satu per satu (sesungguhnya pokok itu tak terhitung,
izinkan merangkum semuanya dalam beberapa kata, kutegaskan bahwa
kemimpinan dan kebijaksanaan orator yang
sempurna adalah batu penjuru, bukan hanya bagi martabatnya sendiri, melainkan
juga bagi keamanan banyak orang dari Negara secara umum, jadi anak muda,
lanjutkan daya upaya saat ini dan buktikan seluruh tenaga kepada cita yang
diyakini, sehingga dapat membawa kehormatan bagi diri sendiri, pelayanan bagi
sahabat dan manfaat bagi Negara (De Oratore L 30 – 34) Cicero sementara jelas
sangat sadar dan tau banyak tentang panduan yang termuat dalam risalah retorika
tipikal zamannya, bersikap sangat kritis terhadap pembelajaran yang sekadar
berdasarkan buku pegangan. Dalam De Oratore (On The Ideal Orator) ia bahkan
terus mengkritik pedoman basi dari buku pegangan, buku barangkali memang
menjadikan hal mendasar, tetapi orator idela haruslah, di samping memahami
panduan retorika, memiliki pengetahuan luas tentang segala hal ihwal humaniora,
termasuk sejarah, sastra, hukum dan filsafat. Pengetahuan seperti itu diiringi
kemampuan kodrati, pembelajaraan, dan latihan yang tekun, amatlah penting untuk
memenangkan suatu argumen. Ada jenis ilmu yang menyelidiki apa yang efektif
dalam tuturan, tetapi kalau hal ini dapat membuat orang menjadi fasih
berbicara, setiap orang akan menjadi fasih
berbicara. Sebab siapakah yang tak akan mampu menguasainya dengan mudah,
atau sekurangnya dengan satu atau lain cara, tetapi dalam pandangan, panduan
seperti itu manjur dan bermanfaat, bukan karena keterampilan itu dapat menuntun
menemukan apa yang akan dikatakan, melainkan karena setelah mempelajari pokok
acuan yang pantas, panduan itu dapat meyakinkan tentang kekuatan atau
memampukan melihat kelemahan apa saja yang dicapai dengan kemampuan kodrati
sendiri, pembelajaran, atau pembinaan (De Orantore 2.2232)
Retorika
dan kebenaran. Kekuatan yang digunakan oleh seorang pembicara ulang, yang tau
bagaimana membujuk dengan pidato cerdik dan memikat emosi manusia, seperti
telah diuraikan, sebuah senjata penuh daya. Sesungguhnya senjata pedang bermata
dua, yang dapat digunakan entah untuk tujuan yang baik maupun buruk. Untuk
memperoleh gambaran yang hidup tentang pokok ini, kita melihat dua orator yang
luar biasa efektif pada abad ke 20, yang terlibat dalam konflik yang sama:
Winston Churchill dan Hitler. Dalam konteks tak sulit memahami mengapa retorika
pada zaman ini membawa konolasi negatif. Di Yunani Kuni, setelah diciptakan
sistem retorika yang sebagian besar di dasarkan pada prinsip argumentasi
berbasis probabilitas, muncullah para guru retorika. Mereka menolak hal ideal
yang di dasarkan pada pertimbangan akal murni dan kebenaran mutlak dan membela
hal yang mentak dan nisbi, dengan mengagungkan kekuatan kata. Kadang mereka
juga berupaya membuat hal buruk menjadi baik, para filsuf seperti Sokrates dan
Plato, mencari prinsip terakhir dan mutlak. Mereka memperjuangkan kebenaran yang digali melalui penyelidikan
dialektis. Dengan demikian muncul yang kerap disebut perselisihan antara
retorika dan filsafat. Perselisihan itu akan terus berlanjut sampai zaman
Cicero, dalam berbagai wujud dan intensitas. Paragraf awal karya Cicero, De
Inventione (On Invention) mengungkap pemikirannya tentang perkara:
Telah
sering dan banyak ha; telah direnungkan mengenai pertanyaan apakah kelancaran
bertutur dan menghabiskan segenap daya upaya untuk fasih berbicara menghasilkan
kebaikan atau keburukan bagi manusia dan masyarakat. Sebab ketika ditimbang,
kerusakan yang terjadi pada Republik, dan ketika tinjau kembali malapetaka yang
terjadi pada masyarakat kuno yang terkemuka tak sedikit kemalangan itu terjadi
melalui tindakan orang yang sangat terlatih dalam berbicara. Di sisi lain,
ketika mulai mencari dokumen tentang peristiwa yang karena sudah teramat kuno,
telah hilang dari ingatan generasi, menemukan bahwa banyak kota telah beridir,
kobaran perang telah padam, aliansi paling kuat dan persahabatan paling mulia
telah terbentuk, bukan hanya melalui daya akal manusia, melainkan juga lebih
mudah melalui kefasihan berbicara dan setelah lama merenungkannya, daya akal
yang sama menuntun pertama dan terutama pada pendapat: kebijaksanaan tanpa
kefasihan berbicara menyumbang terlalu sedikit bagi kebaikan masyarakat, tetapi
kefasihan berbicara tanpa kebijaksanaan, dalam banyak peristiwa sangat berbahya
dan tak pernah bermanfaat. Jadi,. Kemudian orang mencurahkan segenap tenaganya
untuk latihahn berpidato dengan mengabaikan capaian tertinggi dan paling
terhormat dari akal dan laku moral, ia sama artinya dibesarkan sebagai warga
negara yang tak berguna bagi diri sendiri dan berbahaya bagi negara, tetapi
orang yang mempersenjatai diri dengan kefasihan berbicara sedemikian rupa
sehingga tak merugikan kepentingan negara, melainkan membantu, orang ini,
menurut pendapatnya, akan menjadi warga negara paling bermanfaat dan berbakti,
baik bagi kepentingan sendiri meski kepentingan publik (Cicero, De Inventione
1.1)
Beberapa
dekade kemudian dalam karya De Oratore, Cicero akan bicara lebih rinci mengenai
perselisihan antara filsafat dan retorika, dan mengupayakan rekonsiliasi atau
sintesis, memadukan filsafat, bukan dengan retorika melainkan dengan kefasihan
berbicara. Orator ideal versi Cicero adalah seorang filsuf yang pandai berorasi
atau seorang orator yang filosofis. Meski demikian, siapapun yang akrab dengan
karir kepidatoan Cicero tau bahwa dalam
beberapa kesempatan, ia membela klien yang ia ketahui bersalah. Bahkan kelak
seorang guru retorika, Quintilian, melaporkan bahwa Cicero pernah berbangga
bahwa dalam pembelaan atau klien bernama Cluentius, ia mengelabui pikiran
hakim. Ketika memberi nasihat kepada putranya menjelang akhir hayat. Cicero
mengatakan sesuatu tentang pembelaan kepada para klien yang bersalah,
tampaknya, gagasan zaman ini bahwa setiap terdakwa hendak atas proses
persidangan yang adil sedikit banyak memiliki dasar pada cara berpikir Cicero:
Panduan
tentang kewajiban moral harus dipertahankan dengan sungguh di pengadilan,
jangan pernah mengajukan hukuman mati atas orang tak bersalah, sungguh jika
orang melakukannya, ia sendiri seorang kriminal. Sebab apakah yang lebih tidak
manusiawi daripada mengubah kefasihan berbicara, sebuah anugerah yang diberikan
oleh alam bagi keamanan dan keselamatan sesama kita manusia, menjadi penghancuran
dan penjatuhan terhadap orang baik. Meski sementara praktik ini harus dihidari
kita tak perlu merasa bersalah kalau membela orang bersalah, asalkan tak
terllau jahat, orang menginginkannya, adat mendukungnya: rasa kemanusiaan
menerimanya, dalam kasus di pengadilan adalah tugas hakim untuk selalu mencari
kebenaran, kadang, kewajiban advokat untuk membela apa yang prinsip kebenaran,
lebih rendah dari kebenaran (De officiis 2.51)
Bagian
retorika atau langkah persiapan si orator
Orang
zaman kuno yang mengajar dan menulis tentang seni persuasi biasanya
mengindentifikasi 3 genre orasi, atau tipe kasus: yudisial, yang cocok untuk
mencari keadilan di persidangan, deliberatif yang tujuannya beragumen tentang
apa yang paling bermanfaat atau menguntungkan dalam sebuah rapat umum atau di
hadapan sebuah majelis, dan epideiktik atau demonstratif, pidato pujian atau
mempersalahkan gambaran palin gbaik mungkin orasi pemakaman atau eulogi. Buku
pegangan cenderung memusatkan perhatian pada genre yudisial, sebab genre itulah
yang berangkali paling krusial dan paling cocok untuk disusun sistematis. Para
teoretikus zaman kuno menyusun paparan mereka dalam 5 bagian, atau langkah
persiapan si orator: penemuan (menggali, yakni memikirkan bahan), penyusunan
(menanta ururtan bahan), gaya (mengemas bahan yang telah disusun ke dalam kata
pantas), ingatan (menghafal pidato), dan penyampaian (di dalamnya termasuk
arahan tentang suara, ekspresi wajah, dan gerak tubuh) bagian atau langkah
sejajar dengan proses yang dilalui seorang pembicara ketika menyusun dan
menyampaikan sebuah pidato. Panduan mengarang dalam Inggris, bahkan di zaman
modern masih mempertahankan langkah ini, sekurangnya 3 langkah pertama, orang
yang kini menyusun sebuah pidato untuk suatu argume rinci akan mendapati bahwa
langkah ini masih merupakan sarana yang efektif untuk menata dan menyaikan
pokok pikirannya
Penemuan
mengindentifikasi dan mengelompokkan pokok persoalan menurut pendirian argume,
menggali sumber pembuktian
Langkah
penemuan dalam bahasa Latin inventio memusatkan perhatian pada mencari dan
memikirkan isi pidato, proses ini terutama dan memikirkan isi pidato, proses
ini terutama menyangkut indentifikasi
dan pengelompokkan pokok persoalan menurut pendirian argumen yang spesifik,
juga menggali sumber pembuktian yang menjajikan untuk membujuk audiens
Status
(penderitian argumen)
Dalam
sebuah kontrover hukum, dakwaan dari pihak penuntut dan klaim balik dari pihak
pembela membentuk pokok persoalan, yakni masalah yang diperkarakan, yang pada
gilirannya dikelompokkan ke dalam salah satu dari 4 pendirian argumen (dalam
bahasa Latin, status atau constitution) dengan kata lain, pendirian yang
diandaikan oleh pihak pembela, Cicero secara ringkas menggambarkan sistem ini
dalam De inventione 1:10
Segala
sesuatu yang di dalamnya memuat kontorversi, yang dibahasa dalam pidato dan
debat, melibatkan pertanyaan tentang fakta, debat, melibatkan pertanyaan
tentang fakta, atau tentang definisi, atau tentang hakikat atau sifat suatu
tindakan, atau tentang proses hukum, karena itu, pertanyaan yang darinya semua
perkara muncul disebut status, atau pokok perkara. Pokok perkara ini konflik
pertama mengenai jawaban terdakwa yang muncul dari sanggahan terhadap tuduhan,
dalam bentuk: kamu melakukan, aku tidak melakukan. Bila perdebatan mengenai
fakta, pokok perkara bersifat dugaan, sebab jawaban terdakwa di dukung oleh
dugaan atau proses penyimpulan misalnya kamu melakukannya: aku tidak. Tetapi,
bila pokok perkara menyangkut definisi pokok perkara itu bersifat definisional,
sebab makna istilah yang bersangkutan harus dijelaskan dalam kata (misal, kamu
melakukannya: ya tetapi bukan pencurian). Bila yang diperiksa adalah hakikat
atau sifat suatu tindakan, pokok perkara bersifat kualitatif, mengingat
kontroversi menyangkut nilai suatu tindakan dan jenis atau sifatnya misal kamu
melakukannya, ya tetapi aku tidak bermaksud, atau aku tak punya pilihan. Tetapi
bila jawaban terdakwa tergantung pada keadaan, dimana kasusnya tampaknya dibawa
oleh orang yang keliru, atau bahwa ia yang membawa adalah orang benar, tetapi
ke hadapan orang keliru, atau di hadapan
pengadilan yang keliru, atau pada waktu yang keliru, di bawah UU yang keliru,
atau atas tuduhan yang keliru, atau hukuman yang keliru, pokok perkara bersifat
pengalihan, sebab tindakan yang bersangkutan tampaknya memerlukan pengalihan ke
pengadilan lain atau perubahan dalam hal bentuk pembelaan, salah satu dari
pokok perkata niscaya dapat di terapkan dalam setiap jenis kasus, sebab kalau
tidak tak mungkin ada kontroversi
Sumber
pembuktian. 300 tahun sebelum zaman Cicero, filsuf Yunani Aristoteles dalam
buku pegangan karangannya, On Rhetoric, mengindentifikasi dua macam sarana
persuasi yang dapat digunaakn untuk memenangkan perkara atau argumen. Ia
menyebutnya pembuktian tanpa keterampilan (non arsistic proof) dan pembuktian
dengan keterampilan (artistic proof). Pembuktian tanpa keterampilan adalah
pembuktian yang dilakukan oleh si pembicara tanpa menggunakan keterampilannya,
misal perjanjian tertulis dan pernyataan para saksi, sedangkan sarana persuasi
dengan keterampilan, dimana pembicara melakukannya dengan memanfaatkan
keterampilannya, terbagi menjadi 3: logos (argumentasi rasional), ethos
(penyajian karakter), dan pathos (menggugah emosi audiens). Cicero mengadopsi
skema Aristotelian ini, sebagaimana tercermin dalam ucapan Autonus salah satu
tokoh utama dalam De Oratorem ketika ia menggambarkan pendekatannya dalam
menggarap tahap awal langkah penemuan:
Dengan
demikia, setelah menerima suatu kasus dan mengenali jenisnya, hal pertama yang
dilakukan ketika mulai menangani perkara adalah menetapkan titik acuan untuk seluruh bagian pidato yang secara
khusus memusatkan perhatian pada penilaian atas pokok perkara sendiri yakni
status. Setelahnya menimbang dengan sangat hati – hati dua unsur lanjutan: yang
pertama dukungan kepada pihak kita atau mereka yang kita belam yang kedua
terarah pada menggerakan pikiran audiens ke arah yang diinginkan. Jadi metode
yang digunakan dalam seni berpidato seluruhnya berdasar pada 3 sarana persuasi:
membuktikkan bahwa pendapat kita benar yakni logos, memenangkan audiens yakni
ethos, dan membujuk pikiran mereka untuk merasakan dari kasus yang bersangkutan
yakni pathos, sekarang untuk tujuan pembuktian, si orator punya 2 macam bahan
yang dapat digunakan, pertama hal yang bukan berasal dari pikiran si orator
tetapi melekat pada persoalan kasus yang bersangkutan, dan si orator
menyusunnya sedemikiran rupa sehingga tertata dengan baik. Hal itu misalnya
dokumen, kesaksian, kesepakatan, bukti yang diperoleh dari penyiksaan, hukum,
dekrit Senat, preseden hukum, keputusan hakim, opini hukum, dan apa saja yang
tak ditemukan oleh si orator sendiri, tetapi tersajikan di hadapannya oleh
karena kasus itu sendiri dan pihak terlibat, kedua, hal yang seluruhnya
tergantung pada penalaran dan argumentasi si orator. Jadi, ketika menangani
bahan jenis pertama, orang harus
memikirkan bagaimana memperlakukan argumen: sedangkan yang kedua adalah soal
menemukan argumen (De Orantore 2.114 – 17)
Apa
yang biasa disebut sarana persuasi dengan keterampilan, yakni sarana yang
dipikirkan atau diciptakan oleh si pembicara, kerap menggunakan patron argumen
(topics), atau pola umum (commonplaces). (Loci Communes dalam bahasa Latin)
pola umum atau strategi logika stereotip atau premis yang terakhir ini kerap
digunakan dalam konteks etika atau politik yang diatasnya seorang pembicara
dapat membangun argumen logisnya atau daya tarik karakter dan emosi yang
dikehendakinya
Gagasan
yang kini sedang mulai dirangkainya, demikian Antonius menuntun pada kesimpulan
(mengingat bahwa segala hal yang dipersoalkan, tergantung bukan pada masing
pribadi yang sangat banyak jumlahnya atau berbagai peristiwa yang tak habisnya,
melainkan pada kasus umum dan pada sifat kategori yang terkait, dan terlebih
bahwa kategori ini bukan berjumlah terbatas, melainkan juga bahkan sangat
sedikit, mereka yang berminat mengasah diri dalam seni berpidato harus
menguasai bahan yang terkait dengan setiap kategori, yang ditandai
diperlengkapi, dan dibedakan menurut semua pola umum, yakni menurut materi dan
gagasannya. Pola umum dengan sendirinya akan menghasilkan kata yang menurutnya,
dalam konteks apapun, cukup terhormat kalau kata itu muncul sedemikian rupa
dari materi itu sediri, dan kalau mau tau kebenaran, sekurangnya sebagaimana dia
melihatnya sebab tak dapat menegaskan
apapun kecuali pandangan dan pendapatnya sendiri tentang perkara ini, harus
membawa perlengkapan berisi kasus umum dan abstrak ini ke dalam forum, sebab
tak boleh mencari pola umum yang darinya argumen dapat diungkap, begitu sebuah
kasus dipercayakan kepada kita, tentu setiap orang hanya memberi pertimbangan
secukupnya akan memahami argumen seperti itu secara rinci melalui penerapan dan
pengalaman, pada saat yang sama, pikiran harsu terarah kembali pada sumber dan pola
umum, seperti telah disebut, yang darinya mengalir segala sesuatu yang dapat
digali dan ditemukan untuk segala pidato. Sesungguhnya, segalanya mengerucut ke
sini (entah apakah soalnya menyangkut keterampilan atau penyelidikan atau
pengalaman): memahami wilayah dimana harus berburu, dan melacak apa yang
dicari. Begitu berhasil mengepung seluruh wilayah dengan jejaring pikiran,
sekurangnya jika pengalaman praktik telah mengasah keterampilan tak satu pun
akan luput darinya dan segala sesuatu tentang perkara akan kembali dan jatuh ke
dalam kuasa (De Orantore 2. 145 – 47)
Logos
(argumentasi rasional). Argumentasi rasional memiliki fondasi pada dua proses
dasar, induksi dan deduksi. Para pembicara zaman ini masih mengandalkan senjata
logika ini untuk menenangkan argumen: induksi dengan menggunakan contoh dan
deduksi dengan penalaran silogistik. Contoh atau analogis, boleh bersifat
fiktif atau berdasarkan sejarah, dan darinya dapat beragumen dengan menarik
sebuah kesimpulan yang mungkin tentang pokok yang dipersoalkanm kemudian
menawarkan suatu penerapan umum atau universal yang ditarik dari contoh
spesifik yang bersangkutan. Argumen semacam itu pada umumnya memiliki 3 unsur:
pertama, menyajikan satu kasus atau lebih yang mirip, kedua, menyajikan satu kasus
atau lebih yang mirip, kedua menyatakan poin ingin diyakinkan, yang mengacu pada kasus yang
mirip tadi, dan ketiga, menarik kesimpulan yang menegaskan poin keyakinan atau
menunjukkan dampak apa yang mengikuti sebuah silogisme memilki bentuk dasar
berupa premis mayor, premis minor, dan kesimpulan, misal semua manusa dapat
mati, Cicero adalah manusia jadi Cicero dapat mati, dalam pidato dan argumen
lisan, pembicara kerap mengandalkan premis yang sekadar kemungkinan dan tak
pasti, dan kadang bahkan menghilangkan premis minor, dan dengan demikian
silogismenya menjadi: Cicero dapat mati, karena semua manusia dapat mati.
Silogisme seperti ini disebut sebagai silogisme retoris, juga dikenal dengan
istilah enthymeme, dalam bentuknya yang paling panjang, yang terdiri dari 5
unsur dan disebut sebagai epicheireme, premis mayor dan minor dalam sebuah
silogisme didukung dengan argumen lebih lanjut, kemudian kesimpulan di tarik.
