Ningsih
Sara
pernah merasakan perasaan terhimpit seperti ruangan penuh sesak ketika akan
pergi ke studio bioskop tua di Citeureup, Bogor. Bioskop berhenti beroperasi
akibat krisis ekonomi pada akhir 1990 merupakan bioskop tua khas daerah,
memiliki dua studio diman ayang berkursi merah berukuran lebih besar dibnading
studio berkursi biru. Nomor kursi runut dari atas ke bawah sesuai abjadi A
sampai L, layar bioskopnya besar. Di sana mayoritas hantu perempuan yang jail
dan menangis, juga nenek jahat yang mengerikan. Kedatangannya ditandai dengan
bau menyengat, bau yang sama dengan bau makhluk beberapa tahun lalu pernah
muncul di depan lama Sara. Bau itu semakin menyengat dan dibarengi dengan
energi penuh amarah yang menakutkan. Sara melihat sosok sundel bolong dengan bau
campuran darah dan daging busuk yang menyengat, serta energi dendam yang
terpancar dari sosoknya. Sundel bolong ingin menyerangnya, ada perasaan
dikhianati yang dialami sosok wanita ini. Ada darah di kebayanya di bagian
bawah perut hingga ke kakinya, dia meninggal karena aborsi
Namanya
Ningsih, tinggal di desa di daerah Bogor, yang selalu di ingatnya lingkungan di
desa, rumah, tempat tinggal, serta tempatnya bekerja dulu. Tinggal hanya dengan
nenek sejak kecil membuatnya sangat dekat dengannya. Untuk orangtuanya dia
tidak mengingatnya karena neenk tidak memberi tau apa yang terjadi
Menapaki
20 tahun, banyak orang mengatakan, dia bunga desa di kampungnya, dia gadis
paling cantik di desa, dia ingat desa cukup ramai dengan sebagian besar
penduduknya yang bekerja sebagai petani. Sawah dan kebun mengelilingi desa.
Rumahnya sendiri berada tidak jauh dari gerbang masuk ke desa dengan kebun luas
dibelakangnya
Banyak
pemuda desa yang menyatakan cinta, namun sifatnya yang tertutup dan cenderung
pemilih membuatnya sulit menerima cinta mereka.
Menurutnya mereka kurang tampan dan tidak memikat. Seiring usia yang
semakin dewa, nenek yang dulu galak kepada mereka yang mendekatinya kini
mendadak ramai. Nenek sangat berharap dia menemukan laki yang benar tulus dan
bertanggung jawab dan mau menjadi suaminya
Dia
memilih bekerja di pabrik di desa sebelah untuk membantu kehidupan ekonomi dan
Nenek. Dulu dia bekerja di pabrik pengolahan hasil kebun, seperti kopi dan teh,
dia merasa bahagia mampu bekerja tanpa bergantung ekpada orang lain. namun
gajinya tidak cukup. Kesulitan ekonomi pada awal kemiskinan Indonesia masih
dirasakan. Upah bekerja yang diterima habis sebelum waktunya, ketela dan ubi
hasil kebun nenek, dijadikan pengganti nasi saat tidak mampu membeli beras dan
bahan makanan lainnya
Suatu
hari, ada pemuda gagah yang pindah tugas dan menetap di desa tempatnya tinggal.
Dia bekerja di perusahaan perkebunan milik pemerintah yang ada didesa, pemuda
Jawa Tengah yang berbadan tegap dengan kumis tipis ini berhasil memikat hatinya,
saat pertama kali menmbatkan pandangan, dia merasa pria ini masa depannya,
Prastowo namanya. Dia berkeras dipanggil dengan nama Pras. Tapi dia
memanggilnya dengan sebutan mas Pras.