Sebuah argumen jenaka yang menggambarkan induksi (yakni menggunakan contoh atau
analogi) di paparkan oleh Cicero dalam De Inventione (1.51 – 52) dalam tulisan
Aeschines Socraticus, Sokrates menunjukkan sebuah argumen yang dikisahkan
diajukan oleh Aspasia kepada Xenophon dan istrinya, jika suami dan istri ini
menginginkan pasangan terbaik. Afirmasi diberikan pada pernyataaan tak
diperdebatkan bahkan poin yang tampak masih meragukan, ketika ditanyakan
melalui analogi di terima sebagai benar, berkat metode yang digunakan dalam
menanyakannya
Dalam
teks berikut (De Inventione 1.58 -59): Cicero menggambarkan penalaran deduktif
dalam uraiannya tentang epicheireme, silogisme panjang, yang terdiri atas 5
bagian, tetapi perhatikan bahwa dalam membuktikkan premis mayor di sini,
induksi yakni penggunaan contoh juga dimanfaatkan: mereka yang berpendapat bahwa
suatu silogisme harus diargumentasikan dalam 5 bagian mengatakan bagian pertama
menyatakan tesis argumen dengan cara ini: hal yang dilakukan dengan
perencanaan, lebih baik daripada yang dilaksanakan tanpa rencana. Mereka
menempatkannya sebagai bagian pertama dan mereka percaya bahwa itu harus
diperkuat dengan berbagai alasan dan dengan ekspresi meluap. Ketika proposisi
telah dibuktikan dengan cara demikian dan dua bagian silogisme telah selesai,
harus menyatakan yang hendak ditunjukkan di bagian ketiga yakni premis minor,
bersumber dari gagasan dalam premis mayor, seperti dari segala sesuatu tak ada
yang lebih teratur daripada alam semesta. Dalam bagian ke 4, mereka
mengemukakan bukti lain untuk mendukung premis ini: sebab kemunculan dan
keteraturan konstelasi bintang mempertahankan tatanan yang pasti, dan perubahan
musim setiap tahun berlangsung buka hanya dengan cara yang selalu sama,
melainkan juga selaras demi kemaslahatan seluruh alam, dan pergantian siang dan
malam, dalam saat perubahannya sama sekali tak pernah membahayakan apapun,
sekali tak pernah membahayakan apapun. Semua poin ini adalah bukti bahwa
hakikat alam semesta diatur oleh semacam rancangan luar biasa, dalam bagian ke
5, mereka menarik kesimpulan yang sekadar mengeksplisitkan deduksi yang tak
terelakkan dari semua bagian sebelumnya, seperti ini: jadi alam semesta
dikelola dengan suatu rancangan, atau setelah dengan ringkas menggabungkan
premis mayor dan minor dalam 1 pernyataan, mereka menambahkan konsekuensi
darinya, seperti ini jadi kalau hal yang dikelola dengan perencanaan terkelola
dengan lebih baik daripada hal yang dikelola tanpa perencanaan, dan dari segala
sesuatu tak satu pun yang dikelola dengan lebih baik daripada alam semesta,
maka alam semesta dikelola dengan suatu
rancangan, menurut mereka, argumen ke 5 bagian itu terstruktur dengan cara
demikian
Ethos
(argumen berdasarkan karakter): cara atau sumber pembuktian kedua adalah ethos,
atau karakter, yakni persuasi melalui presentasi yang efektif berdasarkan
karakter si pembicara, atau karakter orang yang dibelanya, tujuannya adalah
memenangkan persetujuan dan memperoleh kekaguman dari audiens, yang pada
akhirnya membuat lebih simpatik pada argumen, penggambaran karakter negatif
atas lawan juga merupakan cara efektif untuk membantu pendengar berpihak pada
sudut pandang. Dalam teks dari De Orantore (On The Ideal Orator 2.182 – 84).
Cicero memaparkan efektivitas persuasi yan gmungkin di capai melalui
penggambaran karakter: demikian karakter, adat kebiasaan, perbuatan, dan
kehidupan, baik dari mereka yang melakukan pembelaan maupun mereka yang
dibelanya, memberi kontribusi sangat penting untuk memenangkan sebuah kasus,
hal ini harus diakui dan unsur terkait dalam pihak lawan harus ditolak. Sejauh
mungkin, pikiran audiens harus dimenangkan: mereka harus merasa positif
terhadap si orator dan kliennya. Pikiran orang dapat dimenangkan dengan
prestise seseorang, prestasi, dan reputasi yang diperolehnya dengan cara
hidupnya. Tetapi dalam kondisi apapun, efeknya akan bertambah melalui nada suara
yang ramah dari pihak si orator, ekspresi wajah yang mengisyaratkan
pengendalian diri dan sopan santun dalam penggunaan katanya, dan jika terpaksa
dapat menekankan beberapa poin dengan agak berapi, seraya bertingkah pura –
pura melawan kecenderungan, tanda sifat luwes dari pihak si orator dan klien
juga cukup berguna, sama halmya seperti tanda sifat murah hati, lembut hati,
kesetiaan pada kewajiban, sifat tau terima kasih, dan tak penuh nafsu atau
keserakahan sesungguhnya segala sifat yang tipikal pada orang baik dan tak suka
menonjolkan diri yang tidak kaku, yang tidak keras kepala, tidak suka membuat
perkara, tidak kasar, sungguh dapat memenangkan simpati dan mengalihkan audiens
dari mereka yang tidak memiliki sifat itu. Demikian, pertimbangan yang sama
harus didayagunakan untuk menempelkan sifat yang berkebalikan pada lawan kita.
Tetapi cara berbicara seperti ini efektif dalam kasus dimana tak banyak
kesempatan untuk menggugah emosi tajam dan sengit demi membakar hati juri.
Tidak harus berapi – api. Kerap kali justru berbicara dengan tenang, kalem, dan
lembut, hal ini efektif terutama untuk membuat pihak tertentu menjadi tampak
menarik bagi audiens. Dengan pihak tertentu bukan hanya yang tertuduh,
melainkan semua saja yang kepentingannya sedang dipertaruhkan sebab kata itu
dipakai pada zaman dulu. Menggambarkan karakter mereka dalam pidato sangat
berpengaruh. Jika ditangani denga serasi dan cita rasa tinggi, ia akan sangat
berdaya entah ketika disampaikan dalam prolog atau ketika menceritakan fakta
atau ketika menyimpulkan pidato sehingga kerap kali lebih berpengaruh daripada
kasuss itu sendiri. Banyak hal telah berhasil ditangani dengan berbicara cermat
dan cita rasa terentu, sedemikian sehingga pidato dikatakan membentuk citra
karakter si orator, mendayagunakan pemikiran dan kata tertentu, juga disamping
itu memanfaatkan cara penyampaian yang lembut dan memperlihatkan keluwesan,
membuat pembicara tampak sebagai orang baik – baik, sebagai orang yang bersifat
mulia, sebagai orang terpuji
Dalam
kebanyak kasus, persuasi melalui ethos disajikan secara halus dan dalam
keseluruhan pidato (Cicero mengibaratkannya seperti darah yang mengaliri tubuh),
lalu pada akhir pidato atau argumen, ditariklah gambaran tertentu bagi
pendengar, baik tentang si pembicara maupun lawannya, dan kerap pula tentang
orang lain yang berkaitan dengan argumen atau kasus yang di persoalkan.
Misalnya dalam pembelaannya terhadap Roscius dari America pada 80 SM yang
menghadapi tudukan dari kejahatan keji yakni membunuh ayahnya sendiri, Cicero
berulang kali dan secara konsisten menggambarkan kliennya sebagai seorang
petani biasa dan bersahaja, yang karakternya tak mungkin memicu pikiran ke arah
kejahatan mengerikan seperti membunuh orang tua, di sisi lain musuh Roscius,
dirongrong oleh sifatnya yang meluap dan terdorong oleh kerakusan, serta
kelancangannya sanggup melakukan hal biadab, seperti ditunjukannya dalam teks
pendek di tengah pidato ini:
Dalam
hal ini, mungkin melewatkan apa yang barangkali merupakan argumen yang sangat
kuat untuk mempertahankan bahwa Roscius tidak bersalah fakta bahwa kejahatan
semacam ini pada umumnya tidak muncul di lingkungan perdesaan, pada cara hidup
yang bersahaja, suatu hidup yang apa adanya dan polos. Sebagaimana tak akan
menemukan sembarang tanaman atau sembarang lahan, demikian tak sembarang cara
hidup. Cara hidup di kota membiakkan sifat boros, dan dari sifat boros niscaya
berkembanglah keserakahan, dan dari keserakahan menyuaraklah sifat lancang yang
darinya lahir segala kejahatan dan perbuatan buruk, di sisi lain, cara hidup
pedesaan seperti ini, adalah guru dari sifat hemat, ketekunan, dan keadilan
(Pro Roscio Amerino 75). Penggunaan cara pembuktian berdasarkan karakter yang
lebih terang – terangan dapat ditemukan dalam sepenggal pidato yang berasal dari masa ketika Cicero menjabat
sebagai konsul pada 63 SM. Menjelang akhir tahun jabatannya, Cicero membongkar
suatu rencana untuk menggulingkan pemerintah yang di dalangi oleh Catiline,
seorang keturunan bangsawan, tetapi kemudian menjadi senator yang sangat ambisius,
dan culas yang sekaligus merupakan salah satu pesaing Cicero menuju jabatan
konsul pada tahun sebelumnya, setelah melaporkan Catiline dalam sebuah rapat
Senat, Cicero berbicara kepada rakyat Roma di sebuah forum publik, menyajikan
kepada mereka fakta di sekitar dan konspirasi, dalam pidato ini, ia menggunaakn
argumen berdasarkan karakter secara terang – terangan dan tak tanggung, sebab
berupaya membuat perbandingan mencolok antara dirinya sendiri serta warga
negara Roma yang setia dan Catiline serta para pengikutnya yang busuk moralnya.
Seperti tampak jelas dalam teks (In Catilinam 2.22-25) tak ada kehalusan
bermain, melainkan sesuatu yang lebih mirip dengan pembunuhan karakter. Juga
pantas dicatat bahwa serangan adhominem dan pembuktian berdasarkan karakter,
yang di ruang persidangan sekarang lebih kerap di larang, pada zaman Romawi
bukan hanya diizinkan, melainkan juga bahkan ditunggu
Golongan
Cateline, orang yang dipilihnya sendiri, atau berkembang dari orang terdekat.
Golongan kalangan orang yang melakukan hal tidak benar. Kalau mereka tidak
binasa, ketahuilah, Republik akan tetap menjadi lahan perkembangbiakan bagi
orang seperti ini, meski telah binasa. Lagipula apa yang diinginkan oleh para
bedebah seperti itu. Segerakanlah untuk menyerang orang Catiline dan
memperjuangkan sikap tau diri
Pathos
(argumen berdasarkan tarikan emosi). Sumber pembuktian ketiga adalah pathos,
atau persuasi yang dimenangkan dengan menarik emosi audiens. Tujuan pembicara
mengayun atau menggerakan (movere dalam bahasa Latin) perasaan para pendengar
sedemikian rupa sehingga mereka secara emosional akan memihak padanya, menarik
emosi adalah sebuah taktik yang sama tuanya dengan seni pidato itu sendiri,
orang Yunani dan Romawi mendayagunakan baik daya tarikn verbal maupun non
verbal. Sokrates, dalam pembelaan yang
disebut Apologu, menegaskan bahwa ia tak hendak memanfaatkan tarikan emosi, Cicero
sadar akan besarnya kekuatan argumen berdasarkan tarikan emosi, bahkan kerap
menyebutnya sarana persuasi yang paling efektif baginya ethos melibatkan
pengetahuan dan eksploitasi atas emosi halus, sedangkan pathos berkenaan dengan
emosi yang lebih kasar. Dalam De Oratore (2.183.87) Anthonius sebagai
mitrawicara melanjutkan deskripsi mengenai pathos:
Yang
terkait dengan hal ini yakni ethos kendati pada tingkatan berbeda adalah cara
berbicara yang lain, yang mengaduk hati para juri dengan cara yang agak
berbeda, yang mendorong mereka untuk membenci atau mengasihu, untuk iri dengki
terhadap seseorang atau memperjuangkan keselamatannya, untuk takut atau
berharap, untuk takut atau berharap, untuk mau membantu atau enggan, untuk
merasakan sukacita atau nestapa, untuk mengasihani atau merasa ingin menghukum,
atau dibawa pada perasaan apapun yang dekat dan mirip dengan emosi lain
semacamnya, tentu situasi paling ideal
bagi orator adalah ketika para juri sendiri menghadapi kasus dalam
kondisi emosi tertentu, yang cocok dengan kepentingan si orator sendiri, sebab
seperti kata pepatah, lebih mudah memacu kuda bergairah daripada menggugah kuda
yang lesu, tetapi bila tidak demikian halnya atau kalau situasinya tidak jelas,
akan menggunakan metode seperti seorang dokter yang tekun, hal ini digeakan
oleh penakluk jiwa. Selanjutnya Antonius menugaskan bahwam supaya efektif dalam
mengaduk emosi, si pembicara sendiri harus sungguh merasakan emosi yang hendak
dibangkitkan. Lantas menggambarkan bagaimana sendiri menghayati pathos, dalam
salah satu contoh lebih terkenal mengenai peragaan kelihaian:
Cicerio
pernah menyimpulkan pidato untuk Manius Aquillius, mempertahankan statusnya
sebagai seorang warga negara. Sebab dia pernah menjadi konsul dan jenderal
bagaimana pernah dihormati oleh Senat dan mendakit Bukit Capitolium dalam
perayaan ovatio. Crassus, puja dia untuk membuka pakaiannya dan membuat bekas
luka tampak yakni bekas luka didapatnya ketika bertempur atas nama negara.
Gaius Marius hadir di persidangan bersama para pendukungnya menambah kuat
kesedihan dalam pidatonya dengan air mata (De orantore 2.194 – 96)
Cicero
terkenal dengan cara menggunakan pathos secara efektif dalam pidato. Ia kerap
memanfaatkan gaya berkelas, penuh emosi, untuk mengayun perasaan juri demi
kepentingan klien. Dalam teks berikut diambil dari bagian kesimpulan atau
penutup pembelaan terhadap sahabt. Plancius, Cicero mengerahkan seluruh daya
emosi untuk memperoleh pembebasan atas klien, yang menjalani persidangan atas
tuduhan menjalankan kegiatan pemilihan umum ilegal. Beberaap tahun sebelumnya, Placius bertugas
di Tesalonika, ia menawarkan perlindungan dan bantuan kepada Cicero, yang kala
itu di asingkan dari Roma sebagai korban intrik politik musuh bebuyutan,
Clodius. Sepanjang pidato dan terutama di bagian akhir, Cicero menyinggung
pertolongan yang diberikan oleh Plancius kepadanya pada saat yang tersulit
dalam hidup, dan mengaitkan situasi sulit yang kini dialami Plancius dengan
situasinya sendiri ketika dalam pengasingan, yang dijanjikannya hal yang
tergantung pada kebaikan hati orang ini, mereka berduka cita untuknya, meratap,
bersedia berjuang untuk hidupnya, bahkan membahayakan hidup mereka sendiri.
Sebab orang yang memberikan keselamatan bagiku juga akan mampu memberikan
keselamatan bagimu. Senjtaku hanya doa, air mata, dan belas kasih. Dan
bersamaku, orang tua paling unggul tetapi malang memohon kepadamu dengan
sangat, dan kami, dua ayah, membuat pembelaan atas nama 1 orang anak. Demi kamu
dan keberuntungan, demi anak, mohon supaya jangan dengan sukarela memberikan
sumber sukacita kepada musuh, khususnya mereka yang kurugikan demi keselamatan,
sehingga mereka menggembar – gembor bahwa kamu, yang kini melupakan
keselamatan, sehingga mereka bergembar – gembor bahwa yang kini melupakan
keselamatan berdiri sebagai musuh orang yang olehnya keselamatan itu terjaga,
jangan remukkan jiwaku dengan dukacita, juga dengan ketakutan bahwa niat baik
terhadapku telah berubah, izinkan aku, berdasarkan luasnya kerahimanmu, untuk
memenuhi janji yang kerap kubuat kepada klienku, berdasarkan kemurahan hati.
Gaius Flavius akau minta dan mohon kepadamu sangat kamu selama aku menjabat
konsul menjadi sekutu semua rencana, yang terhagi kesusahan dalam marabahaya
dan penuh pertolongan dalam segala sesuatu yang kucapai dan yang selalu
menghendaki bukan hanya keselamatanku, melainkan juga kehormatan dan
keberhasilanku, melainkan juga kehormatan dan keberhasilan untuk membantu
menyelamatkan, melalui perantaan juri orang yang melaluinya seperti kau tau,
aku di selamatkan untuk melayani kamu dan mereka, air mata dan air mata kalian,
para juri untuk tak menyebut air mata sendiri, membuat tak bisa lagi berkata,
air mata yang ditengah besarnya ketakutan, tiba – tiba memberi harapan bahwa
kamu dengan menyelamatkan klien, akan memperlihatkan kedudukan yang sama dengan
menyelamatkan aku, sebab melihat air mata sekarang mengingatkanku pada air mata
yang telah sering banyak kau tumpahkan
Penyusunan.
Penyusunan adalah bagian kedua dari retorika, atau langkah persiapan kedua bagi
pembicara, setelah diperlengkapi dengan materi untuk argumen atau pidato,
setelah menentukan pokok perkara, dengan menjelajahi argumen pendukung yang di
tarik dari sumber pembuktian, dan mengindentifikasi pola umum yang melaluinya
argumen ini akan diajukan sekaranglah waktunya untuk menyusun atau menata
pidato dengan rapi ke dalam bagian. Secara umu, pidato yudisial dalam bentuknya
yang paling dasar memiliki empat bagian : pengantar atau prolog, narasi atau
pernyataan tentang pendirian dalam kasus yang bersangkutan, argumen yang memuat
penolakan atas argumen lawan, dan kesimpulan atau epilog. Pidato deliberatif
kadang memiliki struktur berbeda. Terlebih, kadang seorang pembicara merasa
perlu menambah proposisi, penyataan atau bagian argumen, atau suatu selingan,
ekskursus tentang beberapa segi yang terkait dengan kasus, kerap kali mengenai
karakter atau tindakan dari salah satu prinsip yang terkait. Dalam De Oratore
2.307-12, mitra wicara Cicero, Antonius, menanggapi komentar sebelumnya dari
sahabatnya, Catulus, dan memberi nasihat tentang penyusunan bahan:
Jadi
sekarang izinkan aku kembali pada pokok bahasan yang tadi kau agungkan, Catulus
yakni urutan dan penyusunan bahan dan pola umum, prinsipnya ada dua, yang
pertama melekat pada hakikat kasus, yang lain adalah soal penilaian dan
kepekaan yang tajam, dari si pembicara. Bahwa harus mengatakan sesuatu sebelum
membahas kasus, lalu memasuki kasus, dan setelahnya membuktikannya dengan
membangun argumen sendiri dan menolak argumen lawan, lalu menyimpulkan pidato
dan dengan demikian membawanya pada titik paripurnanya, ini termaktub dalam
hakikat seni pidato. Tetapi menentukan bagaimana hendak menata apa yang harus
dikatakan untuk memberi bukti dan mengarahkan kecenderungan para juri itulah
wilayah kerja khas yang membutuhkan kepekaan tajam si orator. Sebab selalu
banyak argumen bersiliweran di sekitar, yang tampaknya bermanfaat buat pidato
kita, tetapi beberapa darinya kurang berbobot sehingga sebaiknya diabaikan
saja. Beberapa yang lain, kendati cukup membantu, kerap kali memuat beberapa
kesalahan, semantara nilai manfaat yang mungkin di dapat darinya tak selalu
besar, sehingga nilai manfaat itu tercampur dengan beberapa poin yang
membahayakan, tetapi berkenaan dengan argumen kuat dan bermanfaat, kalau banyak
darinya masih tersisa, seperti kerap terjadi, beberapa diantaranya yang paling
tidak berbobot, atau yang sama dengan agak berbobot, disingkirkan dan dihapus
dari pidato. Aku ketika mengumpulkan argumen untuk kasus, tidak menyertakan
atau memeriksa argumen semacam itu. Selain itu seperti telah sering kukatakan,
menuntun orang menuju sudut pandang dengan 3 cara: baik dengan mengajar mereka
(logos), atau dengan memenangkan simpati mereka (ethos), atau dengan mengaduk
emosi mereka (pathos), salah satu dari metode ini harus ditampilkan dengan
terbuka, dan harus tampil begitu rupa sehingga seakan tak punya tujuan lain
selain mengajar, sementara dua yang lain harus, seperti darah dalam tubuh,
mengaliri seluruh pidato, sebab amatlah penting bukan hanya prolog, melainkan
juga bagian pidato yang lain, tentangnya sekarang akan mengatakan sesuatu,
harus memiliki daya untuk meresap ke pikiran audiens. Berkenaan dengan 2 unsur
pidato yang kendati tidak menyediakan pengajaran melalui argumen, tetap sangat
berpengaruh dengan membujuk dan menggerakan, benarlah bahwa baik pengantar
maupun akhir pidato adalah tempat yang secara khusus cocok untuknya meski
demikian, kerap kali berguna untuk beralih dari proposi yang pertahankan demi
mengaduk emosi, dengan demikian setelah pendirian dinyatakan dalam narasi,
kerap kali ada ruang untuk menyelipkan selingan demi mengaduk emosi atau hal
ini dapat pula dilakukan setelah argumen dibuktikkan atau setelah argumen
dibuktikan atau setelah argumen lawan dipatahkan, atau pada keduanya atau pada
seluruh bagian pidato, kalau ada arti penting dan substransi yang cukup untuk
itu. Sesungguhnya kasus yang paling baik untuk diamplifikasi dan diberi hiasan,
yang paling berbobit dan paling lengkap, persis adalah kasus yang paling banyak
memuat poin untuk selingan yang memungkinkan memanfaatkan pola umum yang
mendorong atau membelokkan kecenderungan emosi audiens
Pengantar
atau prolog (Exordium, Latin). Exordium atau prolog sebuah pidato adalah bagian
yang dirancang untuk menuntun audiens menuju situasi batin kondusif untuk
menerima argumen berikutnya. Demi tujuan ini, si pembicara harus berupaya
memperoleh perhatian para pendengar, menjadikan mereka reseptif dan siap
menerima argumennya dan memenagkan simpati mereka. Buku pegangan kuni pada
umumnya memuat deskripsi rinci mengenai taktik efektif untuk mencapai tujuan
ini. Orang paling awal Cicero yang sekarang masih ada (Pro Quinction, On Behalf
Of Quinctius) menampilkan contoh mengenai sebuah exordium, yang secara khusus
bertujuan memperoleh simpati dan niat baik dari para pendengarnya, seraya pada
saat yang sama menjauhkan dari lawannya, kasusnya cukup rumit, melibatkan
perdebatan tentang hak kepemilikan harta, dalam pengantarnya, Cicero dengan
efektif menggambarkan sketsa karakter yakni ethos mereka yang terlihat,
Naevius, musuh yang sangat berpengaruh dan jahat, Hortensius, tuannya, seorang
orator yang fasih dan mapan, Quinctius, orang miskin terdakwa yang ditindas,
dan Cicero sendiri, tuan dari Quinctius yang kala itu dalam posisi sangat tidak
menguntungkan dan kemampuan serta pengalamannya amat jauh bila dibandingkan
dengan lawannya. Cara Cicero menggambarkan dan menarik eprhatian Gaius
Aquilius, pemeriksa utama dalam untuk memperoleh simpati dari audiensnya demi
mempersiapkan bagian pidato selanjutnya. Dua hal yang memegang kuasa luar biada
dalam negara, daya pengaruh dan kefasihan berbicara, bertindak selau Gaius Aquilius
yang membuat waswas, sementara yang kedua meliputi rasa ngeri, sampai taraf
tertentu, terganggu dengan pikiran bahwa kefasihan berbicara Quintus Hortensius
dapat merintangi efektivitas pembelaan dalam kasus, tetapi jauh lebih takut
bahwa daya pengaruh Sextus Naevius dapat merugikan Publius Quinctius. Posisi
demikian menguntungkan, yang dimiliki oleh lawan tak perlu terlalu di ratapi
seandainya saja memiliki sekurangnya sedikit sajan, memiliki sekurangnya
sedikit saja posisi yang juga menguntungkan, tetapi sebagaimana adanya, kurang
pengalaman dan kurang berbakat, dihadapkan pada seorang advokat yang sangat
terampil bicara, sementara Quinctius, dengan sumber daya yang amat sedikit,
yang tak sangat terbatas, bersaing dengan seorang musuh yang berpengaruh, kami menanggung kerugian lain, Marcus Junius
yang beberapa kali bertindak selaku pembelaa dalam kasus ini di hadapanmu yang
memiliki banyak pengalaman dalam kasus lain dan kerap terlibat dalam kasus,
kini tak dapat hadir disini karena harus ditunjuk sebagai duta provinsi.
Demikian mereka minta bantuan, seorang yang bahkan seandainya memiliki
kualifikasi yang lengkap, tetap saja tak memiliki cukup waktu untuk mendalami
kasus yang bersangkutan sebuah kasus yang sangat penting dan rumit, dengan
banyak pokok perdebatan, kini menjadi kegagalan dalam kasus. Sebab yang tak
kumiliki adalah bakat, mengandalkan ketekunan, dan besarnya nilai ketekunan ini
tak akan sungguh dipandang, kecuali tersedia, cukup waktu, dan ruang. Semakin
banyak kerugian di pihak, Aquilius semakin seksama pula dan rekan pemeriksa
harus mendengarkan kata kami, sehingga kebenaran, yang saat ini dilemahkan oleh
begitu banyak keadaan yang tidak menguntungkan pada akhirnya dapat dihiduplan
kembali oleh orang terhormat yang tak memihak, tetapi jika sebagai hakim, di
hadapan kekuasaan dan daya pengaruh, tampak tak sanggup menyediakan
perlindungan apapun kepada keterasingan dan keadaan serba kekurangan ini, kalau
dihadapan majelis, kasusnya lebih ditentukan oleh ketersediaan sumber daya
daripada kebenaran, maka tentu tak ada lagi yang sakral, tak ada lagi sarana di
mana otoritas dan keutamaan hakim akan dapat meghibur kerendahan hati warga
negara biasa. Tak diragukan, entah kebenaran akan tegak dihadapan dan rekan
pemeriksaan, atau diusir dari tempat ini oleh kuasa dan daya pengaruh,
kebenaran itu tak akan mendapat tempat disini
Bahaya
menimbulkan kekuatan besar dalam diri klien, mengingat bahwa seluruh nasib
tergantung pada keputusan, pikiran tentang kuada sering memasuki batin, sama
seringnya dengan sikap yang tak memihak, sebab begitulah biasanya mereka hidup
berada dalam kuasa orang lain lebih kerap berpikir tentang apa yang bisa
dilakukan oleh orang yang punya kuasa
dan otoritas atanya, daripada apa yang harus dilakukannya sendiri, kedua
Publius Quinctius menghadapi lawan bernama Sextus Naevius, tetapi nyatanya
lawannya adalah orang yang sangat terampil berbicara sangat pemberani, dan
paling makmur di negara kita, yang membela Naevius dengan menyatukan segala
kekuatan dan sumber daya yang amat besar kalau membela berarti menunduk patuh
pada keinginan pihak lain supaya lebih mudah menindas siapa saja yang dia mau
dengan suatu persidangan yang tidak adil, sebab apakah yang lebih tidak adil
atau lebih tercela daripada kenyataan bahwa yang sedang membela hak sipil,
reputasi, dan keselamatan orang lain, harus berbicara lebih dulu, Quintus
Hortensius yang dalam persidangan ini bertindak selaku penuntut yang diberkati
dengan bakat luar biasa dan diperlengkapi dengan kefasihan berbicar, akan
berpidato untuk melawanku? Demikian terjadilah yang wajib menahan serangan
musuh dan menyembuhkan luka yang diakibatkan oleh mereka, terpaksa melakukannya
bahkan sebelum musuh melancarkan serangan, sementara mereka diberi waktu untuk
menyiapkan serangan dan ketik daya untuk menghindari serangan gencar dari
mereka direbut dari kami, dan ketika seandainya mereka melontarkan tuduhan
palsu seperti panah beracun, sebagaimana mereka telah siap melakukan, tak akan
ada kesempatan bagi kami untuk mengenakan penangkal yang sesuai, karena Publius
Quinctius yang telah dibuat tak berdaya dan dirundung kesulitan begitu banyak
dan besar, berlindung dalam kredibilitas, Aquilis dalam kejujuran dalam bela
rasa dan karena sampai saat ini kekuatan musuh telah menjadikan tak mungkin
menemukan keadilan yang sama atau kemampuan sama untuk menemukan majelis hakim
yang tak memihak, dan karena oleh ketidakadilan yang begitu besar, segala
sesuatu telah menjadi berbahaya dan tak memihak padanya, ia minta dan mohon
kepada Aquilius dan para anggota majelis ini untuk membiarkan sikap tak memihak
yang telah terdesak dan terhempas oleh banyak tindak ketidakadilan supaya tegak
kembali dan beroleh kekuatannya kembali, sekurangnya di tempat ini (Pro P
Quinction 1-8, 10)
Narasi
atau pernyataan fakta (Narratio, Latin). Bagian besar kedua dari pidato adalah
narasi atau penyataan fakta (narration, Latin( tentu fakta dapat menjadi sebuah
istilah cair dan gagasan tentang memelintir cerita sudah setua seni berpidato
itu sendiri, setiap pembicara berupaya menyatakan menurut versinya sendiri,
dengan cara paling menguntungkan untuk mendukung argumen, buku pegangan
retorika membertahu bahwa nerasi idela harus memiliki 3 sifat: singkat, jelas,
dan punya daya pengaruh atau masuk akal. Salah satu contoh tentang narasi efektif
dalam karya pidato Cicero adalah pembelaannya atas Titus Annius Clodius
(Clodius yang sama dengan yang menganjurkan pengasingan Cicero), ketika kedua
belah pihak bertemu di Jalan Appia (Appian Way) pada Januari tahun 52 SM.
Sementara pertemuan mungkin saja terjadi secara kebetulan. Cicero bersikeras
menunjukkan bahwa kliennya, Milo yang kala itu sama sekali tak menaruh curiga,
tiba di sergap dengan sengaja oleh Clodus, lalu dalam perkelahian, Clodius
terbunuh oleh pelayan setia Milo
Publius
Clodius telah berniat mengacaukan dengan segala macam tindak kriminal selama
masa jabatannya sebagai praetor, ia menyaksikan bahwa pemilihan umum tahun
sebelumnya telah ditunda sehingga ia akan mampu mempertahankan jabatannya
selama beberapa bulan, dan tak seperti orang lain, ia benar – benar memiliki
perhatian terhadap tingginya kehormatan
dalam jabatan politik, ia halnya tertarik pada Lucius Paulus, seorang
warga negara yang jasanya tiada duanya tidak pernah tipu daya seperti koleganyam
dan untuk memiliki setahun penuh untuk menghancurkan negara berkeping – keping
karena segera mengakihkan masa pencalonannya dari tahun seharusnya ke tahun
berikutnya, bukan seperti kerap terjadi, karena keraguan religius, melainkan
seperti dinyatakannya sendiri, supaya ia memiliki setahun penuh tanpa gangguan
untuk menjabat sebagai praetor artinya untuk menggulingkan negara. Masa jabatan
praetor lumpuh tanpa daya seadainya Milo terpilih menjadi konsul dan diamatinya
Milo, berkat kesepahaman di kalangan rakyat Roma, berpeluang besar menjadi
konsul. Clodius segera memberi dukungan kepada para pesaing Milo, dengan syarat
bahwa hanya ia sendiri yang mengendalikan seluruh kampanye bahkan bertentangan
dengan kehendak mereka, dan bahwa ia akan untuk memakai katanya sendiri,
mengurus seluruh pemilihan umum dengan tangannya sendiri, ia mengumpulkan suku,
memakluman diri menjadi perantara mereka, mendaftarkan suku baru Colline dengan
menarik pungutan dari para warga negara yang paling royal. Tetapi hari demi
hari, semakin ia berulah, semakin kuat Milo. Ketika Clodius yang kala itu
sangat siap untuk melakukan segala macam kejahatan, mengetahui bahwa orang
paling berani, musuh bebuyutan, terjun bertaruh untuk menjadi konsul ketika ia
sadar bahwa fakta ini telah dinyatakan bukan hanya dalam desas – desus
melainkan juga dalam suara yang diberikan oleh rakyat Roma, ia mulai
menanganinya dengan terbuka dan menyatakan terangan bahwa Milo harus dibunuh.
Dari Pegunungan Apenina ia turunkan para budak yang kasar nan barbar, mereka
yang telah membumihanguskan hutan dan mengacaukan bangsa Etruria. Sebab
menyatakan terangan bahwa kalau jabatan konsul tak mungkin di renggut dari
Milo, sekurangnya nyawanya dapat, kerap kali hal ini Ia tunjukkan dalam Senat,
ia menyatakannya dalam rapat publik. Terlebih ketika si pemberani Marcus
Favonius bertanya kepadanya apa yang ia inginkan dalam emosinya, yang meluap
itu selama Milo hidup, ia menjawab bahwa Milo akan mati dalam 3 atau paling
lama 4 hari, setelah pernyataan segera di laporkan oleh Favonius kepada Marcus
Cato. Sementara itu karena Clodius tau dan tak sulit menggali informasi dari
orang Lanuvium bahwa Milo sebagai diktator kehormatan Lanuvium, harus pergi ke
sana 18 Januari, karena diwajibkan oleh ritual dan hukum, untuk mengumumkan
pemilihan umum seorang imam (flamen), Clodius segera berangkat dari Roma sehari
sebelumnya, supaya demikianlah kisahnya, ia dapat melakukan penyergapan atas
Milo di hadapan tanah miliknyak apalagi ia berangkat seraya harus meninggalkan
sebuah rapat publik panas yang di selenggarakan hari itu, dan rapat kehilangan
semangatnya yang meluap, sebuah rapat yang tak mungkin hendak ditinggalkannya,
kalau keinginannya tak begitu kuat untuk merancang waktu dan tempat
kejahatannya dengan sedemikian tepat
Disisi
lain Milo setelah menghabiskan seluruh hari di Senat sampai rapat di bubarkan
pulang, berganti sepatu dan pakaian menunggu istrinya bersiap, berangkat tepat
pada saat Cilodius seharusnya sudah kembali ke Roma, kalau ia benar bermaksud
demikian pada hari itu, ia ditemui oleh Clodius yang tanpa beban, menunggang
kuda tanpa kereta, tanpa barang bawaan, tanpa rombongan pengiring orang Yunani
seperti biasanya, tanpa istrinya, di sisi lain seseorang yang konspirator itu
yang diduga telah merencanakan perjalanan untuk membunuh, menunggang kuda
dengan kereta, berpakaian jubah layaknya orang bepergian, diiringi rombongan
perempuan begitu banyak, sebagian besar pelayan dan pesuruh. Bertemulah ia
dengan Clodius di depan tanah miliknya pada jam 5 sore, atau sekitar itu.
Segeralah beberapa pria bersenjata yang disiagakan di tempat tinggi menyerang
klien, yang lain menghalangi kereta, lalu membunuh kusirnya, tetapi ketika Milo
melepas jubahnya melompat dari kereta, dan sedang membela diri dengan gagah
berani, beberapa orang Clodius dengan pedang terhunus, berlari ke arah kereta
untuk nenyerang Milo dari belakang, beberapa yang lain, karena mengira Milo
telah terbunuh, mulai membunuh budak pengikut. Beberapa budak, waspada dan
setia kepada tuannya, terbunuh. Beberapa yang lain ketika melihat perkelahia
yang terjadi di sekitar kereta dan tak kuasa menolong tuannya, dan ketika
mereka mendengar dari Clodius sendiri bahwa Milo telah terbunuh dan
memercayainya, budak Milo (Pro Milone 23 – 29)
Konfirmasi
atau pembuktian (Confirmatio, Latin). Bukti atas penderitaan seseorang, dimana
si orator mengandalkan terutama argumentasi rasional untuk persuasi pada
umumnya mengikuti narasinya. Dalam beberapa kesempatan si pembicara dapat
memilih untuk mengemukakan bagian konfirmasi dengan suatu partisi
(partitio,Latin) di mana ia secara ringkas menguraikan pada pokok mana saja
yang ia sepakat dengan lawannya, dan pokok mana saja yang masih diperdebatkan
atau lebih seringm ia menyebutkan dengan runut apa yang hendak di diskusikan
dalam bagian pembuktian, mengenai confirmatio, Cicero mengatakan dalam karya De
Inventione: konfirmasi atau pembuktian adalah bagian pidato dimana pendirian
kita mendapatkan kepercayaan, keabsahan, dan dukungan melalui penyusunan
argumen semua proposisi dikonfirmasi dalam argumen dengan ciri orang atau ciri
tindakan, menggolongkan yang berikut ke dalam ciri orang: nama, kodrat, cara
hidup, nasib, kebiasaan, perasaan, minat, cita, pencapaian keberuntungan,
tuturan yang dibuat,sedangkan ciri tindakan untuk sebagian bersesuaian dengan
tindakan itu sendiri dan untuk sebagian terkait dengan bagaimana pelaksanaan
tindakan, sebagian bersifat tambahan terhadap tindakan, dan sebagian lagi
merupakan akibat yang mengikuti pelaksanaan tindakan. Tetapi setiap argumen
ditarik dari pola umum yang telah di sebutkan akan punya 2 kemungkinan, sebab
untuk mendefnisikan ringkas, sebuah argumen merupakan suatu yang dirancang
untuk menunjukkan sebuah pokok yang boleh jadi atau untuk membuktikkan tanpa
dapat disanggah. Hal terbukti tanpa dapat disanggah adalah apa yang tidak
mungkin terjadi atau tidak dapat dibuktikan sebaliknya, hal yang boleh jadi
adalah sesuatu yang pada umumnya biasa terjadi, atau yang pada umumnya ada
sebagai kepercayaan wajar masyarakat atau yang di dalamnya memuat beberapa
kemiripan dengan sifat ini entah kemiripan itu sungguh atau palsu (De
Inventione 1.34, 37, 44, 46)
Lalu
Cicero melanjutkan dengan menguraikan setiap kategori dan sub bagian, teks
berikut diambil dari bagian confirmatio pidato pembelaan Cicero terhadap Milo,
ingat bahwa untuk membela klien, Milo yang didakwa membunuh Clodius, Cicero
berupaya membuktikkan bahwa Clodius sesungguhnya merancang penyergapan terhadap
Milo, yang waktu itu sekadar membela diri di hadapan serangan. Teks ini
menggambarkan beberapa argumen yang di dasarkan pada prinsip pembuktian dan
argumentasi yang sebelumnya, disebut oleh Cicero, khususnya gagasan tentang
keboleh jadian. Dalam kaitan dengan hal itu, Cicero dalam pidatonya mengutip
maksin hukum terkenal dari Cassius Longinus, Cui bono
Milo
menguntunkan bagi Clodius tetap hidup, sedangkan bagi Clodius kematian Milo
adalah tercapainya segala sesuatu yang telah sangat diinginkannya bahwa
kebencian sama sekali, bahwa Clodius terbiada menggunakan kekerasan, sedangkan
Milo hanya terbiasa membela diri darinya bahwa Clodius mengancama dan terang –
terangan sudah meramalkan kematian Milo, sedangkan hal seperti itu tak
terdengar dari Milo, Clodius mengetahui hari keberangkatan Milo, tetapi hari
kembalinya Clodius tak diketahui, perjalanan Milo memgumumkan secara terbuka
bahwa ia akan kembali pada hari itu, tak ada detail dari rencana Milo yang
berubah sedangkan Clodius meereka alasan untuk mengubah rencana Milo. Kalau dia memang melancarkan
penyergapan, harus menunggu senja di dekat kota, sedangkan Clodius kalau sama
sekali tak takut kepada Milo, masih akan punya alasan untuk takut mendengar ke
kota pada malam hari. Sekarang mari
periksa faktor kunci dalam keseluruhan perkara yakni pihak mana yang punya
posisi lebih menguntungkan untuk melakukan penyergapan di tempat dimana mereka
telah bertemu.Clodius berkat fondasinya yang kokoh, ribuan kuat dapat
terampung, milo akan menganggap bahwa ia akan peroleh keuntungan atas musuhnya
yang berada di posisi komando yang tinggi, sehingga dengan demikian ia memilih
tempat itu untuk bertarung di antara tempat lain, pompeius lokasinya di berada
di tempat di Alsium. Ia kalah karena kadang karena menyamun terbunuh oleh
musafir, dan kendati Cloudius yang siap tempur, Clodius sesungguhnya seorang
perempuan yang menyerbut lokasi (Pro Milone, 52
- 55 yang perku berjalan seiring dengan pembuktian atas pendirian atau
argumen adalah sunggahan terhadap argumen lawan
Dukungan
terhadap argumen harus dibangun dengan menghancurkan argumen lawan dan pada
saat yang sama membuktikkan argumen sendiri, porsi pidato yang bertujuan
membangun argumentasiumu, sebab dalam membuktikkan argumen. Sebab dalam setiap
kasus, porsi pidato yang bertujuan membangun argumentasi didasarkan pada 1
prinsip saja porsi ini waji b memuat baik pembuktian maupun sanggahan,tetapi
karena tak mungkin menyanggah pendapat lawan tanpa membuktikkan pendapat
sendiri, dan tak mungkin membuktikkan pendapat tanpa menyanggah bahwa 2 hal ini
terkait dengan menurut kodratnya, menurut kegunaannya dan meurut perlakukan (De
Orangore 2.331.1)
Dalam
on invention, Cicero setiap argumen dapat disanggah kalau atau lebih dari cara
berikut: tak terbukti benar, atau kalau pengandaiannya terbukti benar, tetapi
tak terbukti bahwa suatu kesimpulan yang dapat di tarik atau bentuk argumen
yang sedang diajukan terungkap sebagai keliru atau argumen yang kuat dilawan
dengan argumen yang sama kuat atau lebih kuat (De Inventione 1.79)
Pada
62 SM Cicero membela seorang kawan, mantan guru, orang Yunnai, Archias atas
tunutan mengaku secara palsu sebagai warga
negara Roma sebuah tuntan yang kalau terbukti akan mengakibatkan Archias
diusir dari Roma, dalam petikan teks Cicero menyanggah klaim yang telah dibuat
atau sekiranya akan dibuat oleh pihak penunut
Kalau
keabsahan status kewarganegaraan Archias dan kepatuhannya pada hukum terkait
menjadi pokok perkara, tak perlu mengatakan apapun, pembelaan berhenti. Sebab
daaptkan menyanggah kedua hal ini, Gratius? Akankah menolak bahwa Archias
terdaftar sebagai warga negara pada waktu di Heraclea? Marcus Lucullus seorang
dengan jabatan tertinggi, paling cermat, juga terhormat. Hadir kala itu, ia bersaksi
bukan tentang pendapatnya, melainkan tentang diketahuinya, bukan tentang yang
di dengar, melainkan tentang yang dilihatnya bukan bahwa sekadar hadir,
melainkan bahwa bertindak sebagai pelaku yang dilihatnya bukan bahwa ia sekadar
hadir, melainkan bahwa ia bertindak sebagai pelaku, seorang utusan dari
Heraclea hadir, seorang yang amat terhormat, yang telah datang ke Roma demi
persidangan ini, berbekal surat perintah dan kesaksian publik untuk menyatakan
bahwa Archias terdaftar. Pada titik ini, lawanku akan minta supaya arsip publik
Heraclea, dikeluarkan arsip yang semua tau, telah hancur dalam peristiwa
pembakaran gedung arsip selama Perang
dengan Sekutu (War With The Allies) adalah absurd untuk tidak mengatakan apapun
tentang bukti yang dipunya, tetapi mencari bukti yang tak mungkin diperoleh,
untuk bungkam terhadap kesaksian orang yang masih hidup, tetapi menuntut supaya
catatan tertulis dikeluarkan, dan meski telah siap dengan ketelitian seorang
yang terhormat dan sumpah serta kesaksian seluruh kota yang teguh dalam
kejujuran, adalah absurd pula untuk menolak bukti yang sama sekali tak dapat
rusak tetapi meminta catatan publik, sendiri akui kerap diselewengkan atau
hendak menyangkal bahwa klien telah menjadi warga tetap di Roma maksudnya orang
yang selama bertahun sebelum diberi kewarganegaraan sudah menjadikan Roma
sebagai tempatnya menyimpan segala milik dan asetnya, atau apakah lalai tak
mendaftarkan diri dan terlebih dari pengumuman yang dibuat kemudian, namanya
adalah satunya dari daftar itu dan satunya dewan pejabat yang masih diakui
sebagai catatan sipil yang sebenarnya sebab, kendati gulungan daftar warga
negara Appius diduga tak terawat, dan kendati kredibilitas catatan itu dirusak
oleh Gabinius yang tak dapat dipercaya. Metellus orang paling lurus dan cermat,
amat rajin mencatat hingga ia akhirnya menemui Licus Lentulus sang praetor dan
seorang juri, dan mengatakan bahwa ia sangat gelisah dengan terhapsunya satu
entri saja, inilah catatannya dan akan mendapati bahwa nama Archias tak
terhapus. Tak banyak orang tua bahwa selama sensus terakhir, ia bertugas
bersama pasukan tentara sebagai anggota staf jenderal terkemuka Lucius
Lucillus; dan pada waktu sensus sebelumnya, ia juga bersama Lucullus yang dulu
bertugas sebagai bendahara publik di Asia, dan sebelumnya ketika Julius dan
Crassus menjabat, tak ada sensus diselenggarakan. Tetapi karena gulungan daftar
sensus tidak mengkonfirmasi kewarganegaraan dan sesungguhnya sekadar
menunjukkan bahwa ia yang namanya terdaftar berlaku baik sebagai warga negara,
perhatikan bahwa pada waktu klien, yang dicurigai, bahkan berdasarkan penilaian
sendiri, tak punya hak sebagai seorang warga negara Roma, telah sering patuh
pada hukum Romawi, menghidupi warisan yang ditinggalkan baginya oleh warga
negara Roma, dan telah direkomendasikan oleh Lucius Lucullus sang gubernur
untuk menjabat bendahara publik sebagai imbalan jasanya, carilah dalih kalau
dapat menemukannya, sebab Archias tak akan pernah dinyatakan bersalah, baik
oleh penilaiannya sendiri maupun penilaian sahabatnya (Pro Archia 8 – 11)
Kesimpulan
atau epilog (Conclusio atau Peroratio) : bagian akhir sebuah pidati atau
argumen yang standar adalah kesimpulan atau epilog, dalam bagian ini dapaat
merangkum dan merekapitulasi argumen sebelumnya dan atau menggerakan belas
kasihan atau simpatinya terhadap anda atau klien, alhasil epilog menjadi bagian
pidato favorit untuk memanfaatkan pathos sebagai cara persuasi yang utama.