Nenek mengundang Pras untuk datang ke rumah mereka. Nenek menanyai asal
usul, pekerjaan dan keadaan keluarganya. Dengan kehadian Pras, dia lebih
terbuka dan periang di dekatnya, apalagi saat nenek pamit untuk beristirahat
dikamar. Dia semakin terbuka bercerita mengenai dirinya kepada Pras. Dia
mencintai Pras
Prastowo
Adiguno nama lengkapnya. Pras adalah mandor perusahaan perkebunan yang
dipindahtugaskan ke wilayah tempatnya tinggal. Dia sering keluar ketika magrib
ke arah kebun belakang untuk menemui Pras, dan baru pulang beberapa jam
sesudahnya. Dia dan Pras merahasiakan hubungannya. Dia tidak ingin hubungan
asramanya diketahui orang banyak. Alasannya tidak masuk akal menurutnya, tapi
karena sudah kadung jatuh cinta, dia menerima saja. Asalkan dia bisa bersama
Pras dan bisa memiliki cinta Pras
Pada
suatu pagi dia merasa mual. Nenek yang membantu memijat leehr saat memuntahkan
srapan bertanya apakah dia sakit atau salah makan. Dia sama sekali tidak merasa
sakit atau salah makan. Dia ingin menyantap makanan yang sama dengan yang nenek
makan. Semalam, tidurnya nyenyak sekali, sama sekali tidak merasa sakit. Saat
nenek berkelakar bahwa dia mual dan muntah seperti orang hamil, saat itulah dia
teringat maalm bersama Pras 3 minggu lalu
Malam
itu terang bulan menyinari kebun belakang rumahnya, Pras menjajikan seluruh
dunia kepadanya. Pras berjanji hendak
menikahinya, mengenalkan dia kepada orangtuanya, dan memboyong dia dan nenek ke
kampung halaman Pras di Jateng. Pras mengajak hidup di sana sampai tua. Hatinya
berbunga mendengar janji. Pras malam itu, berjanji memberikan segalanya kepada
Pras, segalanya termasuk kehormatannya. Dia dan Pras memadu kasih dan
menghabiskan malam itu bersama
Dia
hamil. Buah dari hubungan terlarang bersama Pras malam itu menghasilkan benih
kehidupan yang tumbuh di dalam rahimnya. Dulu belum ada dokter praktik di
sekitar desa. Dia menyadari gejala awal kehamilan berdasarkan apa yang nenek
pernah jelaskan kepadanya, dia merasa mual nyaris setiap pagi, beberapa kali
bahkan sampai memuntahkan sarapannya. Dia mual saat mencium daging pasar
Saat
itu Pras sedang pulang ke kampungnya. Pagi itu Pras tiba, dia sudah menunggu di
depan rumah Pras, hendak menyambut namun dilihat pucat menyelimuti wajah Pras
saat bernapas dengannya yang sedang menyambutnya dengan senyum paling memesona.
Senyumnya sirna seketika itu juga. Dia mengalami hari terburuk dalam hidupnya,
hari dimana dia merasa menjadi perempuan paling bodoh di dunia. Dia melihat
Pras tidak pulang sendiri pagi itu, ada perempuan yang Pras bantu turun dari
delman, Pras tampak gugup saat mengenalkan gadis itu kepadanya, Sri namanya.
Dia adalah gadis ayu dan anggun, keturunan ningrat, kebaya Sri pakai terlihat
baru dan mahal, berbeda dengan kebaya yang Sri pakai terlihat baru dan mahal,
berbeda dengan kebaya encim lusuh yang dikenakan. Sri adalah tunangan Pras
Malam
itu di kebun belakang rumah, Pras susah payah menjelaskan perihal hubungannya
dengan Sri. Penjelasan Pras sering kali terganggu oleh isak tangisan yang tidak
mau menerima begitu saja penjelasan bahwa hubungan Pras dengan Sri adalah hasil
perjodohan orangtua mereka. Pras bilang tidak tau bahwa kepulangan ke rumah
orangtuanya kemarin ternyata untuk dijodohkan. Pras belum memberi tau
hubungannya dengan Ningsih saat itu ke orangtuanya. Pras kaget ketika tau jika
Ningsih hamil. Satu bulan Pras meminta untuk dia menunggu agar bisa menikahinya
2
minggu berlalu dari janji yang diikrarkan Pras. Di tengah perjalanan pulang
dari pabrik, dia sering mengamati rumah lelaki itu. Dia beberapa kali melihat
Sri yang tinggal di rumah di samping kantor desa sering berkunjung ke rumah
Pras setiap sore. Sri sering datang sekadar mengantarkan rantang makanan untuk
Pras. Dan sore itu, dia memandang kemesraan mereka berdua dari tepi jalan di
depan rumah Pras. Sri terlihat sedang menyuapi Pras sesendok nasi yang diambil
dari piring di tangannya. Pras melahap suapan dari Sri. Mereka tampak sangat
bahagia, sampai ketika Pras melihat ke depan rumah, ada dia berdiri di sana.
Dari wajahnya yang mendadak pucat. Seperti Pras tidak menyangka dia akan ada
disana. Sementara itu Sri kembali menyuapkan makanan ke hadapan Pras. Namun,
Pras menolaknya dan memilih untuk menyantap makanannya sendiri. Sri heran
dengan perubahan sikap Pras yang tiba dan selalu melirik ke arahnya. Gadis itu
lalu menolehkan wajahnya untuk melihat ke arahnya. Dia buru membalikkan tubuh
dan berjalan menjauhi rumah Pras sambil mengelus perut yang mulai membuncit
Beberapa
hari kemudian, dia dan nenek berpapasan dengan Sri di pasar. Sapaan Sri kepada
dia dan neneknya dibalas hangat oleh nenek. Dia tersenyum seadanya, tapi nenek
bertanya soal persiapan pernikahan Sri dengan Pras. Sri menjawab dengan mata
berbinar bahwa persiapannya sudah berjalan tapi perlahan saja karena Pras,
masih sibuk dengan pekerjaannya, dia sebal kepada nenek saat itu
Nenek
meminta Sri mencarikan jodoh yang seperti Pras untukku. Dia langsung protes
kepada nenek, tapi Sri menjawab riang. Jika dia akan mencarikan dan lebih
tampan dari Pras
Malam
ini dia menyukai kebaya kesukaan Pras. Memang sudah agak kekecilan di bagian
perut tapi dia ingat pujian Pras beberapa bulan lalu saat memakai kebaya
istimewa untuk hari yang istimewa. Pras harusnya sudah memutuskan hubungan
dengan Sri sekarang. Dia yakin Pras akan menikahinya. Kini kandungannya sudah
menginjak usia 2 bulan bisa menguatkan keputusan Pras
Waktu
sudah menunjukkan 7 malam. Berbekal lampu templok, berjalan mengendap melalui
pintu belakang rumah menuju kebun belakang untuk menemui pujaan hatinya.
Disinari cahaya temaram lampu teplok, Pras sudah menunggu di bawah rindangnya
pohon tempat biasa memadu kasih. Wajah Pras terlihat pucat dan matanya sayu,
merasa bahwa Pras membawa kabar buruk untuknya
Pras
bercerita bahwa dirinya tidak bisa meninggalkan Sri. Amarahnya meledak
mendengar keputusan Pras. Apalagi keluarga Pras terlibat urusan utang – piutang
dengan keluarga Sri, sehingga tidak bisa menolak perjodohan. Pras juga
memintanya untuk menggugurkan kandungannya
Pras
ingin Ningsih menggugurkan kandungannya dan akan memberi uang pengganti yang
banyak untunya dan nenek
Dua
malam setelah pertengkaran dengan Pras, dia berada di Sukabumi. Dia mengabari
nenek bahwa hendak mengunjungi salah satu teman di daerah Sukabumi Selatan.
Padahal tujuan sebenarnya adalah hendak mengunggurkan kandungannya di salah
satu dukun beranak. Dia memilih Sukabumi, ada dukun beranak dekat dengan desa
tempat tinggalnya, tapi ingin lebih berhati – hati agar tidak diketahui warga
desa apalagi kalau nenek sampai tau
Proses
pengguguran janinnya di langsungkan dirumah dukun yang berusia seumuran dengan
nenek. Setelah meminum ramuan yang pahit bukan kepalang, dia diminta untuk
merebahkan tubuh di atas dipan dengan posisi kaki mengangkang. Dukun
mengoleskan minyak di kedua tangannya, lalu memijat perut bagian bawah, dari
yang awalnya perlahan, pijatan sang dukun semakin keras dirasakan. Tangannya
menarik tubuh sang dukun karena refleks dari rasa sakit yang dirasakan,
sementara kakinya menendang tak tentu arah
Dua
ibu paruh baya diminta untuk memegangi tangan dan kaki yang terus meronta. Kali
ini hanya bisa berteriak saja, kedua tangan dan kaki tidak bisa bebas bergerak
lagi. Hanya teriakan saja yang keluar dari mulutnya untuk mengekspresikan rasa
sakit yang dialami
Teriakan
sakit berulang keluar dari mulutnya. Pemijatan berlangsung sampai setengah jam
hingga akhirnya darah mulai keluar dari dalam rahimnya. Darah mengalir sangat
deras dan membasahi kain miliknya yang dijadikan alas dipan. Teriakannya
semakin menjadi saat darah mengalir termasuk gumpalan kecil sebesar kepalan
tangan yang diselimuti darah segar. Pandangan matanya mulai gelap. Goyangan
awalnya dirasakan tidak terasa, napasnya semakin berat, tidak bisa bernapas. Namun
bisa mendengar teriakan dukun untuk menyuruhnya bangun. Setelah mendengar
teriakan, mendadak mendadak tubuhnya terasa ringan. Dia merasa sehat. Dia
senang bisa bangkit berdiri. Dia melihat dukun masih duduk di atas dipan dan
sedang menampar pelan popi seorang perempuan yang terbujur kaku di atas dipan.