Petikan teks berasal dari epilog pidato Cicero dalam rangka pembelaan terhadap
anak didiknya, Caelius yang disampaikan pada 56 SM, Caelius menghadapi 5
dakwaan, termasuk di dalamnya kekerasan dan percobaan peracunan, Cicero
mendasarkan sebagian besar pembelaannya pada argumen bahwa dakwaan sesungguhnya
adalah dakwaan palsu yang didalangi oleh seorang perempuan, Clodia, saudari
dari musuh bebuyutan Cicero, yakni Clodius. Menurut laporan Cicero, Clodia
lebih tua daripada Caelius, juga mantan kekasihnya yang licik dan penuh dendam,
Cicero beragumen bahwa Caelius telah selesai dengan fase nakal masa muda, dan
kini siap mengikuti jejak mentornya, menjalankan peran kepimpinan negara.
Pantas pula dicatat disini upaya Cicero, baik untuk memancing kemarahan
terhadap musuh Caelius (dan musuh Cicero) maupun menggerakkkan belas kasihan
dan simpati dengan memperkenalkan ayah Caelius yang sudah tua ke pengadilan
Hukum
mengenai kekerasan terkait secara langsung pada kekuasaan, kebesaran, dan
kondisi negara, juga keamanan bagi semua orang. Itulah hukum yang diusulkan
oleh Quintius Catulus ketika ada pemberontakan bersenjata oleh warga pada masa
tersulit negara kita, itulah hukum yang setelah api yang berkorbar selama
menjabat konsul, memadamkan bara gelora konspirasi, kini hukum sama menuntut
hukuman terhadap masa muda. Caelius bukan oleh negara melainkan oleh ulah culas
dan tingkah seorang perempuan. Orang
yang telah mengundang seorang mantan konsul ke pengadilan, seraya mendakwanya
ingkar terhadap negara, orang itu sendiri tak mungkin menjadi warga negara yang
durhaka di negara, juga orang tak meluluskan pembebasan seseorang dari dakwaan
suap, dia sendiri tak mungkin menawarkan suap tanpa dihukum. Negara kita
memiliki dua dakwaan hukum dari Marcus Caelius, dakwaan yang dapat dianggap
sebagai sandera di hadapan tindakan berbahaya yang ia lakukan, atau bisa juga
janji niat baiknya, beberapa hari lalu Sextus Cloelius dibebaskan, seorang yang
selama 2 tahun terakhir, telah disaksikan sendiri baik sebagai abdi maupun
pemimpin pengkhianatan negara, seorang tanpa harta atau nama baik, tanpa
harapan atau rumah atau kekayaan, seorang yang lidah, tangan, dan seluruh
hidupnya kotor penuh khianat yang dengan tangannya sendiri membakar tempat
penting, gedung sensus, catatan mengenai rakyat Roma, seorang yang
mengakibatkan kerusakan pada monumen Catulus yang telah menghancurkan rumah dan
membakar rumah saudara, seorang yang dalam kedudukannya, sebagai pejabat di
hadapan seluruh kota, menghasut para budak untuk melakukan pembunuhan dan
pembakaran jangan biarkan di negara yang sama ini orang itu dibebaskan melalui
daya pengaruh seorang perempuan dam Caeulius dikorbankan kepada nafsu seorang
perempuan, sehingga perempuan yang satu dan sama itu, dalam persengkongkolan
dengan saudara dan suami tak kelihatan sedang menyelamatkan yang terbusuk di
antara orang jahat dan meremukkan yang paling terhormat diantara para pemuda.
Dan ketika mempertimbangkan masa muda Caelius, pada saat yang sama terhamparlah
di hadapan mata hari tua orang malang ini, yang tergantung pada anak satunya,
yang hidup dengan harapan kepada anaknya, yang takut akan kejatuhan anaknya.
Seraya mengenang orang tua sendiri dan mengingat perhatian kepada anak sendiri,
topanglah manusia ini yang memohon belas kasih, yang bersujud bukan di hadapan
kaki melainkan di hadapan hati dan perasaan, sehingga dalam penderitaan orang
lain, dapat bersetia pada rasa kewajiban dan rasa pengampunan, jangan padamkan
api hidup orang tua ini yang secara alamiah sudah mendekati akhirnya dan akan
lebih cepat padam oleh tipuan daripada oleh takdir jangan pula mencabut
bagaikan angin puyuh atau badai yang datang , hidup orang muda ini yang kini
sedang semangatnya, bersemi dengan keutamaan, selamatkanlah anak dari orangtua
ini, juga orangtua dari anak ini, jangan sampai tampak menghina seorang tua,
yang kini hampir putus asa, jangan sampai pula tampak bukan hanya sebagai
penghalang, melainkan sesungguhnya pengacau dan penghancur sebuah masa muda
yang penuh harapan mulia. Kalau menyelamatkan Caelius bagiku, bagi rakyatnya
sendiri, dan bagi negara kita, akan memiliki seorang yang berkomitmen,
berbakti, dan setia dan kepada anak, kamulah para juri, lebih dari siapapun
yang akan memanen buah dari daya upaya yang subur dan tak berkesudahan (Pro
Caelio 70, 77 - 80)
Gaya
Bagian
retorika yang ketiga atau langkah persiapan ketiga si orator, adalah gaya dalam
bahasa Latin, Elocution) setelah merancang apa yang hendak dikatakan langkah
penemuan dan telah memutuskan urutan untuk mengatakannya langkah penyusunan,
harus memutuskan bagaimana hendak mengatakannya, dengan menuangkan materi ke
dalam bahasa, kata dan kalimat konkret. Jelas, materi yang sama dapat
diungkapkan dengan kata dan cara berbeda, karena itu tujuan langkah persiapan
ketiga adalah memilih kata yang efektif dan merangkai kata itu menjadi kalimat
seraya memanfaatkan struktur pribadi (periodic structure), ritme prosa (prose
rhythn( sebuah pertimbangan penting dalam seni pidato kuno dan kiasan. Dalam
karya De Oratore Cicero menekankan ikatan tak terpisahkan antara materi dan
ekspresi yakni antara isi dan kata. Omongan bertele yang mengalir tanpa
didasari pemahaman tentang materinya adalah kosong dan konyol, sementara isi
yang cemerlang dapat dilakukan oleh pemilihan kata yang payah dan
perangkaiannya yang tidak efektif
Karena
semua wacana terbentuk dari isi dan kata, kata tak akan memiliki dasar apapun
kalau mencabut isinya, dan isi akan tetap tinggal dalam kegelapan kalau
menghapus kata. Kefasihan berbicara membentuk satu kesatuan, dalam bidang apa
saja dan dalam wilayah wacana apa saja entah itu bicara tentang hakikat langit
atau bumi, atau tentang kodrat keilahian atau manusia, entah di persidangan, di
Senat, atau di atas panggung, entah tujuannya membujuk orang atau mengajarnya
atau menakutinya, atau menggugah perasaan atau mengendalikan atau menyalahkan
emosi mereka atau meredakannya, entah audiensnnya sedikit atau banyak, entah ia
orang asing atau sahabat atau diri sendiri, pidato ibarat sungai yang bercabang
ke aliran kecil, tetapi berasal dari sumber yang saam, dan kemanapun arahnya ia
di sertai oleh perlengkapan dan perhiasan yang sama, tapi sekarang bekerj
abukan hanya di bawah penilaian orang kebanyakan, melainkan juga orang yang
agak terpelajar, lebih mudah bagi mereka untuk menangani hak yang tak dapat
mereka tangkap menyeluruh, yakni ketika mereka memisahkannya dalam bagian dan
hampir menghancurkan berkeping, dan mereka memisahkan kata dari pemikiran,
seperti memisahkan tubuh dari jiwa yang dalam kedua hal hanya mungkin
mengakibatkan kehancuran, karena dalam wacana, aku akan mengerjakan tak lebih
dari apa yang dipercayakan, menunjukkan
singkat bahwa menemukan kata bercita rasa tinggi tidak mungkin tanpa terlebih
dahulu menghasilkan dan membentuk pikiran,
dan bahwa tak satu pun pemikiran daapt bersinar cemerlang tanpa daya
pencerah dari kata (De Orantore 3.19, 22 – 24
Tentu
tak ada satu gaya yang bisa disebut paling istimewa, tak ada satu pun cara
memilih kata dan merangkainya menjadi kalimat yang lebih unggul daripada cara
yang lain, Ciero paham hal ini dan menekankan bahwa kekuatan dan kelemahan
setiap pembicara harus dipertimbangkan, lalu dari situ dilatih dan dikembangkan
kecenderungan gaya yang sesuai, sebuah nasihat yang masih bermanfaat bagi para
guru zaman ini
Masing
dari kita memiliki sifat yang terpisah dan spesifik. Di antara keberagaman ini,
yang lebih baik pada umumnya dibedakan dari yang lebih buruk lebih menurut
kemampuannya daripada menurut tipe masing, dan segala sesuatu yang sempurna
menurut tipenya sendiri pantas dipuji. Sebab tidaklah, kalau melihat semua
orator aktif atau pernah aktif dimanapun, harus mengatakan ucapan seperti sebanyak
orator, sebanyak itu pada gaya berbicara. Hal ini tidak bisa ditempa dengan
panduan sama dengan satu metode pengajaran. Tanggung jawab menyediakan
pengajaran dan pendidikan untuk menyelidiki dengan cermat ke mana kemampuan
kodrati setiap murid mengarahkannya. Sesungguhnya, kalau mengamati sekolah yang
dikelola oleh para guur ahli yang unggul dalam tipe mereka sendiri yang
berbeda, melihat bahwa setiap guru menghasilkan murid yang berbeda satu sama
lain dan tetap pantas dipuji, karena setiap guru menyesuaikan pengajarannya
dengan kemampuan kodrati setiap murid satu per satu. Isocrates menggunakan pacu
pada Ephorus, tetapi tali kekang pada Theopompus, yang terakhir itu yang cenderung tak ragu menggunakan kata keras, dilembutkannya
sedangkan yang terdahulu, yang boleh dikata cenderung peragu dan sederhana,
dipacunya. Tetapi ia tak menjadikan mereka sama, ia menambahkan kepada yang
satu dan mengurangi dari yang lain, hanya sejauh perlu untuk memperkuat pada
masing apa yang telah terberikan oleh kemampuan kodratinya (De Oratore 3.34 –
36). Pembicaraan mengenai gaya pada zaman Cicero biasanya berkisar pada 4 macam
mutu atau keutamaan gaya sebagaimana digariskan oleh murid Aristoteles,
Theophrastus, atau menurut tiga tipe atau karakter atau lebih, keutamaan gaya antara
lain penggunaan bahasa Yunani atau Latin dalam konteks Cicero, bahasa Inggris,
dalam konteks kita yang tepat (correctness), kejelasan (clarity), kegemilangan
(hiasan), (distinction), yang mencakup kiasan seperti metafora, konotasi, makna
negatif, dan kepantasan (appropriateness) pengelompokkan tipe atau karakter
gaya yang paling terkenal adalah pengelompokkan tiga bagian menjadi biasa,
sedang, dan agung
Keutamaan
gaya
Ketepatan
dan kejelasan, dalam De Oratore (3.37-41, 48 – 49) mitra wicara Cicero, Crassus,
berbicara singkat tentang dua macam mutu pertama mengenai gaya dan memperjelas
bahwa semua pembicara yang terpelajar sudah memiliki keutamaan ini, kendati
pembelajaran dan pembacaan lebih jauh atas para orator dan penyair akan
memperkuat dan memajukannya. Sekarang tak hendak memberi pengajaran tentang dua
unsur bahasa yang bersih dan tenang. Sebab tak mungkin berupaya mengajar
seseorang untuk berbicara, kalau orang itu tak tau bagaimana caranya bicara,
dan tidak dapat mengharapkan ia akan bicara dengan gemilang, kalau tak bisa
bicara dalam bahasa Latin yang tepat, atau sama halnya kalau tak dapat
mengatakan sesuatu yang dapat dipahami, sehingga akan mampu mengatakan sesuatu
yang dapat dikagumi. Selain itu, setiap aspek dari diksi yang bercita rasa tinggi,
kendati itu dapat dipoles dengan pengetahuan tata bahasa, dapat pula berkembang
dengan membaca para orator dan penyair. Sebab hampir semua orang pada zaman
kuno kendati mereka belum mampu membubuhkan kegemilangan pada apa yang mereka
katakan, mengungkapkan diri mereka dengan sangat baik, dan orang yang telah
akrab, dengan bahasa mereka tidak dapat tidak berbicara dalam bahasa Latin yang
tepat, kendati mereka hendaknya tetap mempelajarinya. Ini bukan berarti bahwa
harus menggunakan kata yang tidak lagi digunakan secara umum, kecuali dengan
hemat, sekadar demi memberi cita rasa pada apa yang dikatakan, seperti akan
kutunjukkan nanti. Tetapi dalam menggunakan kata yang umum dipakai, akan mampu
menggunakan yang paling bercita rasa diantaranya, kalau menyelami karya para
penulis kuno dengan seksama dan penuh bakti. Tetapi supaya dapat berbicara
Latin dengan tepat, bukan hanya harus berhati mengucapkan kata sehingga tak
seorang pun dapat mengkritiknya dengan cukup alasan, dan menggunakannya dalam
kasus, kala, kelas, dan numeralia (istilah teknis linguistik dalam Latin,
kasus: jabatan/fungsi, sebuah kata benda dalam sebuah kalimat apakah sebagai
nominatif, genitif, akusatif, ablantif, datif, vokatif) kala: tata waktu
mengenai kata kerja (tenses dalam Inggris). Kelas ragam deklinasi (perubahan
kata benda menurut kasusnya) dalam sebuah bahasa Latin mengenal sekurangnya 5
kelas atau ragam deklinasi, Numeralia: tata bahasa yang terkait dengan jumlah
/banyaknya sebuah kata benda yang dimaksud, apakah tunggal (singular) atau
jamak (plural) hal ini perlu jelas sebab pada gilirannya akan mempengaruhi
kasus dari kelas yang sesuai) yang tepat sehingga tak ada kebingungan,
permintaan klarifikasi, atau urutan yang keliru, juga harus mengendalikan
lidah, nafas, dan bagaimana suara akan terdengar, jangan terlalu berlebihan dan
kabur karen diucapkan terlalu lembek, kata terdengar tipis karena diucapkan
dengan nafas yang kurang, dan juga tak suka kalau kata dihembuskan dan
diucapkan, kurang lebih dengan nafas terlalu penuh dan berat
Panduan
berbicara Latin tepat, diajarkan dipelajaran dasar, dikembangkan oleh
pengetahuan tata bahasa yang lebih saksama dan sistematis atau praktik
percakapan sehari dirumah, dan diperkuat dengan buku dan pembacaan atas para
orator dan penyair kuno. Dan sungguh janganlah menghabiskan lebih banyak waktu
lagi pada poin kedua, mendiskusikan dengan cara apa yang dikatakan akan dapat
dimengerti tentu dengan bicara dalam Latin yang tepat, menggunakan kata
yang umum dipakai yang persis
menggambarkan apa yang hendak ditunjuk dan maksudkan, seraya menghindari kata
dan bahasa yang ambigu, kalimat periodik (kalimat yang induk kalimat atau
klausa utamanya terletak di akhir kalimat, biasanya dipakai untuk memberi
kejutan atau efek dramatis) yang terlalu panjang, metafora mubazir dengan tidak
memutus alur gagasan, mengacaukan kronologi, mencampuradukkan identitas orang,
atau mengacaukan urutan
Kegemilangan
(hiasan). Mutu gaya yang logis kegemilangan atau hiasan, secara tradisional
memperoleh perhatian paling besar dari para teoretikus retorika kuno, yang termasuk dalam kategori ini adalah hal
seperti kiasan atau pembelokkan yakni penggantian satu istilah dengan istilah
lain seperti metafora perubahan dalam rangkaian atau nuansa kata yakni teknik
berbahasa seperti aliterasi atau anafora, teknik gagasan seperti pertanyaan
retoris, yang dirancang untuk menekankan gagasan atau melibatkan audiens secara
lebih langsung dan naik turunnya suara serta ritme, penyusunan yang efektif
atas kata bukan menurut pola metrum
ketat, melainkan menurut ritme yang menjadikan narasi enak di dengar, seperti
disebut sebelumnya, Cicero sangat menekankan bahwa gaya harus berakar kuat pada
isi, alih sesuatu yang diterapkan secara artifisial seperti kosmetik, dan
segala sesuatu yang sungguh gemilang, kepakaran dalam bidang hukum dan variasi
berselera tinggi adalah rahasia gaya gemilang yang sejati
Kegemilangan
dengan demikian ditaburkan pada pidato pertama oleh karakter umum, sedikit
banyak, oleh corak serta vitalitasnya yang khas. Bahwa ia harus berbobot,
mempesona, terpelajar bahwa harus penuh sopan santun, mengagumkan, dan ulung,
dan bahwa ia harus memuat sejumlah perasaan dan emosi yang diperlukan semua
kualitas ini bukan perkara anggota tubuh bagian per bagian, melainkan tampak
pada tubuh sebagai keseluruhan. Ia harus sedikit banyak, bertaburan dengan
bunga bahasa dan gagasan, kualitas ini jangan disebar merata pada seluruh
pidato melainkan harus diedarkan disana – sini, seperti penataan dekorasi dan
lampu ketika suatu tempat umum dihias, dengan demikian harus memilih karakter
umum pidato, karakter yang akan paling menarik perhatian audiens, dan bukan
hanya membuat mereka senang, melainkan juga tak membosankan, sulit menjelaskan
mengapa hal yang paling mengaduk indra dengan rasa nikmat dan menggugahnya
paling kuat ketika pertama kali menjumpainya sekaligus merupakan yang tercepat
mebuat merasa enggan dan bosan dengan menjadikan terasing, betapa lukisah
modern lebih cerah daripada lukisan lama, dengan keindahan dan ragam warnannya,
akan tetapi kendati memikat pada pandangan pertama, lukisan tak membuat senang
dalam waktu lama, sementara sebaliknya perhatian tersandera justru oleh lugu
dan kusamnya warna lukisan kuno, juga dalam nyanyian betapa suara coloratura
dan falsetto lebih lembut dan lebih halus daripada suara polos yang dulu
menjadi pakem nyanyian, akan tetapi bukan hanya orang berselra polos yang tak
menyukai, orang kebanyakan menyerukan celaannya kalau mereka terlalu sering
mendengar, dapat pula melihat hal ini dalam indra lain, parfum dengan aroma
wangi intens dan kuat tidak membuat senang dalam waktu yang sama lamanya dengan
parfum wangi sedang dan apa yang tampak memiliki keharuman salep wangi lebih
banyak dipuji daripada apapun yang menunjukkan bau safron. Bahkan berkenaan
dengan indra peraba, ada batas untuk kelembutan dan kehalusan, lidah indra yang
paling tanggap terhadap rasa nikmat dan paling mudah tergugah rasa manis lebih
daripada indra lain betapa cepatnya mencampakkan dan menolak apapun yang manis terus – menerus.