Dia melihat sosok tubuh itu adalah dia. Tubuhnya. Raganya. Dia sadar dia telah
mati
Ada
hantu pria yang mendekati Sara, yaitu Pras. Menurut Pras ada sifat dominan dan
pencemburu pada diri Ningsih yang membuat Pras tidak nyaman. Ningsih sebenarnya
tidak mau mengumbar hubungan mereka kepada masyarakat. Alasannya malu dan tidak
enak. Pras menurut karena tidak mau berlama berhubungan dengan Ningsih
Pras
bercerita dia sedang mabuk tuan buatan anak muda di desa sehingga tidak bisa
mengendalikan diri saat berhubungan intim dengan Ningsih. Pras menambahkan
bahwa tidak yakin janin di dalam kandungan Ningsih anaknya. Ningsih suka
menggoda dan genit. Terutama Jana, pemuda yang kerap digoda Ningsih. Para
pemuda bercerita mereka semua menghabiskan malam bersama Ningsih dalam berbagai
kesempatan. Pras terdiam mendengar obrolan mereka dan menganggap itu bercandaan
di kala mabuk. Masalah besar muncul pada saat Pras menghadapi Ningsih yang
menuntut minta dinikahi. Pras dijodohkan orangtuanya dan bertunangan dengan
Sri, dia pulang ke kampungnya untuk bertunangan di kampung selama 1 bulan,
sementara Ningsih mengaku hamil dua minggu, itu tidak masuk akal bagi Pras.
Pras mengambil keputusan menikahi Sri dan memohon Ningsih untuk menggugurkan
kandungan. Pras berjanji akan memberi imbalan uang banyak untuk Ningsih tapi
tidak pernah membahas kecurigaan kedekatan Ningsih dengan pemuda desa, dia
menyelesaikan semua persoalan dengan cepat dan mengakhiri hubungan dengan
Ningsih. Tujuan Ningsih ke Sukabumi bukan untuk menggugurkan kandungan, setelah
dari dukun beranak, Ningsih menggunakan ilmu santet kepada Sri dan memelet Pras
dengan bantuan dukun di daerah padalaman Sukabumi. Pras tau soal itu karena
Ningsih mengancamnya sebelum berangkat ke Sukabumi. Ningsih sosok yang jahat
Marni
Marni
ada di Depok, dengan sosok agresif dan suka balas dendam, energi penuh
kebencian dan dendam membuat dia lupa akan sifat baiknya. Dia terus mencari
sosok yang menyakiti dan bertanggung jawab atas kematiannya. Biasanya terlarut
dalam emosi kemarahan, kebencian, dan dendam akan mudah dikuasai oleh suatu
kekuatan yang gelap dan jahat sepertinya berlaku pada manusia, karena itu dari
mereka menjadi jahat dan suka menganggu
Marni
biasanya muncul dengan memakai pakaian tradisional kebaya dengan kain jarit.
Seperti pakaian perempuan tradisional zaman dulu, tapi ada ciri khas membedakan
yaitu selendang panjang yang menggantung di leher, selendang itu seperti
aksesori dalam tari tradisional. Satu hal yang menonjol dari Marni adalah
kecantikannya. Marni cantik, ditambah dengan tubuhnya yang sintal, terlihat
seksi. Aura negatif dan wajah terlihat marah tidak mampu menyembunyikan
kecantikan dan kemolekan tubuhnya
Marni
gadis Ronggeng, keahliannya menari ronggeng, berlenggak – lenggok menggoyangkan
tubuh dengan iringan musik untuk menghibur penonton, menjadikannya sebagai
ronggeng ternama. Awal tahun 1900 saat dia masih kecil dan hidup dengan nenek
yang dipanggil dengan sebutan Mbah. Dia tidak tau kemana kedua orangtua, Mbah
tidak tau, selama ini mengganggap mereka menghilang dari kehidupan, entah
apakah dibunuh tentara Belanda atau bagaimana
Di
desa terpencil di tanah Jawa, dan Mbah hidup sangat miskin, hanya makan satu
kali sehari bahkan kadang tidak makan seharian, padahal Mbah membanting tulang
bekerja serabutan menggarap sawah dari kebun di belakang rumah miliknya yang
kini sudah diakui menjadi hak milik oleh mener Belanda dengan bayaran kecil,
Mbah meminta lebih si mener mengancam. Ancaman cambuk dan siksaan lain dari
centeng sang mener membuat Mbah diam menerima nasib. Mbah punya sedikit
kemampuan dalam dunia supranatural, sehingga sering diminta membantu warga desa
yang mengalami penyakit atau permasalahan yang berhubungan dengan mistis. Namun
bayarannya sering berupa hasil kebun sangat jauh dari kata cukup untuk
memperbaiki keadaan. Pada usianya 15 tahun, dia melihat sebuah pertunjukan tari
yang mengubah kehidupan, pertujukan Tari Ronggeng, warga desa menyebutnya/
pertunjukan tari tradisional yang dipentaskan sebagai ucapan syukur di kala
panen membuat warga dari berbagai penjuru desa bahkan dari luar desa datang
berbondong menonton. Dia pernah diajari menari oleh Mbah sewaktu kecil. Sewaktu
malam timbul keinginannya untuk menjadi penari ronggeng, dan tekadnya semakin
bulat saat melihat uang yang diterima para penari ronggeng ketika selesai
menari di pertunjukkan itu
Perkenalannya
dengan Bagus, pimpinan grup ronggeng, jalan seorang penari ronggeng. Malam itu
seusai pertunjukan, datang dan mengutarakan keinginannya menjadi penari
ronggeng, dia mengaku berusia 19 tahun dan tampaknya percaya melihat tubuh yang
memang agak tinggi. Bagus bertaruh jika wanita ini akan disukai Meneer dan tuan
tanah pribumi saat menari ronggeng. Dia lalu diperkenalkan dengan seluruh
anggota grup, termasuk kepada penari utama
mereka, Nyai Rahmah dan Bagus menyuruh Manir belajar dari Nyai Rahmah
tentang tari ronggeng beserta berbagai ritualnya sebelum menari. Dia akan
menari ronggeng di depan tuan tanah dan meneer Belanda di Cirebon. Tari
Ronggeng adalah tarian yang dekat dengan dunia mistis dan penuh ritual. Dia
mendapat uang yang sangat banyak, tetapi dia diundang ke rumah Mener itu,
didalam ruangan sudah 3 meneer dan dia diperkosa disana tapi hal itu tidak
membuatnya menyesal tapi justru dia semakin ingin melakukan hal itu karena
mendapatkan banyak uang
Dia
kemudian mendapat tawaran menari ronggeng di Depok, di depan Meneer Adrian Van
Den Vender yang mengubah segalanya dan menjadi pengaruh besar dalam hidup
beberapa tahun mendatang, usai menari, dia ditemani Bagus mengunjungi Meneer
yang mengundang grup ronggeng. Sosok Meneer Adrian berusia 32 tahun berambut
pirang dengan tinggi dan tegap tinggal
sendiri dirumahnya, sosok Meneer yang ramah dengan kemampuan bahasa Indonesia
yang baik nyaman menemaninya sepanjang malam, Adrian sudah punya istri tapi dia
ingin bersama Marni
Sepulang
dari Depok, undangan pentas dari para Meneer tak hentinya datang menghampiri
grup ronggeng. Dari Batavia sampai ke timur Pulau Jawa. 3 bulan berselang
sebuah surat dari Adrian tiba di rumahnya, Adrian memanggilnya dan mengutarakan
kerinduan terhadapnya lewat barisan kalimat dalam surat. Sempatnya dia
menggombal di dalam surat, walaupun gombalannya mampu membuatnya tersipu dan
merasa sedikit senag. Hanya tinggal mengatur waktu dengan grup ronggeng
Manir
meminta izin selama seminggu untuk tidak ikut pentas karena ingin menemui
Adrian di Depok. 3 hari bersama Adrian adalah hari membahagiakan baginya, dia
diperlakukan bagai putri raja olehnya. Adrian pernah mengunjungi daerahnya dan
menonton pertujukkan grup ronggeng. Dua tahun berlalu semenjak kejadian. Gadis
ronggeng menjadi penari ronggeng kenamaan tanah Jawa, bersama Nyai Rahmah
menjadi primadona grup ronggeng pimpinan Bagus. Uang yang dikumpulkannya bahkan
bisa membeli rumah di desa sebelah untuk Mbah dan lokasi sama dengan tempat
latihan grup ronggengnya, dia pindah rumah demi bisa lebih rutin berlatih dan
berkumpul bersama grup ronggeng. Mbah nya tidak menyukai tari ronggeng yang
memiliki citra negatif di masyarakat tapi tidak menentang karena menyadari tari
ronggeng satunya keahlian cucunya untuk menghasilkan uang. Mbah mengajari
beberapa ritual pemikat sebelum menari. Marni menyanyangi Bagus meski kerap
menghadapi tatapan sinis Nyai Rahmah
Beberapa
waktu kemudian tengah melakukan persiapan menjelang pertunjukan ronggeng di
desa, dia melihat gadis memperhatikannya, gadis itu meniru gerakannya yang
sedang melakukan pemanasan sekaligus melatih gerakan tari baru, dia
mengingatkan kepada dirinya dulu, Marni lugu, gadis itu bernama Ratih usianya
15 tahun dengan grup ronggeng untuk pertama kali. Bedanya tubuh gadis ini lebih
kurus daripada dia yang dulu, kurus sekali, seperti kurang makan. Gadis itu
diajak bersamanya. Awalnya menolak tapi
setelah dikasih nasi bungkus gadis itu menyetujuinya dan Marni menyuruh gadis
itu untuk mengatakan usianya 17 tahun. Orang tua Ratih hilang semenjak di culik
Belanda dan dia hanya hidup sendiri di rumah orangtuanya
Sepulang
menari malam itu, perang kembali berkecamuk di sekitar desa, para pejuang
kemerdekaan melakukan penyerbuan ke markas tentara Belanda saat tengah malam.