Tak seorang pun tahan terhadap makanan atau minuman manis waktu lama, tetapi
baik makanan dan minuman yang mengenai indra dengan rasa nikmat yang ringan
saja cukup mudah menghindarkannya dari rasa bosan, jadi karena dalam hal lain,
rasa nikmat yang paling kuat mengakibatkan rasa enggan, pengalaman dengan
penyair dan orator memungkinkan menyimpulkan bahwa puisi atau prosa elegan,
penuh hiasan, bercita rasa tinggi, dan cantik, tetapi terus – menerus begitu
tanpa permulaan atau variasi baru, tak bisa membuat senang dalam waktu cukup
lama seberapapun semarak warna – warni, sesungguhnya alsasan mengapa orang
lebih cepat mencela lika - liku kata dan
kosmetik seorang orator atau penyair adalah: rasa bosan pada indra yang muncul
dari rasa nikmat yang terlampau kuat, perkara kodrat, bukan pikiran, sedangkan
dalam hal wacana tertulis dan lisan, kesalahan dalam pewarnaan yang berlebihan
dikenali bukan hanya melalui penilaian dari telinga, melainkan lebih melalui
penilaian dari intelek. Pujian tertinggi sebaiknya memiliki beberapa bagian dan
beberapa ceruk sehingga apa yang ditonjolkan dapat kelihatan lebih mencolok (De
Orantore 3.96 – 101)
Kepantasan,
mutu atau keutamaaan gaya yang keempat adalah kepantasan (appropriateness) atau
kewajaran, yakni mencocokan pidato atau argumen dengan gaya yang paling pantas
untuk konteks, lawan, atau audiens tertentu
Tak
satu gaya pun bisa cocok untu setiap kasus atau setiap audiens atau setiap
orang yang terlibat atau setiap kesempatan. Kasus dimana status kewarganegaraan
orang diperkarakan menuntut suatu nada khusus, sedangkan kasus privat dan
sepele membutuhkan gaya lain, pidato deliberatif, pidato pujian, gugatan hukum,
percakapan, penghiburan, teguran, diskusi, dan penulisan sejarah, semua
menuntut gaya yang berbeda, yang menentukan siapa audiens kita apakah itu
Senat, rakyat, atau seorang juri, apakah kelompok besar, kecil, atau seorang
individu, dan orang macam apakah mereka. Para pembicara sendiri harus di
pertimbangkan usianya, prestise, dan seberapa besar otoritas yang dimiliki,
penting pada konteks atau kesempatan, apakah dalam masa damai atau perang,
apakah ada kemandesakan atau ada cukup ruang untuk pendekatan yang santai,
ketika memilih tipe pidato panjang atau pendek atau sedang harus menggarapnya
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan masalah yang sedang ditangani, dan dalam
setiap konteks, dapat menggunakan unsur yang kurang lebih sama untuk
membubuhkan kegemilangan dalam pidato, kadang bertenaga, pada saat yang lain
dengan nada rendah, pada setiap bidang, kapasitas untuk melakukan apa yang
pantas adalah perkara seni dan kemampuan kodrati, tetapi untuk memahami apa
yang pantas pada setiap kesempatan adalah perkara akal sehat (De Orantore
3.210-12) dalam karya Orator (70 – 74) Cicero menggali pokok ini secara lebih
filosofis dan reflektif:
Fondasi
dari kefasihan berbicara seperti semua hal lain, adalah kebijaksanaan dalam
pidato seperti halnya dalam hiduo, tak ada yang lebih sulit daripada memahami
apa yang pantas, orang Yunani menyebutnya prepon, kepantasan. Banyak pedoman
cemerlang telah diwariskan kepada kita tentang hal ini, dan topik pantas
perhatikan. Ketidaktahuan tentang apa yang pantas menyebabkan kesalahan, bukan
hanya dalam hidup melainkan juga sangat sering dalam puisi dan berbicara di
depan umum. Terlebih si pembicara harus memperhatikan kepantasan, bukan hanya
dalam pemikirannya melainkan juga bahkan dalam kata, sebab setiap taraf hidup,
tidak setiap usia, tidak pula setiap waktu atau tempat atau audiens dapat
diperlakukan dengan gaya kata atau
pemikiran yang sama, pada setiap bagian pidato, sebagaimana pada setiap bagian
hidup, harus menimbang apa yang pantas, dan hal ini tergantung pada pokok
perkara yang dibicarakan dan pada karakter pembicara dan pendengar, demikianlah
para filsuf terbiasa menggarap moral (kendati tak demikian ketika mereka
membicarakan keutamaan mutlak sebab hal itu satu dan tak berubah) para guru
sastra memikirkannya dalam kaitan dengan puisi, dan para pembicara yang fasih
memikirkannya dalam penangaan setiap jenis dan setiap nagian kasus mereka,
betapa tak pantas menggunakan patron argmen umum dan bahasa kencang ketika di
hadapan satu hakim, membela saebuah kasus tentang drainase, air hujan, atau
menggunakan nada rendah dan menunduk ketika bicara tentang kemegahan rakyat
Roma, hal seperti ini salah konteks, sementara yang lain membuat kesalahan
dalam hal karakter entah mengenai dirinya, sendiri, entah mengenai juri, entah
mengenai lawan mereka, dan bukan hanya dalam substansi melainkan kerap kali
dalam penggunaan kata, kendati sebuah kata tak punya daya kalau dipisahkan dari
halnya, tetap hal itu kerap kali disepakati atau ditolak bergantung pada
bagaimana diungkapkan dengan satu atau lain kata. Dan dalam semua kasus,
pertanyaan haruslah sejauh mana ? sebab kendati setiap tema memiliki batas
kepantasan masing – masing, terlalu pada umumnya lebih bersifat menyerang
daripada terlalu sedikit. Dan Apelles pernah berkata bahwa para pelukis yang tak
punya kepekeaan tentang apa yang cukup, juga membuat kesalahan yang sama tetapi kalau penyair menghindari ketidakpantasan
sebagai kesalahan terbesar, dan bahkan dianggap membuat kesalahan ketika ia
menempatkan pidato seorang yang lurus pada mulut seorang pejahat atau pidato
seorang bijak pada mulit seorang bodoh, atau kalau seorang pelukis, dalam
adegan tentang pengurbanan Iphigenia, manakala ia menggambarkan Calchas dengan
raut sedih, Ulysses lebih sedih, dan Menelaus meratap, menganggap bahwa kepala
Agamemnon harus ditutupi karena kesedihannya yang hebat tak dapat tergambar
dengan kuasnya kalau bahkan akhirnya aktor pun mencari apa yang pantas lantas
menurut kita apa yang harus dilakukan oleh orator. Karena hal ini begitu
penting orator harus menimbang apa yang hendak dilakukan dalam kasusnya dan
dalam berbagai bagiannya tentu jelaslah bahwa bukan hanya ragam bagian pidato,
melainkan bahkan seluruh kasus harus ditangani, pada saat yang satu dengan satu
gaya, dan pada saat yang dengan gaya lain
Tipe
atau karakter gaya. Sebuah cara alternatif untuk membicarakan gaya adalah
mengelompokkannya menurut berbagai tipe atau karakter yang biasanya terbagi
menjadi 3: biasa, sedang, dan agung. Cicero menggunakan pengelompokkan ini
dalam Orator, tetapi mengolahnya lebih lanjut dengan menambah sebuah variasi
yang unik dan orisinal, ia mengaitkan pandangan Aristoteles tentang sumber pembuktian
logos, ethos, dan pathos dengan kata kerja Latin probare (membuktikkan),
delectare (membuat senang atau membuat terpesona) dan flectere (mengayun) dan
melekatkan masing dengan salah satu dari tipe gaya
Sang
pembicara fasih yang kita cari adalah seorang yang berbicara di forum dan
persidangan dengan cara sedemikian rupa sehingga ia membuktikkan, membuat
senang, dan mengayunkan. Membuktikkan adalah keniscayaan dengan membuat senang,
bertambahlah pesona, dan mengayun membawa kemenangan sebab diantara segala hal,
yang satu ini adalah senjata paling ampuh untuk memenangkan kasus. Untuk 3
fungsi pembicara, ada 3 gaya: gaya biasa
untuk membuktikkan, gaya sedang untuk membuat senang dan gaya bersemangat untuk
mengayun, dan yang terakhir terletak daya penuh dari seorang pembicara. Dia
yang berhasil dan kurang lebih, memadukan 3 gaya yang berbeda ini akan perlu
memiliki penilaian yang tajam dan kemampuan yang sangat tinggi, sebab ia akan
menilai apa yang diperlukan dalam situasi apapun, dan akan mampu berbicara dengan
cara apapun sebagaimana kasusnya menuntut (Orator 69 – 70)
Sementara
jelas Cicero lebih menyukai gaya agung sebagai gaya yang memiliki kekuatan
paling besar dan paling memuat bobot persuasi ia menekankan bahwa pembucara
terbaik harus menjadi ulung dalam ketiga gaya, memahami bagaimana dan kapan
menggunakan masing gaya dan bagaimana beralih dari satu gaya ke gaya lain
secara sesuai, menggunakan gaya agung secara terus, misal hanya akan membawa
bencana
Pembicara
dengan gaya agung berlimpah, membeludak, megah, dan istimewa, dan tentu ia
memiliki kekuatan paling besar. Sebab inilah pembicara yang keistimewaan dan
kefasihan dalam berpidato telah menyebabkan bangsa yang mengagumi mengizinkan
kefasihan berbicara untuk berpengaruh besar dalam negara dan inilah jenis
kefasihan berbicara yang menyapu dengan menderu, sehingga semua orang memuji,
semua orang mengagumi, semua orang jadi minder melihatnya. Kefasihan berbicara
menghujani hati orang dan menggerakkannya kemanapun ia mungkin bergerak.
Kefasihan berbicara ini pada satu saat meremukkan indra, pada saat yang lain
menyusup ke dalamnya, ia menaburkan gagasan baru dan mencerabut gagasan yang
telah tertanam kuat, tetapi ada perbedaan besar antara gaya ini dan gaya lain,
dia yang telah menggarap dengan tekun gaya biasa dan tajam, sehingga mampu
berbicara dengan terampil dan tepat, dan tak membayangkan sesuatu lebih tinggi,
adalah dengan segala hormat terhadap kesempurnaan satu gaya ini, seorang orator
besar kendati bukan yang terbesar, ia tak akan mendapati dirinya berada di
permukaan licin, dan sekali ia memasang pendirian, ia tak akan pernah jatuh.
Pembicara dengan gaya sedang moderat dan tenang, tak akan takut terhadap risiko
penuh keraguan dan ketidakpastian dalam berpidato, mengingat ia telah cukup
mengerahkan dayanya, meski seperti kerap terjadi, ia tak berhasil sepenuhnya,
ia tetap tak akan berada dalam bahaya besar, sebab ia tak mungkin jatuh terlalu
jauh, tetapi pembicara yang dianggap paling utama, megah, garang, dan berapi
kalau ia hanya memiliki bakat bawaan untuk gaya ini atau telah melatih dirinya
dalam satu gaya ini atau hanya mempelajari gaya ini dan tidak mengimbangi
gayanya yang meluap dengan dua gaya yang lain, sangat pantas dipandang rendah.
Sebab pembicara dengan gaya biasa, mengingat ia berbicara dengan tepat dan
cekatan, dianggap bijaksana, dia yang menggunakan gaya sedang, mempersona
tetapi pembicara yang sangat meluap, kalau tak ada gaya lain pada dirinya,
cenderung kelihatan tak cukup waras, sebab seorang yang tak membicarakan
sesuatupun dengan tenang, tak sesuatupun dengan lembut, tak sesuatupun dengan
tertata, dengan tepat, dengan jelas, atau dengan jenaka, khususnya ketika kasus
tertentu menuntut gaya itu seluruhnya atau sebagian besar kalau ia mulai
membakar situasi tanpa pertama mempersiapkan telinga audiensnya, ia kelihatan
tak lebih dari sekadar orang maniak yang mengoceh diantara orang waras, seorang
pemabuk yang berjoget di antara orang sehat (Orator 97 – 99)
Di
antara karya Cicero, Rhetroica ad Herennium atau Rethoric to Herennius adalah
salah satu yang terpelihara dengan baik dan selama satu milenium, dipercaya
berasal langsung dari tangannya, akan tetapi para sarjana sejak zaman Renaisans
dan seterusnya sadar bahwa karya itu tidak ditulis oleh Cicero, kendati isinya
dan waktu penulisannya sangat dekat dengan isi dan waktu penelitian De
Inventione, karya Cicero pada masa muda. Meski demikian, penulis anonim
Rhetorica ad Herennium mengelompokkan gaya menurut kategori agung, sedang, dan biasa
dan memberi contoh untuk setiap kategori:
Sebuah
pidato disusun dengan gaya agung kalau untuk setiap gagasan, digunakanlah kata
paling istimewa yang dapat ditemukan, entah harfiah atau kiasan, dan kalau
pemikiran mengesankan, sebagaimana digunakan untuk mengamplifikasi dan mengugah
rasa kasihan, dipilih, dan juga kalau memakai makna figuratif dan kata kiasan
(figures of thought and speech) yang memiliki bobot. Contoh:
Siapakah
diantara kamu para juri siapa yang dapat memikirkan hukukan yang sesuai untuk
dia yang berpikir untuk mengkhianati negara demi musuh? Perbuatan jahat apa
yang setara dengan kejahatan ini, hukuman apa yang pantas untuk perbuatan jahat
semacam ini, kepada mereka yang melakukan kekerasan terhadap orang muda
berstatus bebas (dalam peradaban klasik Yunani dan Romawi pada umumnya menunjuk
pada mereka laki yang terlahir bukan dari keluarga budak, setelah dianggap
dewasa biasanya usia 15 atau 16, dengan kata lain, mereka punya status sebagai
warga negara, dalam peradaban klasik Yunani dan Romawi, dan anak pada umumnya
tak punya status kewarganegaraan) yang memperkosa ibu dari sebuah keluarga,
leluhur kita telah mengeluarkan hukuman berat, untuk kejahatan ganas dan keji,
mereka tak mewariskan hukuman spesifik. Dalam perbuatan jahat yang lain,
kerusakan yang muncul dari kejahatan orang lain menjalar kepada seorang
individu atau hanya kepada sedikit orang
saja, tetapi mereka yang terlibat dalam kejahatan ini dalam satu rencana
jahat, merancang bencana paling mengerikan bagi semua warga negara. Setelah
kuil para dewa dirampol para patriot dibantai yang lain diseret ke perbudakan,
para ibu dari keluaarga dan orang muda berstatus bebas ditundukkan terhadap
nafsu musuh, kota kita, setelah dibumihanguskan dalam lautan api yang hebat,
akan jatuh sampai disitu mereka tidak akan puas kecuali mereka telah melihat
bagaimana tanah air kita yang tersuci berubah menjadi abu yang mengenaskan para
juri, tak sanggup menggambarkan dalam kata betapa ngerinya hal itu, tetapi tak
terlalu merisaukannya sebab tak membutuhkan aku, sungguh jiwamu sendiri, yang
penuh semangat patriotisme bagi Republik, tak diragukan lagi memerintahkan
unutuk menyingkirkan keselamatan semua orang, dia yang membelot dari negara
yang hendak dikuburkannya di bawah kuasa jahat dari musuh yang paling
menjijikan. Sebuah pidato tergolong dalam tipe sedang kalau telah melonggarkan
gaya sampai taraf tertentu, tetapi masih belum turun ke gaya narasi yang paling
biasa:
Lihatlah
para juri, kepada siapa kita melancarkan perang, kepada sekutu yang telah biasa
bertempur di pihak kita dan bersama kita untuk menjaga imperium kita dengan
keutamaan dan kerja kerasnya, orang tentu paham akan kemampuan, perlengkapannya
dan sumber daya, tetapi juga karena kedekatannya pada kita dan persekutuannya
dengan kita dalam segala perkara, mereka ironisnya tak bisa memahami dan
menaksir kekuatan rakyat Roma dalam segala hal. Ketika mereka membuat keputusan
untuk melancarkan perang melawan kita, dasar apakah, sebab mereka sadar bahwa
sebagian besar sekutu tetap setia pada kewajibannya dan sebab mereka tau bahwa
mereka tak punya banyak pasukan, tak punya komandan yang pantas, dan tak punya
dana publik, pendek kata, mereka tak punya satu pun unsur hakiki untuk
berperang, bahkan kalau mereka hanya mempertengkarkan batas wilayah rumah
dengan tetangga mereka sendiri, dan kalau mereka yakin bahwa seluruh persaingan
hanya tergantung pada satu pertempuran saja, mereka seharusnya tetap turun ke
medan perang dengan lebih siap dan perlengkapan lebih baik dalam segala hal.
Semakin tidak masuk akal lagi, bahwa dengan pasukan kecil itu mereka akan
mencoba mengalihkan kedaulatan atas seluruh dunia ke tangan mereka. Sebuah
kedaulatan yang kepadanya segala bangsa, segala raja dan segala suku telah
tunduk, sebagian melalui paksaan, sebagian lagi atas kehendak mereka sendiri,
ketika mereka ditaklukkan entah oleh tentara atau kemurahan hati rakyat Roma.
Bagaimana dengan orang Fregellae begitu seorang pasti akan bertanya. Seperti
itu atas inisiatif mereka sendiri, sungguh memang begitulah mereka, tetapi
sekutu ini membuat upaya seperti itu dengan kurang persiapan mereka melihat
bagaimana nasib orang Fregellae. Bagi mereka yang tak berpengalaman, yang tak
mampu menemukan preseden untuk setiap keadaan dalam peristiwa yang telah
terjadi sebelumnya, mereka karena kelalaian akan dengan mudah jatuh ke dalam
kesalahan tetapi mereka tau apa yang telah terjadi pada orang lain dapat dari
kejadian yang telah menimpa orang lain itu, dengan mudah bersiap diri untuk
perkara mereka sendiri. Jadi sungguhkah mereka telah angkat senjata, tanpa
motif apapun, tanpa mengandalkan harapan apapun? Siapa dapat mempercayainya
bahwa ada sekelompok orang telah dirasuki oleh kegilaan begitur rupa, sampai
mereka nekat, tanpa kekuatan apapun, untuk menyerbu kedaulatan rakyat Roma,
maka pastilah ada motif tertentu
Contoh
gaya biasa yang telah diturunkan dalam percakapan sehari:
Kebetulan,
kawan kita yang sekarang disini masuk ketempat pemandian kala itu dan setelah
ia mandi, tubuhnya mukai dikeringkan. Lantas, ketika ia hendak menuju bak
pemandian, orang ini muncul entah dari mana. Orang ini mulai mengulang
perkataan yang sama, tetapi lebih lantang dan mengatakan hal lain. Tetapi
manusia menjijikan berseru dengan nada gampang membuat orang tersipu suara yang
nakal dan keras, bukan di sekeliling bayangan matahari (In The Neighborhood Of
The Sundial, menunjuk pada tempat
terbuka yang di Romawi Kuno disebut froum disebut demikian karena jam bayangan
matahari sundial dalam Inggris Solarium dalam Latin, biasanya dipasang di
tempat itu sebagai penanda waktu untuk publik. Dengan demikian, dalam konteks
ini yang dimaksud tempat disekeliling jam bayangan matahari, forum, tempat
dimana orang Romawi biasa berpidato, menggelar rapat publik, atau kegiatan
sehari) melainkan di belakang panggung teater dan tempat lain semacamnya. Si
orang muda kesal, dan tak mengherankan, mengingat bahwa sampai saat ini telinga
masa muda terbiasa dengan omelan tutornya, bukan percekcokan smeacam ini, sebab
dimanakah orang muda akan melihat babu seperti itu, yang tak lagi tau malu dan
tak punya lagi sisa nama baik, sehingga dapat melakukan apa saja tanpa
merugikan reputasinya?
Tipe
gaya dapat dipahami dari contoh sendiri, Susunan kata yang satu termasuk dalam
gaya biasa, yang lain tergolong dalam karya agungm dan yang tak lain lagi
tergolong dalam gaya sedang, Rhetorica ad Herennium 4.11-15)
Dalam
karyanya Orator, Cicero menawarkan tiga dari pidatonya sendiri sebagai contoh
gaya biasa, sedang, dan agung
Pembelaan
terhadap Caecina (Pro Caecina) berusaha seluruhnya setia pada setiap perintah
praetor kala itu, kami menjelaskan hal rumit melalui proses definisi, memuji
hukum sipil dan memilah istilah ambigu. Dalam Manilian Law (Pro Lege Manilia)
tujuannya adalah glorifikasi terhadap Pompey, membentangkan glorifikasi itu
secara semarak dengan sebuah pidato bergaya sedang, pembelaan terhadap Rabirius
(Pro Rabirio) menyangkut segala aspek prinsip penegakan martabat negara: jadi
dalam pidato ini, kami bicara bekobar dengan segala macam cara amplifikasi
retorika (Orator 102)
Dalam
petikan teks dari pidato pembelaannya terhadap Caecina berikut, Cicero
menggunakan gaya biasa sebab ia berpidato menunjukkan betapa tak memadainya
kata untuk menggambarkan konsep hukum rumit atau stabil, roh hukum harus lebih
utama daripada huruf yang tertulis:
Undang
– undang macam apa, dekrit senator macam apa, maklumat pejabat macam apa,
perjanjian atau kesepakatan macam apa, atau untuk kembali ke urusan pribat,
surat wasiat macam apa, putusan hakim macam apa, akad, pakta atau perjanjian
resmi macam apa yang tidak bisa dibatalkan dan diubrak – abrik kalau mau
menciutkan maknanya menjadi sekadar kata, seraya mengabaikan niat, maksud, dan
wewenang dari mereka yang menulisnya. Tak bisakah masing dari kamu memberi
contoh dalam satu kaitan atau yang lain, yang memberi kesaksian tentang
penegasan bahwa kebenaran tidak tergantung pada kata, melainkan bahwa kata
hendaknya mengacu pada niat dan maksud orang. Sesaat sebelum aktif di forum,
Lucius Crassus, orang yang sejauh ini paling fasih berbicara, membela pendapat
ini dimana, dengan istimewa dan tak terbantahkan dan meski Quintus Mucius
Scaevola orang sangat bijak itu berbicara di pihak yang bersebarangan, Crassus
membuktikkan kepada setiap orang bahwa Manius Curius, yang diangkat sebagai
ahli waris pada saat kematian seorang putra yang lahir setelah ayahnya
meninggal, sungguh berhak menjadi ahli waris kendati putra itu tidak mati,
sebab sesungguhnya putra itu tak pernah dilahirkan, jadi apakah susunan kata
surat wasiat itu saja cukup memberi jalan keluar dalam situasi semacam itu?
Tidak sedikit pun. Lalu apa faktor penentunya? Maksud, sebab kalau maksud dapat
dipahami ketka kita tinggal diam, kita tak akan menggunakan kata sama sekali,
tetapi karena hal itu tidak mungkin, diciptakanlah kata bukan untuk
menyembunyikan melainkan untuk menyingkap maksud. Menurut UU, kepemilikan tanah
selama 2 tahun akan menghasilkan hak kepemilikan tetap, tetapi menggunakan
prinsip yang sama ketka berurusan dengan gedung, yang tidak secara khusus
disebut dalam UU menurut UU, kalau suatu jalan tak bisa di lewati orang dapat
mengendarai binatang pengangkutnya lewat jalan mana saja yang dia mau, kalau
hanya mendasarkan diri pada kata, ini bisa berarti bahwa kalau suatu jalan di
Bruttium tak dapat dilewati, seseorang boleh, kalau dia mau mengendarai
binatang pengangkutnya melewati tanah milik Marcus Scaurus di Tusculum suatu
langkah hukum dapat dikenakan terhadap seorang penjual, kalau hadir di
persidangan, dimulai dengan kata ini: karena aku melihatmu di persidangan, si
legendaris Appius Claudius yang buta itu tak dapat menggunakan langkah hukum,
kalau di persidangan orang menganut makna harfiah kata tanpa mempertimbangkan
makna sejati yang dimaksud dalam sebuah surat wasiat, Cornelius kecil diangkat
sebagai ahli waris dan kini Cornelius telah berusia 20 tahun, ia akan
kehilangan warisannya menurut tafsir (Pro Caecina 51 – 54) pada 66 SM tahun
ketika Cicero menjabat sebagai praetor, Gaius Manilius, seorang pejabat
tribunal, mengajukan suatu hukum yang memberi jenderal Pompey kuasa tertinggi
atas Provinsi Asia (yakni Asia Kecil) dan dalam perang melawan Mithridates,
Raja Pontus, Cicero berpidato mendukung hukum, dan di kemudian hari ia
mengutipnya sebagai contoh utama untuk pidato bergaya sedang tugasnya seperti
dikatakannya, adalah memuji karakter dan kemampuan sang jenderal, yang
contohnya:
Sekarang
marilah pandanglah sikap uguhari yang merupakan sifat Pompey dalam situasi
lain. Darimana dia memperoleh ketangkasannya yang begitu hebat dan kecepatan
geraknya yang luar biasa, bukan kekuatan luar biasa dari para pendayungnya,
bukan keterampilan navigasi yang jarang didengar, bukan pula angin aneh yang
membawanya begitu cepat ke pulau paling terpencil: melainkan faktanya adalah
bahwa hal biasanya memperlambat orang lain tak menjadikannya lambat:
keserakahan tak membelokkannya menjadi kesenanganm tidak pula kemasyhuran suatu
kota membelokkannya menjadi penyelidikan atasnya, tidak pula kerja itu sendiri
membelokkannya menjadi kesempatan beristirahat: akhirnya berkenaan dengan
patung, lukisan, dan hiasan lain dari kota Yunani yang menurut sebagian besar
jenderal wajib di rampas Pomepy menilai bahwa bahkan untuk sekadar memandangnya
ia tak boleh, sekarang karena alasan
ini, semua orang di tempat itu memandang Gnaeus Pompeius sebagai seseorang yang
bukan diutus dari kota ini, melainkan sebagai seseorang yang turun dari langit,
sekarang pada akhirnya mereka mulai percaya bahwa pernah ada orang Roma yang
memiliki sifat pengendalian diri seperti itu sesuatu yang bagi bangsa asing
sudah kelihatan tak masuk akal, dan dianggap sekadar kenangan palsu kini
kemegahan imperium mulai bersinar kepada orang itu, kini mereka mengerti bahwa
bukan tanpa alasan kalau dulu leluhur mereka, ketika memiliki pejabat dengan
sikap ugahari yang sama, lebih memilih melayani Roma daripada menguasai bangsa
lain, sungguh tersiar kabar bahwa orang biasa mudah menemuinya, pengajuan
keluha atas kesalahan orang lain pun amat terbuka, sedemikian sehingga dia yang
derajatnya melebihi pangeran dipandang setara dengan mereka yang paling rendah
untuk menemui Jenderal, tentang betapa perkasa dia sebagai penasihat, betapa
perkasa ia dalam bobot dan kefasihan pidato sesuatu yang pada dirinya sendiri
merupakan tanda martabat yang pantas bagi seseorang jenderal, wahai warga
negara, berkesempatan menyaksikan di tempat, dan mengenai sifatnya yang dapat
dipercaya seberapa besar sifat akan dihormati oleh sekutu, sementara setiap
musuh dari segala suku menilainya sama sekali tanpa cela, sekarang telah
dipersenjatai denga rasa kemanusiaan seperti itu sehingga sulitlah mengatakan
musuh takut akan keberanian lebih daripada mereka yang telah ditaklukkan
menghormati sifat belas kasihnya, sungguh adakah yang akan meragukan bahwa
kepemimpinan dalam perang sebesar ini harus dipercayakan kepada orang ini,
orang yang kiranya atas suatu rancangan ilahi, telah dilahirkan untuk membawa
segala perang dalam ingatan menuju titik parpurnanya (Pro Lege Manilia 40 – 42)
Pada
63 SM tahun ketika Cicero menjabat sebagai konsul, seorang senator tua, Gaius
Rabirius, dituntut atas dakwaan pengkhianatan terhadap negara yang terkait
dengan tindakan diduga terjadi sekitar 36 tahun sebelumnya, dakwaan itu
sesungguhnya bertujuan melemahkan otoritas Senat dan para konsul, dan Cicero
yang kala itu menjabat sebagai konsul dan seorang pendukung setia otoritas
Senat, berbicara untuk membela Rabirius. Bagian pengantar (exordium) pidato,
ditandai nadanya yang serius dan khidmat, gambaran retoris yang mencolok, emplifikasi
dan struktur periodik yang megah, menyajikan sebuah contoh yang bagus untuk
gaya agung
Wahai
sesamaku, warga negara kendati tak biasa bagiku, pada permulaan pidato untuk
memberikan uraian mengenai alasan membela seorang klien tertentu sebab selalu
sudah menganggap situasi penuh risiko dari warga mana yang menjalani
persidangan sebagai alasan cukup untuk membentuk ikatan dengannya, tetapi kali
ini dalam pembelaan terhadap hidup, reputasi dan keselamatan Gaius Rabirius
kuanggap perlu untuk mengemukakan suatu alasan untuk pelayanan kepadanya: sebab
alasan untuk membela, yang bagiku tampak
paling adil, bagimu mestinya tampak adil pula untuk membebaskannya
Tentu
panjangnya usia persahabatan kami, tingginya kehormatan klien, tuntutan
kebaikan hati manusia, dan jalan hidup yang telah kupilih, mendesakku untuk
membela Rabirius, tetapi kesejahteraan Republik, kewajibanku sebagai konsul,
terlebih jabatan konsul itu sendiri, yang dipercayakan kepadaku olehmu bersama
kesejahteraan Republik, telah memaksa untuk membelanya dengan cara yang paling
berkorbar. Tentu yang telah menyeret Gaius Rabirius ke persidangan dengan
tuntutan hukuman mati bukanlah kesalahan yang melekat pada dakwaan, bukan
kecemburuan terhadap hidupnya, bukan pula permusuhan sengit yang telah berlangsung
lama, atau sekadar permusuhan wajar yang beralasan, yang dirasakan oleh warga
sipil, melainkan, demi melenyapkan dari Republik benteng utama pertahanan
keagungannya, yang telah diwariskan oleh para leluhur kepada kita, sehingga
sejak itu otoritas, Senat, kuasa para konsul, atau harmoni di antara warga
negara tak berdaya lagi atas alasan inilah, disamping juga penggulingan lembaga
ini, usia, senja, kelemahan, dan kesendirian, satu orang ini diserang, maka
kalau seorang konsul baik, ketika melihat fondasi Republik digoyahkan dan
diubrak – abrik, ia akan memberi pertolongan kepada negara bergegas mengamankan
kesejahteraan dan keselamatan semua orang, memperjuangkan kesetiaan warga
negara dan mendahulukan kesejahteraan umum daripada kepentingannya sendiri,
demikian pula yang akan dilakukan oleh warga negara yang baik dan berani,
seperti telah ditunjukkan dalam semua krisis Republik ini, menutup semua jalan
penghasutan memperkuat benteng pertahanan Republik, bersiteguh bahwa kuada
tertinggi ada pada para konsul, dan kuasa pertimbangan tertinggi ada pada
Senat, dan dia yang setia pada prinsip ini pantas dipuji serta dihormati,
bukannya dikutuk serta dihukum, karena itu, sementara tugas membela Rabirius
utamanya adalah tugas, gelora untuk menyelamatkan harus kubagikan kepadamu.
Sebab harus mengerti, wahai sesama warga negara, bahwa sepanjang sejarah
manusia taks atu kasus pun yang pernah ditangani oleh seorang pejabat tribunal
rakyat atau pernah ditentang oleh seorang konsul atau pernah diserahkan kepada
rakyat Roma, yang lebih penting, yang lebih berbahaya, yang lebih layak
kauwaspadai daripada kasus ini, sebab, wahai sesama warga negara, tak ada
alasan lain untuk bergulirnya kasus ini kecuali untuk memastikan bahwa sejak
hari ini dan seterusnya, tidak ada lagi majelis umum di Republik, tidak ada
lagi harmoni di antara warga negara yang baik untuk melawan amuk dan lancangnya
orang jahat, tidak ada lagi tempat perlindungan bagi Republik dalam situasi
sulit, tidak ada lagi benteng pertahanan untuk melindungi kesejahteraannya.
Mengingat demikian keadaannya, karena kewajiban menuntut demikian manakala
terlibat dalam perjuangan monumental demi membela hidup, reputasi, dan
keselamatan seorang manusia, pertama memohon kepada Jupiter, yang maha tinggi
dan maha kuasa dan segala dewa – dewi yang kekal, supaya menganugerahkan
perdamaian dan pertolongan, dan berdoa supaya mereka mengizinkan hari ini untuk
berpihak kepada tujuan, entah untuk menjaga keselamatan klien maupun untuk
memperkuat fondasi Republik, kemudian minta dan mohon kepadamu, sesamaku warga
negara yang kekuatannya paling mendekati kehendak ilahi dari para dewa yang
kekal, sebab pada saat yang satu dan sama, kehidupan Gaius Rabirius yang malang
dan tanpa dosa ini, juga kesejahteraan Republik, dipercayakan ke dalam tangan
dan suara, aku mohon kepadamu untuk menerapkan belas kasih seperti biasa kau
lakukan demi keselamatan klienku, mohon kepadamu untuk menerapkan kebijaksanaan
seperti biasa kau lakukan demi kesejahteraan Republik (Pro Rabirio 1 – 5)
Ingatan,
bagian ke empat dari retorika, atau langkah persiapan orator. Para pembicara di
zaman modern dapat mencari pertolongan pada teks tertulis, layar komputer dan
pengial baca (teleprompter) untuk membantu mereka dalam menyampaikan pidato,
wacana, atau argumen, dalam lingkungan seperti itu, kita cenderung melupakan
bahwa para orator zaman kuno mengajukan pendapat atau menyampaikan suatu
pidato. Kesulitan dalam merekayasa bahan tulisan kuno, anehnya tampil berpidato
sambil memegang gulungan, mahalnya bahan tertulis dan kurangnya indeks,
ditambah tiadanya perlengkapan elektronik audio visual modern, membuat
ketergantungan pada ingatan menjadi sesuatu yang wajar pada zaman Cicero. Meski
beberapa cerita zaman kuno tentang pencapaian luar biasa dari ingatan dapat dinilai
berlebihan, cukup pasti bahwa orang kuno dituntut untuk menggunakan dan melatih
ingatan mereka, jauh melebihi kita. Misalnya, seorang yang berpidato tentang
kemampuan dan reputasi Cicero, dapat menyampaikan pidato yang berlangsung
selama beberapa jam, seluruhnya berdasarkan ingatan
Para
teoretikus zaman kuno mengindentifikasi dua jenis ingatan: alami dan buatan.
Ingatan alami adalah ingatan yang tertanam dalam benak, dan muncul serentak
dengan pemikiran. Ingatan buatan adalah ingatan yang berasal dari seni atau
teknik, yakni ingatan yang diperkuat oleh latihan dan disiplin, dalam kaitan
dengan itu, dikembangkanlah suatu sistem terperinci mengenai lokalitas dan
citra untuk melatih ingatan buatan. Untuk mengingat serangkaian fakta atau
rincian kejadian, orang akan memilih suatu lokasi yang familier (misalnya,
rumah di jalan, atau jalan masuk ke rumah) lalu mengaitkan hal yang hendak
diingat dengan rangkaian lokalitas itu secara berurutan, sistem itu dapat
digunakan untuk mengingat baik kata maupun isi, dan tampaknya sangat efektif,
hebatnya sistem itu masih menjadi inti semua sistem modern pada zaman ini
Terlepas
bahwa kita kini dapat dengan mudah mengakses komputer dan menggunakan pengial
baca (teleprompter) kemampuan menyampaikan suatu argumen atau pidato berdasarkan
ingatan, mengingat fakta yang terkait tanpa mengandalkan sarana lain, adalah
sebuah alat yang efektif dalam komunikasi lisan dan tentu dapat meningkatkan
mutu presentasi pembicara mana pun. Dalam De Orantore (2.351-60) Cicero menjelaskan asal – usul sistem ingatan jenis
ini dan menguraikan manfaat memiliki ingatan yang baik bagi seorang pembicara
Aku
berterima kasih kepada Simonides dari Keios yang kabarnya merupakan orang
pertama yang kabarnya merupakan orang pertama yang memperkenalkan teknik mengingat,
menurut kisah ini suatu kali Simonides sedang makan di Crannon, Thessalia, di
rumah Scopas, seorang bangsawan kaya, ketika Ia selesai melantunkan puisi yang
ditulisnya untuk menghormati Scopas, di mana ia menulis banyak hal tentang
Castor dan Pollux sebagai bumbu puisi seperti biasa dilakukan para penyair,
reaksi Scopas sangat pelit. Scopas berkata kepada Simonides bahwa ia hanya akan
membayar setengah harga dari yang telah disepakti untuk puisi ini, kalau mau ia
boleh meminta sisanya dari temannya, Castor dan Pollux, yang telah menerima
setengah pujian dari puisi. Tak lama kemudian, begitu kisahnya, Simonides
mendapat pesan untuk pergi keluar, dua orang muda berdiri di pintu, hendak
segera menemuinya, ia bangkit dan pergi keluar, tetapi tak melihat seorangpun,
sementara itu tepat ketika Simonides pergi, ruangan dimana Scopas
menyelenggarakan pesta di rumah, dan Scopas, bersama sanak saudaranya tertimbun
di bawah atap yang jatuh dan meninggal. Ketika keluarga mereka hendak
menyelenggarakan pemakaman, tetapi barangkali tak dapat mengenali mereka karena
telah hancur seluruhnya, dikabarkan bahwa Simonides, berdasarkan ingatannya
akan tempat dimana setiap dari mereka bersandar santai di meja pada waktu
pesta, mengenali mereka satu per satu untuk keperluan pemakaman, dari pengalaman ini kemudian tersiarlah kabar
bahwa dialah yang menemukan bahwa tatanan/ keteraturan adalah sesuatu yang
paling berguna untuk menerangi ingatan kita. Dan ia menyimpulkan bahwa
barangnya hendak mendayagunakan kemampuan ini harus memilih lokalitas, kemudian
membentuk citra mental mengenai hal yang hendak mereka simpan dalam ingatan
mereka, dan menempatkannya di lokalitas tersebut, dengan cara ini, tatanan
lokalitas akan menjaga tatanan hal ihwal, sementara citra akan menggambarkan
hal ihwal itu sendiri dan kita menggunakan lokalitas ibarat papan malam wax
tablet (papan kayu yang permukaannya dilapisi dengan material lunak yang
plastis, dapat dibentuk digunakan sebagai semacam papan tulis portabel pada
zaman kuno sampai abad pertengahan) dan citra ibarat huruf yang tertulis di
permukaannya
Hanya
mereka yang memiliki ingatan kuat yang
akan tau apa yang hendak mereka katakan, sejauh mana mereka akan meneruskannya
bagaimana mereka hendak mengatakannya, pokok mana saja yang sudah mereka jawab
dan pokok mana saja yang sudah mereka jawab dan pokok mana saja yang masih
terisa. Orang seperti itu mengingat banyak bahan yang dulu pernah mereka pakai
dalam kasus lain, dan banyak bahan lain yang mereka dengar pernah digunakan
oleh orang lain, kini diakui bahwa kodrat adalah sumber utama kemampuan ini,
sebagaimana semua kemampuan lain yang telah kubicarakan sebelumnya. Tetapi
berkenaan dengan keseluruhan seni berpidato adalah benar bahwa fungsinya bukan
menghasilkan atau menciptakan dari nol aap yang tidak ada sebagai kemampuan
kodrati kita sendiri, melainkan memupuk dan mengembangkan apa yang sudah
bersama kita sebagai bawaan lahir dan kodrati. Tetapi nyaris tak ada orang yang
ingatannya begitu tajam sehingga dapat menjaga susunan semua kata dan gagasan,
tanpa menata bahannya dan menggambarkannya melalui simbol juga tak ada seorang
pun, sungguh yang ingatannya begitu tumpul sehingga berlatih dengan sistem ini
secara teratur tak akan menolongnya sama sekali, sungguh, seperti dengan bijak
diamati oleh Simonides atau siapapun yang menemukannya hal yang tergambar
paling baik oleh benak kita adalah hal yang telah dinyatakan dan membekas
padanya melalui salah satu indra. Yang paling tajam dari semua indra adalah
indra penglihatan, maka yang tercerap oleh pendengaran, atau selama proses
pemikiran, dapat ditangkap paling mudah oleh pikiran kalau hal itu juga
dinyatakan pada pikiran melalui perantaraan mata. Dengan cara, seperti kita
tau, objek tak kasat mata yang tak terakses bagi daya penglihatan, direpresentasikan
dengan suatu sosok, suatu gambar, suatu bentuk, sehingga hal yang hampir tidak
dapat ditangkap dengan berpikir, dapat dipahami dengan melihatnya, tetapi wujud
konkret ini seperti segala sesuatu yang ada di bawah daya penglihatan, harus
diletakkan pada suatu tempat, tidaklah terbayangkan. Karena sebab tak ingin
bicara terlalu banyak atau mencolok padahal hal ini sudah umum diketahui dan
biasa, lokalitas yang digunakan harus banyak terlihat jelas, dan berjarak
sedang, sementara citra kita hendaknya hidup, tajam dan kentara sehingga
berpeluang besar menyatakan dirinya dengan cepat dan menghantam pikiran.
Latihan, titik tolak untuk mengembangkan kebiasaan akan menyediakan
keterampilan yang ditbutuhkan menghafal akta yang kurang perlu bagi kita, dicirikan
oleh variasi citra yang lebih banyak, bagaimanapun ada banyak kata yang
berfungsi untuk mengaitkan bagian bahasa kita, dan mustahil menemukan wujud
yang mirip dengannya. Untuk hal seperti itu, kita harus membentuk citra untuk
digunakan secara tetap. Tetapi menghafal
isi adalah urusan yang pantas bagi orator. Inilah tempat dimana kita dapat
menggunakan representasi dengan orang atau objek yang terpilih, yang tertata
rapi, sehingga kita dapat menangkap pemikiran melalui sarana citra dan urutannya melalui sarana lokalitas.
Tidak benarlah, seperti selalu dikatakan oleh orang malas, bahwa ingatan akan
kelelahan oleh beratnya citra dan bahwa citra itu bahkan mengaburkan apa yang
dapat ditangkap dengan sendirinya oleh ingatan alamiah. Orang yang daya
ingatannya kuat, Charmadas di Athena, dan di Asia, Metrodus dari Skepsis (yang
kabarnya masih hidup) dan keduanya mengatakan bahwa mereka merekam apa yang
ingin mereka ingat dengan sarana citra pada lokalitas yang mereka pilih, ibarat
mereka menuliskannya dengan huruf pada sebuah papan malam jadi kalau seseorang
tak punya kemampuan alamiah akan ingatan praktik ini tak dapat dipakai untuk
menyingkapkannya tetapi kalau kemampuan itu sekadar tertidur, praktik ini harus
digunakan untuk menumbuhkannya
Penyampaian.