Grup ronggeng yang beristirahat di dekat markas Belanda terpaksa bersembunyi di
dalam hutan untuk menghindari perang
Kejadian
malam itu membawa kemalangan bagi grup ronggeng. 2 bulan lamanya Belanda melakukan pengawasan
lebih ketat kepada pribumi, termasuk grup ronggeng. Tidak ada lagi undangan
menari dari para meneer maupun tuan tanah. Uang simpanannya digunakan untuk
mempertahankan beberapa orang di dalam grup ronggeng agar tidak pergi. Pada
saat yang bersamaan dia mendapat kabar Mbah jatuh sakit, dia kembali ke rumah
Mbah memboyong Ratih, tidak perlu waktu lama Ratih menyesuaikan diri hidup
bersamanya di rumah Mbah, meski pemalu dan pendiam, Ratih cekatan dalam
mengerjakan pekerjaan rumah dan membantu merawat Mbah. Mbah yang awalnya tidak
setuju karena merasa ada sesuatu yang aneh pada Ratih, akhirnya luluh melihat
rajinnya Ratih di rumah. Mbah sehat kembali
Pada
waktu luang sambil menunggu undangan menari, dia mengajarkan Ratih mengenai
sisi tari ronggeng, dari ritual sampai bermacam gerakan. Ratih dulu pertama
kali dilihat mengikuti gerakan tarian memang punya bakat menari, dia menangkap
dan meniru gerakan tariannya. Ratih ikut tergabung di dalam grup ronggeng
Sebulan
kemudian. Surat dari Adriaan tiba ke rumah. Ratih menerima surat bertanya siapa
yang menyuratinya, Ratih belum bisa baca tulis jadi dia bilang dari saudara
jauh. Adrian mengundangnya ke Depok, dia khawatir dengan perkembangan agensi
yang terjadi di daerah tempat tinggal
Beberapa
minggu setelahnya Ratih sudah terbiasa berlatih menari bersamanya dan grup
ronggeng yang tersisa. Hanya ada 4 pemain rebab, gendang, dan gong saja yang
mengiringi. Tidak pernah ada surat dari Adrian lagi. Upah para pemain musik
disisihkan dari uang simpanannya. Sejak tinggal dengannya, Ratih sudah sedikit
berisi dan sifat pemalu, pendiam Ratih sudah hilang, lebih percaya diri dan
sifat manjanya suka muncul saat sedang bersamanya atau Bagus. Ratih inggin
menggantikan Nyai Rahmah sejak grup ronggeng bubar
Marni
mulai melupakan Adrian karena menyukai Bagus tapi meminta Bagus untuk
menghindari Ratih
Semakin
hari mereka mendapatkan undangan dari para petinggi Belanda karena Adriaan tapi
sudah lebih dari setahun tidak ada surat
Setelah
hidup di rumah selama setahun, Ratih sudah sering ikut menari, dia menari
bergantian dengan Nyai Rahmah yang akhirnya muncul kembali setelah Bagus
mencari ke desa asalnya. Nyai Rahmah fisiknya sudah agak lemah. Ratih mempunyai
pribadi gigih, rajin, selalu mau belajar. Setiap kali Nyai Rahmah menyanggupi
menari, Ratih akan tinggal di rumah menemani Mbah.
Undangan
untuk menari ke desa di daerah selatan. Nyai Rahmah berhalangan karena sedang
sakit. Mbah juga dalam kondisi kurang sehat dan tidak bisa bangun dari tempat
tidurnya. Mbah meninggal kala itu ketika dia pulang dari menari ronggeng
Uang
yang dikumpulkan ingin digunakan untuk merenovasi rumah dan kamar mbah karena
melihat kamar beberapa meneer yang pernah dikunjungi
Dia
bermimpi digigit ular. Saat terbangun, dia bertemu Ratih mengatakan jika Bagus
menunggu Marni di gubuk belakang dia mendapati di gubuk itu tidak ada seorang
pun hanya ada surat dari Adrian, dan tiba – tiba ada seseorang yang menarik
kakinya dan membuat tubuhnya terempas ke tanah lalu menyeretnya ke tanah becek,
dia meronta tapi tidak bergerak saat tubuhnya yang telentang ditindih oleh
orang itu, kedua tangan dipegangnya dengan erat, hanya bisa berteriak meminta
tolong, ada banyak orang disana tapi hanya diam saja, laki yang menindihnya
mulai mencekik lehernya, kedua kakinya dipegangi pria lain, sementara tangannya
hanya bisa mencakar tanpa mampu melepaskan tangan yang mencekik kuat lehernya,
dia semakin sulit bernapas dan pandangannya kabur. Di tengah cekikan ini pria
ini berteriak, diapakan ini mas? Jawabannya dari lawan bicaranya menyuruh untuk
membunuhnya, bunuh gundik Belanda, kedua suara itu menyerukan untuk membunuh
yaitu suara Bagus dan Ratih. Sepasang tangan kekar melingkar dan mencekik
leher, mencegah menggapi mereka. Cekikan itu membuatnya sulit bernapas. Matanya
tak lepas menatap ke arah dua orang berdiri di sampingnya. Wajah mereka tidak
terlihat karena gelapnya malam tapi tahu siapa mereka tangannya berhenti menggapai mereka karena
cekikan di leher kencang, padangannya gelap sampai saat tidak bisa melihat
apapun lagi, seketika itu juga sekelebat peristiwa masa lalu melintas,
kebahagiaan menari, senyum ceria Mbah, tatapan mata Adrian seiring dengan
kecupan mesra, kini hanya ada dendam dan penyesalan yang akan dibawa selamanya
Awalnya
Bagus hanya ingin Marni menjadi miliknya, terus menari, dan menghasilkan uang.
Itulah mengapa tidak mau menikahi Marni sebelum Marni pensiun menari ronggeng.
Saat uang Marni sudah terkumpul banyak dan fisiknya semakin menua, baru Bagus
akan menikahi Marni. Bagus membayangkan hidup sekaya tuan tanah, bahkan
sederajat dengan meneer Belanda yang selalu semena kepadanya
Bagus
hanya ingin memanfaatkan Marni dan memiliki seluruh uang Marni. Dia semakin
bernafsu mengetahui bahwa Marni memiliki uang simpanan yang banyak setelah
mendengar informasi dari Ratih. Dari Ratih, Bagus mengetahui hubungan Adrian
dengan Marni. Akibatnya keinginan menguasai uang dan harta Marni berubah jadi
dendam dan cemburu buta. Bagus ingin menghabisi nyawa Marni
Mengetahui
bahwa Adrian mengirim surat dan meminta Marni datang melayani dengan imbalan
uang membuat Bagus membenci Marni. Bagus merasa dikhianati. Bagus mengalihkan
seluruh rencana, dia mencintai Ratih. Kecantikan dan ambisi gadis itu menarik
perhatian Bagus setelah sekian lama mereka dekat. Ratih cantik dan terkesan
pendiam ternyata menyimpan ambisi besar untuk menjadi penari ronggeng kenamaan.
Bagus melihat potensi besar pada diri Ratih, potensi yang membuat Bagus rela
mengubah rencana awalnya terhadap Marni
Bagi
Ratih hidupnya keras sejak kecil bukan merupakan kemalangan. Ratih menganggap
sebagai alasan utama untuk menjadi perempuan tangguh dan penuh ambisi. Dia
melihat ketangguhan sama pada sosok Marni. Penari ronggeng ternama yang pertama
kali dilihatnya saat sedang menari menarik perhatian Ratih
Saat
melihat Marni menerima uang bayaran hasil menari, Ratih merasa langkah tepat
baginya untuk meraih ambisinya adalah dengan menjadi penari ronggeng dan
menjadi kaya raya. Bersikap baik, pendiam, dan rajin adalah topeng yang di
pakai untuk meraih simpati Marni untuk memperdayanya
Ambisi
Ratih adalah menggantikan posisi Marni si gadis ronggeng untuk meraih kejayaan,
apalagi setelah dia mengetahui Marni menyimpan uang banyak saat memergokinya
membuka peti berisi uang yang dia simpan di kamarya. Ratih menduga tarian
khusus untuk para meneer selesai pentas adalah sumber uang yang banyak daripada
sekadar menari di depan khalayak. Ratih merasa kecewa atas larangan Marni untuk
ikut dalam tarian khusus. Niat Ratih semakin menggebu untuk menguasai harta Marni
Semua
yang menghalangi Ratih untuk meraih ambisi harus di singkirkan. Termasuk Mbah
sering merintangi langkahnya untuk menari ronggeng. Dengan buntalan kain yang
Ratih tekan ke wajah Mbah hingga sesak napas, Ratih mengakhiri hidup Mbah,
salah satu rintangan terbesar
Awalnya
Ratih menganggap Bagus sebagai salah satu penghambat ambisi, tapi saat
mengetahui bahwa Bagus memiliki ambisi sama, Ratih ikut bekerja sama dengan
Bagus. Lelaki itu bahkan setuju untuk menghabisi nyawa Marni berkat surat yang
Ratih temukan di dalam tumpukan baju Marni
Rencana
pembunuhan berjalan lancar pada malam yang dingin. Hanya membayar sedikit upah
kepada centeng kenalan Bagus di desa sebelah, ambisi dan mimpi Ratih dan Bagus
menjadi nyata. Lokasi kematiannya ada di Ajibarang, Jawa Tengah tapi ada Depok
karena Adrian tinggal disana
Mary
Mary
adalah hantu bule yang dikenal melalui Oddie, sahabat Sara. Sekitar pertengahan
tahun 2013, Oddie meminta bantuan Sara untuk menangani permasalahan berkaitan
dengan makhluk dari dunia tak kasatmata
Mary
sosok sudah lebih dari 20 tahun menghiasi hidup. Tidak pernah berbicara, tidak
pernah saling memandang tapi beberapa kali bersentuhan. Dia hadir dalam bentuk