Kita semua barangkali pernah mendengar adagium kuno, yang terpenting bukanlah
apa yang kau katakan melainkan bagaimana kau mengatakannya, dan kita paham dari
pengalaman mendengarkan para pembicara entah mereka itu politisi, imam atau
profesor bahwa ada banyak kebenaran dalam pernyataan itu, kadang hal ini dapat
menjadi keadaan yang sangat disayangkan,
misalnya ketika sebuah pesan sangat bagus dengan isi yang sangat penting
menjadi kabur karena suatu cara penyajian yang amat buruk, atau sebaliknya ketika isi yang payah atau bahkan informasi palsu dan menyesatkan
menjadi terdengar menarik dan sangat menyaksikan karena cara penyajian yang
istimewa. Bagaimanapun arti penting penyampaian, langkah persiapan orator yang
kelima dan terakhir, sangat dihargai pada zaman kuno, sama halnya seperti
sekarang, untuk menggambarkan arti penting ini, Cicero kerap menceritakan
sebuah anekdot terkenal tentang orator besar Yunani, Demosthenes:
Dan
hal ini menegaskan kebenaran perkataan yang dianggap berasal dari Demosthenes
yang ketika ditanya apa pertimbangan terpenting dalam berbicara, menjawab
penyampaian: apa yang kedua penyampaian: dan lagi apa yang ketiga penyampaian.
Tak ada hal lain yang merasuki pikiran dengan lebih dalam yang mencetak,
membentuk, dan melancarkannya dan memampukan para pembicara kelihatan sebagai
pribadi sebagaimana mereka sendiri ingin kelihatan (Brutus 142) jadi
sebagaimana lokasi, lokasi, lokasi, adalah faktor utama dalam mempertimbangkan
perumahan, demikian pula penyampaian dalam perkara argumen dan pidato.
Pembicaraan teroretis tentang penyampaian kerap membaginya menjadi dua
kategori, suara dan gerakan, sementara gerakan itu sendiri dibagi lagi menjadi
gerak tubuh dan ekspresi wajah. Dalam De Oratore, Cicero membicarakan suara,
gerak tubuh, ekspresi wajah, dan mendekatkannya dengan gambaran emosi yang
dikehendaki oleh si pembicara. Dalam teks berikut, Crassus, tokoh utama dalam
dialog, membicarakan topik ini dengan tokoh lain dan menguraikan anekdot
menarik tentang cara penyampaian dari para pembicara ulang:
Segala
hal akan efektif sejauh penyampaian menjadikannya efektif. Penyampaian adalah
salah satu faktor dominan dalam seni berpidato. Tanpanya bahkan orator terbaik
pun tak akan dianggap sama sekali, sementara seorang pembicara rata yang
dipersenjatai dengan keterampilan ini sering mampu mengalahkan orator terbaik.
Penyampainlah yang diberi tempat pertama, kedua dan ketiga oleh Demosthenes, ketika
dinyata apa yang terpenting dalam seni berpidato. Dan apa yang dikatakan
Aeschines lebih bagus, setelah kalah secara memalukan di persidangan, ia
meninggalkan Athena dan mengungsi di Rhodes, di kisahkan ia membaca atas
permintaan orang Rhodes, pidato istimewa yang dibawakannya untuk melawan
Ctesiphon, ketika Demosthenes bertindak selaku pembela. Setelah selesai
membaca, ia juga diminta membaca, pada hari berikutnya, pidato yang dibawakan
oleh Demosthenes pada pihak lawannya atas nama Ctesiphon. Pidato ini
dibawakannya dengan suara amat bertenaga dan didengar, setiap orang memuji, ia
berkata betapa akan semakin banyak lagi pujian kalau mendengarkan Demosthenes
sendiri yang berpidato, dengan komentar ini ia telah cukup menunjukkan betapa
besar arti penting penyampaian sehingga dalam pandangannya, pidato yang sama
akan menjadi berbeda kalau orang lain membawakannya. Bagaimana dengan Gracchus?
Catulus mengingatnya lebih baik daripada
aku, bahwa ia banyak dibicarakan ketika aku masih muda. Dimana dapat mencari
perlindungan dalam kesengsaraan? Kemana dapat berpaling? Ke Gedung Capitol?
Tetapi gedung itu dibanjiri oleh darah saudaraku! Ke rumah? Sehingga dapat
memandang ibuku dalam kesengsaraan, dilanda nestapa dan putus asa? Pada umumnya
orang sepakat bahwa ketika menyampaikan kata ini, mengurasi mata, suara, dan
gerak tubuhnya sedimikian rupa sehingga bahkan musuhnya pun tak sanggup menahan
air mata. Aku membicarakan hal ini agak rinci karena para orator, yang
bertindak dalam kehidupan nyata, telah mengabaikannya seluruhnya, sedangkan
para aktor, yang hanya sekadar peniru kenyataan justru menghayati. Dan tak
diragukan dalam segala hal, kenyataan lebih bermanfaat daripada tiruan. Tetapi
kalau kenyataan dari dirinya sendiri sudah cukup efektif dalam penyampaian, tak
akan membutuhkan keterampilan sama sekali, tetapi emosi yang harus secara
khusus diungkapkan atau ditiru melalui penyampaian, kerap sedemikian campur
aduk sehingga ia kabur dan hampir pada, jadi harus menyingkirkan apa yang
membuatnya kabur dan menganut sifatnya yang paling unggul dan paling kelihatan
jelas, sebab, menurut kodratnya setiap emosi memiliki ekspresi wajah, nada,
suara, dan gerak tubuhnya sendiri. Segenap tubuh manusia, segala eskpresi wajah
dan semua ujaran suara, seperti senar pada sebuah lira, bersuara dengan cara
yang persis sebagaimana dilanda oleh setiap emosi. Suara dapat meregang kencang
seperti senar sebuah alat musik, sebagai tanggapan terhadap tiap sentuhan, ia
dapat pula bersuara tinggi, rendah, cepat, lambat, keras, dan lembut., dan
terlepas dari setiap ekstrem ini, ada juga yang dalam setiap kategori, titik
tengah diantara ekstrem. Apalagi dari jenis suara ini dapat diturunkan juga
jenis lain: halus dan kasar, suara yang tertahan dan berdaya jangkau luas yang
mulus dan patah, yang parau yang tercekik, yang semakin mengeras dan semakin
lirih juga disertai perubahan titinada. Penggunaan setiap jenis ini diatur
dengan keterampilan. Ia dapat divariasikan menurut kehendak dalam penyampaian
sebagaimana warna dalam lukisan. Rasa marah menunut penggunaan satu jenis
suara, tinggi, dan tajam, penuh kejutan, patah berulang kali, rasa takut
memiliki jenis suara lain, lemah, penuh keraguan, penuh kesedihan, pidato yang
bertenaga memiliki jenis suara lain, intens, bergelora, menggertak, dan dengan
antusiasme yang sungguh. Rasa bahagia membutuhkan nada lain, lepas bebas dan
lembut, ceria, dan santai. Semua emosi harus disertai dengan gerak tubuh, bukan
gerak tubuh yang digunakan dalam tata panggung yang menggambarkan kata satu per
satu, melainkan gerak tubuh yang menandakan isi dan gagasan sebagai suatu
keseluruhan, bukan dengan menirukannya, melainkan dengan menunjuknya. Untuk
melatihnya orang membutuhkan sikap tubuh
yang bertenaga dan gagah, yang contohnya dapat dilihat bukan pada aktor
panggung, melainkan pada mereka yang bertarung dengan senjata atau disekolah
gulat. Tangan jangan terlalu ekspresif, lebih bersifat menyertai daripada
menggambarkan kata dengan jari, lengan sebaiknya maju sedikit seakan pidato
kita menggunakannya sebagai senjata. Dan hendaknya menghentakkan kaki pada awal
atau akhir bagian pidato yang bertenaga. Tetapi segalanya tergantung pada
wajah, pada gilirannya seluruh didominasi oleh mata. Jadi generasi tua cukup
tepat untuk tak terlalu memuji Roscious ketika ia menjalankan peran dengan memakai topeng,
sebab penyampaian adalah seluruhnya perkara jiwa, dan wajah adalah citra jiwa,
sementara mata memantulkannya, wajah adalah satunya bagian tubuh yang dapat
menghasilkan begitu banyak jenis tanda, sama banyaknya dengan perasaan dalam
jiwa, dan tentu tak seorang pun dapat menghasilkan dampak tersebut kalau
matanya tertutup, Theophrastus pernah berkata bahwa seorang bernama Tauriscus
suka menyebut seorang yang pandangannya terpaku pada objek tertentu ketika
sedang menyampaikan pidato sebagai seorang aktor yang membelakangi penonton.
Karena itu cukup penting mengatur ekspresi mata. Hendaknya kita tak terlalu
sering mengubah air muka, supaya tak mengacaukannya atau kelihatan seperti
seorang dungu, matalah yang hendaknya digunakan untuk mengungkapkan perasaan
secara cocok dengan jenis pidato yang sedang dibawakan, dengan intens atau
santai dengan penampilan serius atau ceria,
dengan demikian penyampaian tak lain adalah bahasa tubuh, sesuatu yang menjadikannya sedemikian penting
sehingga harus cocok dengan apa yang dimaksudkan dan alam telah memberi mata
untuk mengungkapkan perasaan, sebagaimana memberi surai, ekor, dan telinga pada
kuda dan singa, jadi unsur paling menentukan dalam penyampaian kita, disamping
suara, adalah ekspresi wajah kita dan dikendalikan dengan mata kita
Semua
unsur penyampaian memiliki suatu daya tertentu yang telah dianugerahkan oleh
alam, itulah mengapa penyampaian berpengaruh kuat, bahkan pada orang yang tak
berpengalaman, kerumunan orang biasa, dan juga orang asing, bagaimanapun kata
hanya memiliki dampak bagi mereka yang terikat pada si pembicara oleh bahasa
yang sama dan pemikiran cerdas kerap luput dari pemahaman orang yang tak cukup
cerdas, tetapi penyampaian yang menampilkan perasaan jiwa, berdampak pada siapa
saja, sebab jiwa setiap orang digerakkan oleh perasaan yang sama, dan melalui
tanda yang samalah orang mengenalinya dalam diri orang lain dan menyatakannya
dalam diri mereka sendiri, kalau membahas keefektifan dan keunggulan dalam hal
penyampaian, tak diragukan bahwa suara memainkan peran terpenting, pertama
suara yang baik adalah suatu idaman yang pantas dimiliki, tetapi yang kedua,
jenis suara apapun yang dimiliki, harus dijaga, berkenaan dengan hal ini,
pernyataan tentang bagaimana memelihara suara kita, tidak begitu terkait dengan
jenis pengajaran yang sekarang sedang kuberikan kendati aku percaya bahwa harus
memeliharanya baik – baik. Tetapi penyelidikan yang kubuat beberapa saat lalu
tampaknya bukan sama sekali tidak terkait dengan tugasku dalam percakapan ini,
yakni bahwa dalam sebagian besar perkara, apa yang paling berguna entah
bagaimana adalah sekaligus yang paling pantas, demi menjaga suara tak ada yang
lebih berguna ketimbang melakukan modulasi secara teratur, sedangkan tak ada
yang lebih berbahaya ketimbang mengerahkan suara tanpa kendali dan tanpa jeda,
lagi pula, apa yang lebih cocok bagi telinga kita dan demi penyampaian yang
menyenangkan selain pergantian, variasi, dan perubahan suara, sesungguhnya
Gracchus yang tadi disebut juga berbuat demikian, ketika ia berbicara dalam
sebuah rapat umum, ia selalu menyiapkan seseorang yang berdiri diam di
belakangnya dengan sebuah seruling kecil yang terbuat dari gading, seorang
terampil yang akan membunyikan nada dengan cepat yang entah akan membangkitkannya
ketika suaranya turun, atau mengingatkannya kembali ketika ia berbicara dengan
tegang, ada suatu titik tengah dalam setiap suara (kendati hal ini berbeda pada
setiap individu) menaikkan volume suara secara bertahap dari titik tengah ini,
bermanfaat dan membuat orang senang, sebab berteriak sejak permulaan adalah
sesuatu yang berangasan untuk dilakukan, dan pendekatan bertahap ini pada saat
yang sama bermanfaat, sebab ia akan memperkuat suara. Terlebih ada batas
tertentu untuk menaikkan suara yang tingkatannya masih saja lebih rendah
daripada berteriak sekencangnya. Lebih tinggi dari itu, seruling tak akan mengizinkan sementara ia
juga akan mengingatkan ketika sudah mencapai batas ini. Demikian pula pada
ujung sebaliknya, ketika merendahkan suara, ada juga suara paling rendah, dan
ini capai tahap demi tahap, menurun dari titinada demi titinada. Dengan variasi
ini, dan dengan demikian menjelajahi semua titinada, suara akan memelihara
dirinya sendiri dan membuat penyampaian menjadi menyenangkan, dan sementara
akan meninggalkan seseorang dengan seruling tadi di rumah, akan membawa ke
depan umum kepekaan akan hal ini bersamamu, yang telah diperoleh melalui
latihan (De orantore 3.213-27)
Pentingnya
meniru panutan yang baik dalam berpidato. Pada zaman kunim seperti halnya
sekarang, meniru panutan yang baik dipandang sebagai sarana pendidikan yang
efektif. Bahkan pada zaman Cicero, adalah wajar bagi seorang muda untuk
memasuki semacam kegiatan magang, yang kala itu disebut tirocinium fori, dimana
akan mengikuti seorang warga negara atau
negarawan terkemuka untuk mengamati kegiatannya di forum dan di pengadilan,
adalah penting pula untuk memilih panutan yang baik dalam seni berbicara di
depan umum, dan meniru kekuatannya, seraya mengesampingkan kelemahannya, Antonius
tokoh utama lain dalam De Oratore, menguraikan manfaat panutan yang baik dalam
persuasi yang efektif, ketika ia memberi nasihat kepada anak didiknya, Catulus
dan Sulpicius, tentang perkara ini:
Baik,
Catulus izinkan aku memakai kawan kita disini Sulpicius sebagai titik tolak
atau pertama kali mendengarkannya dalam sebuah kasus kecil, ketika ia masih
cukup muda, suaranya, penampilannya, gerak tubuhnya, dan semua kualitasnya
cocok untuk tugasnya yang sedang kita bicarakan, tetapi caranya berbicara cepat
dan terburu nafsu suatu tanda bakatnya, katanya mendidih oleh gairah dan agak
terlalu bersemangat, suatu tanda sifat mudanya. Menurutku ini bukan sesuatu
yang pantas dihina, aku suka melihat kesuburan dalam diri seorang muda, sebab,
ibarat anggur, lebih mudah memeriksa apa yang
telah tumbuh terlalu berlimpah daripada mengolahnya untuk menghasilkan
tunas baru manakal pokok anggurnya lemah, demikian dalam diri seorang muda,
bagian tertentu hendak kupangkas sebab dalam suatu pertumbuhan yang telah
mencapai kemenangan terlalu cepat, vitalitas tak bisa awet. Aku segera
mengenali vitalitas tak bisa awet, aku segera mengenali bakatnya dan tanpa
buang waktu, aku mendorongnya untuk memilih forum sebagai sekolah dimana dapat
belajar, dan untuk memilu guru yang ia suka tetapi kalau mendengarkan
nasihatku, guru itu hendaknya adalah Lucius Crassus, dengan penuh minat pemuda
itu mengikuti saranku dan menyakinkan bahwa itulah yang memang hendak ia
lakukan, juga menambah, tentu terdorong oleh kesopanan, bahwa aku pun akan
menjadi gurunya, belum ada setahun berlalu sejak mendorongnya ketika ia
mengajukan tuntutan atas Gaius Norbanus dan aku membela, perbedaan yang
kuperhatikan antara Sulpicius pada waktu itu dan Sulpicius yang kulihat tahun
sebelumnya luar biasa. Memang benar bahwa kemampuan kodratinya sendiri
membawanya dekat dengan gaya Crassus yang agung dan megah, akan tetapi
kemampuan kodrati itu saja tak akan memampukannya mencapai hasil yang cukup,
kalau ia tidak mengarahkan daya upaya pada tujuan yang sama dengan meniru
Crassus secara penuh minat dan mengembangkan kebiasaan berbicara dengan segala
pikiran dan perhatian yang terpusat padanya. Jadi inilah panduan pertama yang
kuberikan kepada calon orator: aku akan memperlihatkan kepadanya siapa yang
hendaknya ia tiru, berikutnya yang hendaknya digabungkan dengan ini, adalah
latihan melaluinya ia harus meniru dan dengan demikian menyalin dengan cermat
panutan yang dipilihnya, tetapi bukan dengan cara telah banyak dilakukan oleh
para peniru seperti telah kuketahui, sebab orang sering mengarahkan kegitan
menirunya pada sifat yang mudah disalin, atau bahkan pada sigat keliru yang
kebetulan mencolok, yang paling mudah adalah meniru cara orang berpakaian atau
berdiri atau bergerak, dan tentu kalau si panutan itu memiliki beberapa
keliruan bukan sesuatu yang istimewa untuk menggunakannya dan untuk memamerkan
sendiri kekeliruan yang sama, seperti Fufius ini yang mengoceh di tingkat
negara bahkan sampai sekarang setelah kehilangan suaranya, seni pidationya
gagal mencapai gelora Gaius Fimbria yang terakhir ini tentu memilikinya,
padahal ia telah meniru mulutnya yang bengkok dan logatnya kasar, tetapi Fufius
tak paham bagaimana memilih panutan yang paling cocok baginya dan ia ingin
meniru panutan yang dipilihnya bahkan dalam kekeliruannya. Barangsiapa ingin
mengerjakan sesuatu dengan baik haruslah mengerjakan sesuatu dengan baik
haruslah, pertama sangat hati – hati dalam membuat pilihan dan ia juga harus
membaktikan seluruh perhatiannya untuk menggapai kualitas panutannya yang telah
terbukti juga yang sungguh istimewa. Maka siapa saja yang ingin mencapai
kemiripan melalui peniruan seperti itu, ia harus mengejar tujuan ini dengan
latihan yang sering dan luas cakupannya dan secara khusus dengan menulis.
Bahasa Sulpicius akan jauh lebih padat, kalau melakukan hal ini dalam
keadaannya yang sekarang, bahasanya itu memuat semacam kerimbunan seperti para
petani bicara tentang rumput ketika sedang lebat yang harus dipangkas rapi
dengan pena (De Oratore 2,88-92,96)
Pentingnya
menulis untuk mempersiapkan pidato yang efektif. Arti penting belajar menulis
secara diakui di lingkungan pendidikan zaman ini, semakin banyak pula yang
mengakui arti penting komunikasi lisan yang efektif sebagai suatu keterampilan
yang perlu diberikan kepada para siswa kita yang hendak memasuki dunia nyata.
Kaitan antara berbicara dengan baik dan menulis dengan baik, kendati barangkali
tak segera dikenali oleh beberapa orang, tentu amat jelas bagi Cicero, seperti
disebut di depan (12 -13), karangan tertulis yang efektif memerlukan langkah
persiapan berupa penemuan, penyusunan, dan gaya 3 langkah persiapan utama
orator, dan dengan demikian berperan sebagai suatu latihan panutan dalam
pembinaan menuju pidato yang efektif. Menurutku kata Crassus, sepakat dengan
kebiasaan untuk bertitik tolak dari kasus yang mirip dan membicarakannya dengan
cara sejujurnya. Akan tetapi kebanyakan orang, ketika melakukannya, sekadar
melatih suaranya dan tak terlalu piawai dalam hal itu, membina kekuatannya,
meningkatkan kecepatan lidahnya, dan bersuka ria dengan banjir katanya, mereka
mendengar pepatah bahwa cara menjadi pembicara adalah dengan berbicara, dan ini
menyesatkan mereka, sebab ada pepatah lain yang sama benarnya, cara trmudah
untuk menjadi seorang pembicara yang celaka adalah dengan berbicar secara
celaka. Karena alasan ini kendati berguna juga dalam sesi latihan untuk
berbicara spontan secara rutin, adalah lebih berguna untuk menyediakan waktu
refleksi, supaya dapat berbicara dengan persiapan lebih baik dengan lebih hati
– hati. Akan tetapi yang lebih mendasar adalah sesuatu yang sesungguhnya,
paling jarang kita lakukan sebab ia melibatkan daya upaya yang besar, yang
kebanyakan dari kita berupaya menghindarinya yang kumaksud adalah menulis
sebanyak mungkin adalah pena ya pena yang merupakan guru dan pencipta paling
baik dan paling unggul dalam urusan berbicara. Aku mengatakan hal ini dengan
pertimbangan yang sangat beralasan: kalau pidato spontan dan serampangan dapat
dengan mudah dilampui dengan persiapan dan refleksi yang terakhir itu, pada
gilirannya, tentu akan dapat ditaklukkan dengan menulis secara ajek dan tekun,
sebab kalau menyelidiki perkaranya dan memikirkannya dengan seluruh daya
pertimbangan kita, semua pola umum sekurangnya sejauh ia melekat pada tema yang
sedang ditulis, entah itu yang diperoleh melalui latihan maupun melalui, dalam
kadar tertentu, kemampuan kodrati dan kepandaian, muncul dalam diri kita,
menyingkapkan dirinya kepada pikiran kita, semua gagasan dan semua kata yang
paling cocok untuk setiap jenis tema, juga yang paling jelas dan cemerlang
tidak bisa tidak melewati goresan pena kita yang silih berganti, apalagi dengan
menulis, kita sekaligus menyempurnakan kemampuan menyusun dan memadukan kata,
bukan dengan cara puitis, melainkan dengan cara yang sesuai dengan standar dan
ritme pidato. Inilah unsur yang membuat seorang orator yang baik dapat
memenangkan seruan setuju dan kekaguman, dan tak seorang pun akan menguasainya
kecuali ia menulis panjang dan banyak bahkan kalau ia telah melatih diri dengan
amat bersemangat dalam pidato spontan, juga barangsiapa berpidato setelah
banyak berlatih menulis akan membawa kemampuan ini bersamanya bahkan ketika ia
berimprovisasi yang dikatakannya akan tetap kelihatan mirip dengan teks tertulis, dan lagi kalau suatu kali ia membawa
teks ketika hendak berbicara, begitu ia berhenti mengikuti teks, seluruh sisa
pidato akan tetap mirip dengan teks itu, sebuah kapal yang sedang melaju dengan
kecepatan penuh, ketika tiba para pendayungnya berhenti mendayung, tetap
mempertahankan momentum dan lajunya kendati dorongan dayung telah berhenti. Hal
yang sama terjadi dalam kasus pidato ketika teks tertulis tak lagi di tangan,
sisa pidato masih tetap melaju, terdorong oleh kesamaan dengan apa yang telah
ditulis dan oleh rangsangannya. Apa yang dulu kulakukan sebagai orang yang
masih sangat muda dalam sesi latihan harian adalah menerapkan latihan yang sama
dengan yang ku ketahui juga diterapkan oleh Gauis Carbo, musuh lamaku, aku akan
merancang beberapa bait sebagai model, seimpresif mungkin atau aku akan membaca
sebuah pidato, sebanyak mungkin sejauh aku sanggup menghafalkannya, lalu aku
akan mengungkapkan persis apa yang telah kubaca, dengan menggunakan kata lain
sejauh aku bisa, tetapi tak lama setelahnya, aku sadar bahwa metode ini
memiliki suatu kekurangan: kata yang paling cocok dalam setiap kasus, dan yang
paling indah serta paling istimewa sudah digunakan oleh Ennius kalau aku sedang
berlatih dengan baitnya atau oleh Gracchus kalau kebetulan sedang menggunakan
pidatonya sebagai model, maka kalau aku memilih kata yang sama, aku tidak
belajar apapun, dan kalau aku memilih
kata lain, sesungguhnya aku sedang mencelakakan diriku sendiri, sebab dengan
demikian aku membiasakan diri menggunakan kata yang kurang cocok, kemudian
tampaknya baik bila aku dan inilah latihan yang ku praktikkan ketika sudah agak
lebih tua mengambil pidato dari para orator besar Yunani dan merumuskannya
ulang. Manfaat memilih cara ini bukan hanya bahwa Latin apa yang telah ku baca
dalam bahasa Yunani, aku dapat memakai kata yang paling bagus yang umum
digunakan, melainkan juga bahwa dengan
menyadur kata Yunani, aku dapat menemukan kata lain yang baru bagi bahasa kita,
asalkan kata itu cocok (De Oratore 1.149 – 55)
Persyaratan
dan pendidikan pembicara ideal. Bila kita ingat lagi pokok dalam buku kecil ini
dan menimbang langkah persiapan bagi pembicara dan panduan retorika yang
ditawarkan dalam buku pegangan retorika yang tipikal pada zaman Cicero, kita
sadar bahwa apa yang kita temukan hanyalah sebuah puncak gunung es, suatu uraian
lengkap mengenai banyak buku semacam ini. Terlebih, menurut Cicero panduan
persuasi yang termuat dalam buku pegangan biasa hanyalah sebagian kecil dari
apa yang benar diperlukan, untuk mencetak seorang pembicara yang sungguh dia
yang memiliki daya yang tulen dan kemampuan untuk membujuk para pendengarnya,
tantangan berbicara secara efektif di depan umum adalah suatu tantangan besar
dan melakukannya secara efektif dan sukses membutuhkan bukan hanya pengetahuan
tentang panduan seni retorika, bakat
bawaan lahir dalam kadar tertentu, dan latihan yang tekun, melainkan juga suatu
wawasan yang luas dan mendalam tentang tema yang kini masih kita kenal sebagai
humaniora (liberal arts) pantaslah bila kita menyimpulkan tinjaun kita mengenai
persuasi ala Cicero ini dengan suatu titik dimana Cicero sendiri mulai dalam
bagian kata pengantar dari De Oratore, yang ditajukan kepada saudaranya,
Quintus, Marcus berbicara cukup panjang tentang menguraikan apa yang menurutnya
merupakan syarat orator ideal yang penjelasan rincinya akan ia lanjutkan dalam
halaman selanjutnya dari maha karya, seperti telah di katakan hanya sedikit
saja yang sanggup memenuhi tuntutan itu, tetapi pengetahuan mengenai seni
berpidato itu sendiri penerapan intelek, dan pendidikan luas, akan membantu
kita semua untuk menjadi pembicara yang lebih efektif yang tau bagaimana
meyakinkan orang dan memenangkan suatu argumen
Menurutku
bila aku merenungkan orang paling agung dan berbakat, pertanyaan berikut
membutuhkan jawaban, mengapa banyak orang melatuh diri untuk menjadi unggul dalam seni lain, tetapi tidak
dalam seni berpidato, arahkan pikiran dan perhatian kemana saja kamu mau, dan
kamu akan melihat banyak orang yang unggul dalam setiap jenis ikhtiar, bukan
sekadar dalam seni rendah melainkan dalam seni yang dapat disebut paling
penting. Misalnya kalau orang menilai pengetahuan orang terkenal berdasarkan
kegunaan atau arti penting pencapaiannya tidakkah ia akan mendahulukan si
jenderal ketimbang, si orator tetapi tak diragukan bahwa bahkan dari Negara saja,
kita dapat membuat daftar yang hampir tak terhingga tentang para pemimpin
perang yang sangat istimewa, tetapi kita hanya mampu menyebut sedikit saja yang
unggul dalam seni berpidato. Tambahan pula banyak orang telah muncul dengan
kemampuan menuntun dan mengendalikan arah Negara dengan kebijaksanaan dan
nasihat, banyak dalam ingatan kita sendiri, lebih banyak lagi dalam ingatan
orang tua kita dan bahkan semakin banyak lagi dalam ingatan para leluhur
sedangkan sudah sekian lamanya sama sekali tidak didengar ada pembicara yang
baik, dan seluruh generasi jarang menghasilkan pembicara, bahkan yang sekadar
lumayan sekali pun. Tetapi beberapa orang mungkin berpendapat bahwa seni
berpidato ini lebih tepat dibandingkan dengan ikhtiar lain, yaitu apa yang
melibatkan cabang studi yang abstrak dan bacaan yang beragam dan luas, dan
bukan dengan sifat jenderal atau kebijaksaan senator yang baik, kalau begitu
biarlah mereka mengarahkan perhatiannya pada cabang studi, dan memeriksa siapa
dan berapa banyak yang telah melatih dirinya menjadi unggul dalam setiap
cabang, dengan cara ini, mereka akan cukup mudah menyimpulkan betapa kecilnya
jumlah orator sejak dulu sampai sekarang. Misal seperti tentu kau ketahui,
orang paling terpelajar menganggap filsafat, seperti orang Yunani menyebutnya
sebagai pencipta dan ibu dari segala katakanlah seni/ilmu yang bernilai, bahkan
dalam filsafat, sulitlah menemukan berapa orang yang pernah ada mereka yang
terkenal dengan pengetahuannya yang berlimpah dan dengan beragam serta luasnya
ranah studinya, yang bukan hanya bekerja sebagai spesialis dalam 1 ranah
melainkan merangkul semua yang ada dalam penyelidikan mereka yang menyeluruh
atau penalaran dialektis mereka, kita semua tau berapa kaburnya tema yang
ditangani oleh mereka yang kerap disebut ahli matematika, dan betapa abstrak,
rumit, dan eksaknya seni/ilmu yang mereka urus. Tetapi bahkan dalam ranah inu,
begitu banyaknya orang jenius muncul sehingga hampir tak seorang pun yang
membaktikan tenaga untuk menguasainya kelihatan gagal, berkenaan dengan teori
musik, dan studi bahasa serta sastra yang kini populer (profesi yang kerap
disebut ahli tata bahasa) adakah seorang yang sungguh membaktikkan diri padanya
tanpa berhasil memperoleh pengetahuan yang cukup untuk mencakup wilayah lengkap
yang hampir tak terbatas, mengenai seni/ ilmu itu. Menurutku cukup adil bagiku
untuk mengatakan bahwa dari semua orang yang telah terlibat dalam ikhtiar dan
studi mengenai seni/ilmu yang sungguh terhormat, kontingen terkecil adalah
kontingen yang berisikan para penyair dan pembicara istimewa. Dan lagi, kalau
kamu lihat kelompol ini, dimana keunggulan amat jarang, dan kalau kamu mau
mengadakan suatu seleksi yang cermat, baik dari golongan kita maupun dari
golongan orang Yunani, kamu akan mendapati bahwa ada jauh lebih sedikit orator
yang baik daripada penyair yang baik. Kenyataan ini semakin mengherankan kalau
sadar bahwa stuid mengenai seni lain biasanya menggunakan sumber abstrak dan
tersembunyi, sedangkan semua prosedur seni berpidato ada dalam jangkauan orang
dan berkenaan dengan pengalaman sehari dan dengan kodrat manusia dan
tuturannya, ini berarti bahwa dalam seni lain, pencapaian tertinggi adalah
persis yang paling asing dari apa yang dapat dimengerti dan ditangkap oleh
orang awam, sedangkan dalam seni berpidato, kesalahan terburuk adalah
menyimpang dari cara berbicara sehari dan cara pandang umum diterima. Bahkan
orang tak dapat mengatakan bahwa lebuh banyak orang melatih diri pada seni
lain, atau bahwa mereka yang melakukannya terdorong untuk menguasainya, karena
seni menjanjikan rasa nikmat yang lebih atau harapan lebih beragam atau imbalan
lebih besar. Dan dalam arti itu aku tak perlu menyebut Yunani yang selalu bersuka cita menempati kedudukan
terkemuka dalam hal kefasihan berbicara, atau kota Athena yang termasyhur itu,
penemu segala pembelajaran dimana seni berpidato pada tarafnya yang tertinggi
ditemukan dan disempurnakan juga bahkan di masyarakat kita ini, tak satu bidang
studi pernah memperoleh popularitas yang sedemikian penuh semangat seperti studi
kefasihan berbicara, begitu berhasil membangun kekuasaan atas segala bangsa dan
perdamaian yang stabil memberikan kepada kita waktu luang hampir setiap orang
muda ambisius berpikir bahwa ia harus membaktikkan dirinya pada seni berpidato,
dengan seluruh daya yang ia punya, benar pada mulanya mereka hanya mencapai
titik sejauh kemampuan kodrati dan refleksinya sendiri memungkinkan, sebab
mereka belum tau teori apapun, dan menganggap bahwa tidak ada metode yang pasti
untuk berlatih, atau tidak ada panduan seni apapun, tetapi begitu mereka
mendengarkan para orator Yunani, mengenal tulisan Yunani tentang tema itu, dan
minta pertolongan dari para guru, rakyat, kita terbakar oleh gairah untuk
mempelajari hal ini mereka terdorong oleh cakupan, variasi, dan sering terjadinya
berbagai jenis kasus, sehingga pengetahuan teoretis yang telah diperoleh masing
– masing melalui studi sendiri, dilengkapi dengan latihan yang ajek, sesuatu
yang lebih efektif daripada panduan semua guru, tambahan pula dahulu, seperti
halnya sekarang, tersedia di hadapan mereka imbalan terbesar atas ikhtiar ini
dalam rupa pengaruh, kekuasaan, dan prestise. Apalagi ada banyak tanda bahwa
kemampuan kodrati rakyat kita jauh lebih unggul ketimbang semua yang lainm dari
segala bangsa lain. Mengingat semua ini, siapa yang tak akan heran bahwa dalam
selurun sejarah generasi, sejarah zaman dan sejarah masyarakat, hanya ada
sedikit jumlah orator yang dapat ditemukan tetapi sesungguhnya kemampaun ini
adalah sesuatu yang lebih besar, dan lebih merupakan kombinasi antara seni dan
ikhtiar, daripada yang umumnya disangka,
sebab, mengingat banyaknya jumlah murid magangm berlimpahnya pasokan
guru yang tersedia, bakat istimewa yang terlibat, variasi kasus yang tak
habisnya dan megahnya imbalan yang mungkin diperoleh dari kefasihan berbicara
satunya penjelasan masuk akal untuk
langkahnya orator ini tentu luasnya cakupan dan sulitnya seni berpidato. Untuk
memulai, orang harus memperoleh pengetahuan tentang banyak hal, sebab tanpanya,
arus kata akan macet dan konyol bahasa itu sendiri harus ditempa, bukan hanya
dalam hal pilihan kata, melainkan juga penyusunannya yang juga diperlukan
adalah keakraban mendalam dengan semua emosi yang dengannya alam telah
memberkati umat manusia, sebab dalam menenangkan atau menggugah perasaan
audiens daya seni berpidato yang sepenuhnya dan semua sarana yang tersedia
haruslah didayagunakan tambahan pula, penting untuk memiliki suatu semangat dan
selera humor tertentu, adab yang pantas layaknya orang terhormat, dan suatu
kemampuan untuk cepat dan singkat padat dalam membantah maupun menyerang,
berpadu dengan kehalusan, keanggunan, dan sopan santun, terlebih, orang harus
paham seluruh sejarah dengan gudang contih dan presedennya juga ia tak boleh
gagal menguasai UU dan hukum sipil.
Tentu aku tak perlu menambah dengan penyampaian bukan, ini harus diatur dengan
gerak tubuh, gestur, ekspresi wajah dan dengan peralihan serta ragam suara.
Seberapa peralihan serta ragam suara, seberapa besar upaya yang dibutuhkan
untuk hal ini bahkan dari dirinya sendiri, dapat diamati melalui keterampilan
biasa para aktor di panggung sebab meski masing dari mereka berupaya mengatur
ekspresi wajah, suara, dan gerakannya kita semua tau sejak dulu sampai kini
betapa sedikit aktor yang sungguh yang dapat ditonton hingga jijik, apa yang
harus ku katakan tentang ingatan, gudang barang berharga itu, jelaslah bahwa
kalau kemampuan ini tidak dipasang sebagai penjaga gagasan dan kata yang telah
kita rancang dan yang telah dipikirkan baik untuk pidato kita semua kualitas orator,
secemerlang akan sia, berhenti menerka mengapa hanya ada sedikit saja pembicara
fasih, mengingat bahwa kefasihan berbicara bergantung pada perpanduan semua pencapaian ini yang
masing saja sudah merupakan tugas berat untuk disempurnakan, daripada menerka hendakkah kita mendorong
anak kita, dan semua orang yang nama baik dan reputasinya berharga bagi kita,
untuk sepenuhnya menyadari cakupannya yang luas., janganlah mereka mengandalkan
panduan atau para guru atau metode latihan umum melainkan percayalah bahwa
mereka dapat mencapai tujuannya dengan panduan, guru, dan metode latihan yang
lain, sekarang aku berpendapat bahwa mustahil bagi siapa saja untuk menjadi
orator yang diberkati dengan semua sifat yang pantas dipuji, kecuali ia telah
memperoleh pengetahuan tentang semua tema dan keterampilan yang penting, sebab
tentu melalui pengetahuanlah sebuah pidato akan bersemi dan mencapai kepenuhan
kecuali bila si orator sudah menguasai pidatonya akan seluruhnya kosong, ya
hampir seperti celoteh kekanakan (De Oratore 1.6 -20)
Contekan
ala Cicero untuk efektif berpidato:
1. Kodrat,
seni dan latihan. Inilah 3 persyaratan untuk menjadi pembicara efektif.
Pembicara yang baik harus memiliki kualitas tertentu yang dianugerahkan oleh
alam/kodrat misalnya suara yang enak didengar dan kemampuan melantangkannya,
pemahaman tentang kumpulan sistematis pedoman retorika yakni penguasaan seni
retorika yakni penguasaan seni retorika juga penting, akhirnya bakat alamiah
dan pemahaman tentang panduan itu harus dipoles dan dibina dengan latihan yang
terencana dan tekun
2. Kefasihan
berbicara adalah sebuah senjata ampuh. Kemampuan manusia untuk berpikir dan
kemampuan mengungkapkan perasaan itu melalui ujaran persuasif, menurut Cicero
adalah unsur yang membedakan manusia dari makhluk lain bila disalurkan dengan
benar dan dilandasi pemikiran yang baik, pidato yang fasih adalah senjata ampuh
untuk membawa kebaikan dalam masyarakat, para pembicara paling berbakat harus
selalu mencamkan besarnya daya yang dimiliki pidato mereka terhadap orang lain
dan menggunakannya demi kemajuan masyarakatnya
3. Kenali,
susun, hafal ketika mulai menyusun suatu argumen atau pidato, orang hendaknya
pertama mengenali pokok permasalahan dan menemukan bahan yang cocok untuk
membuktikannya lantas susunlan bahan itu secara efektif dan strategis, terapkan
gaya yang cocok kemudian kalau perlu masukkan ke dalam ingatan dan akhurnya
gunakan cara yang cocok untuk menyampaikan argumen, inilanh yang kerap disebut
langkah persiapan seorang pembicara, merancang garis besar apa yang hendak
dilakukannya dan urutan untuk membangun sebuah pidato yang efektif. Tiga
langkah persiapan yang pertama juga dapat digunakan secara efektif dalam
karangan tertulis
4. Bukan
dengan logika saja. Persuasi melibatkan lebih dari sekadar berargumen secara
logis, tersedia 3 sumber persuasi bagi pembicara: argumentasi rasional,
pembuktian, berdasarkan karakter dan tarikan emosi, Aristoteles
mengindentifikasi 3 sumber pembuktian atau persuasi dan Cicero menyarankan
untuk menggunakan semuanya mengajar, membuat senang dan menggerakan audiens,
orang dapat menggunakan alat logika, misalnya penalaran deduktif dan induktif
digambarkan dalam silogisme dan contoh atau ia dapat mengandalkan pembuktian
berdasarkan penggambaran karakter seseorang atau membujuk dnegan tarikan emosi,
ada waktu dan tempat untuk masing – masing dan seorang pembicara terampil akan
tau kapan dan dimana menggunakan ragam cara pembuktian ini
5. Kenali
audiens. Ketika sedang menyusun kata, kalimat, dan paragraf untuk sebuah
argumen atau pidato, si pembicara hendaknya ingat bahwa ada gaya yang berbeda
dan bahwa konteks serta audiens tertentu menuntut gaya yang tertentu dan cocok
entah itu gaya biasa, sedang, atau agung. Apakah orang berargumen dengan
seorang teman atau mempresentasikan sebuah makalah di kelas, atau membuktikkan
laporan pernyataan sikap di pengadilan, masing membutuhkan gaya akan
menyesuaikan tingkatan gayanya menurut konteks dan audiens yang sedang
disapanya
6. Berbicaralah
dengan jelas dan tepat. Terlepas dari gaya tertentu yang digunakan pembicara
akan dengan tekun dan cermat menerapkan keutamaan atau mutu gaya, pada pidato
atau argumen mereka: ketepatan, kejelasan, kegemilangan dan kepantasan. Entah
dalam tingkatan gaya manapun sebuah argumen ditempatkan si pembicara harus
memastikan bahwa bahasa yang digunakan tepat dalam hal sintaksis dan tata
bahasana, bahwa ia diungkapkan dengan cara sejelas mungkin, bahwa ia dijadikan
gemilang dengan menggunakan kata kiasan dan makna figuratif, dan bahwa ia
seluruhnya cocok dengan waktu, konteks,dan audiens
7. Penyampaian
sangatlah penting. Kadang yang terpenting bukanlah apa yang dikatakan melainkan
bagaimana mengatakannya, Cicero paham dan sadar kekuatan penyampaian, yakni
cara sebuah pidato atau argumen disampaikan, mungkin semua pernah punya pengalaman
dengan seorang guru yang memiliki pemikiran brilian dan pengetahuan
ensiklopedia tentang suatu tema, tetapi tidak bisa menyajikan materi dengan
jelas dan meyakinkan sebaliknya barangkali juga pernah mendengar seorang
politisi atau sales mempesona orang dengan presentasi memikat yang diteliti
lebih dekat sesungguhnya isinya bolong sana sini penyampaian yang efektif
mengenai suatu argumen atau pidato dengan menggunakan suara dan gerak tubuh
yang terampil, dapat menjadi faktor penentu dalam memenangkan suatu argumen
8. Meniru
seseorang adalah cara diam untuk meghormatinya dan bahkan lebih dari itu,
Cicero sangat yakin akan pentingya menemukan panutan yang baik untuk ditiru,
pembicara terbaik adalah mereka yang
telah mengenali panutan unggul dan telah membiasakan diri meniru kekuatannya,
seraya mengesampingkan kelemahannya, beberapa panutan pantas dipertimbangkan
sambil memungut apa yang terbaik dari masing – masing
9. Pena
kerap lebih tajam daripada pedang, lidah dapat menjadi senjata terpenting
seorang pembicara yangb berbakat, tetapi menurut Cicero, ia terkait sangat erat
dengan penat. Kalau ingin meningkatkan kemampaun berbicara menulis dan menulis
beragam dan banyak demikian Cicero kunci untuk mencapai tujuan
10. Kata,
tanpa substansi adalah hampa, Cicero yakin bahwa pidato yang paling efektif,
yang persuasif mengalir dengan
sendirinya dari pokok perkara yang mendasari, tanpa pengetahuan yang kokoh dan
luas sebagai fondasi, kata mengalir dari mulut pembicara tak lain daripada
celoteh anak. Karena itu pembicara ideal menurut Cicero, dia yang bukan hanya
tau dan paham panduan sebagaimana termaktub dalam seni retorika, melainkan
lebih penting seorang yang berpengetahuan mendalam mengenai sastra, sejarah,
hukum, filsafat, pendek kata, semua tema yang dikenal sebagai humaniora
(liberal arts) seperti suka dikatakan Cato tua, seorang negarawan Romawi
sebelum Cicero, rem tene, verba sequentur (cengkeramlah perkara, kata akan
menyusul)