bekas luka dan cakaran di tubuh Oddie atau tubuh perempuan yang pernah dekat
dengannya
Pada
pertengahan tahun 1990, saat dia masih bermukim di San Francisco, USA sebagai
pelajar merangkap pekerja. Dia tinggal di Stonetown Apartment. Kompleks
apartemen tergabung dengan Mal Stonestown Galleria yang didirikan awal tahun
1950 dan terletak strategis di pinggiran kota San Francisco. Lokasinya berjarak
10 menit berjalan kaki ke San Francisco State University, tempat dia
bersekolah. Apartemen dikelilingi pohon dan dekat kemanapun bahkan dekat ke
danau Merced dan stasiun KRL. Tetangganya pernah mengalami gangguan
supernatural, mulai penampakan, sampai shower yang menyala sendiri di tengah
malam, sebagai anak metal (dan industrial juga) serta penggemar berbagai action
figure dan film horor, kamar apartemennya penuh dengan poster dan koleksi benda
yang kebanyakan temannya bilang magnet bagi setan
Pada
akhir tahun 1995, dia tidak sengaja tinggal dengan gadis Indonesai yang tinggal
di kota Los Angeles melalui layanan internet America Online. Pada tahun 1995,
dimana kecepatan modem baru 28,8 kbps. Dia janjian bertemu di Jakarta dan mereka
pacaran. Pacarnya memberikannya ouija board pada tahun 1996. Pada saat temannya
yang mempunyai band Getah bermain ouija board bersama Oddi, mereka bergantian
megang planchette atau alat indikator penunjuk yang akan bergerak di huruf atau
kata yang ada di papan ouija, mereka berkomunikasi dengan 12 roh, dari kesemua
roh rata mengatakan mereka meninggal karena bunuh diri, dibunuh, atau
kecelakaan. Bahkan ada 1 roh yang mengaku berasal dari Boston, Massachusetts
dan meninggal dibakar oleh orang kampung pada zaman itu karena dituduh sebagai
seorang penyihir. Di daerah Massachusetts memang terjadi peristiwa terkenal
Salem Witch Trials atau pengadilan para penyihir di Salem, antara Februari 1692
sampai Mei 1693. Mereka berhasil berkomunikasi secara baik dengan kesebelas roh
yang hadir malam itu, pada saat roh kedua belas mulai berkomunikasi dengan
menggerakan indikator di atas papan ouija bertingkah agresif dan terus –
menerus menggerakan papan indikator membentuk kalimat I LIKE RED karena
tingkahnya yang mulai membuat cemas. Pembicaraan diakhiri tapi setelah kata
perpisahan, roh akan menggerakan indikator Yes tapi roh ke 12 terus menggerakan
indikator pada kata No, kemudian mereka balikkan papan ouija itu, kakak Odie
mengalami ketindihan
3
tahun kemudian tidak lagi bersama perempuan yang menghadiahi papan ouija, Beoy
gitaris Getah wafat, dan Oddie menikah dengan perempuan yang dikenal di San
Francisco, kehidupan rumah tangga berjalan normal sampai suatu hari terbangun
dan merasakan perih di punggung, ketika dilihat ada cakaran di pundaknya dari
ujung ke ujung dan cukup dalam, hingga perih ketika mandi menggunakan shower,
dan nyaris terjadi selama 3 bulan, sempat terbangun dengan bekas cakaran yang
membentuk huruf M di sekitar tulang selangka di bawah leher, selain itu pernah
berbentuk cakaran 3 jari di rusuk.
Sempat dia merasa ingin berkomunikasi dengan roh tapi tidak ada yang
datang kala itu. Setelah lewat setahun, gangguan menghilang
Tahun
2013, dimana sudah 6 tahun kembali ke Indonesia dan pernikahan berakhir, dia
tinggal sendirian di apartemen di daerah Kemang, Jaksel. Waktu itu sempat ada
berbagai perempuan yang hadir dihidupnya dan salah satunya sempat hadir lebih
lama dibanding yang lain dan berpacaran selama 6 bulan. Pada awal berpacara,
suatu hal yang sudah lama menghilang muncul kembali, gangguan cakaran kembali.
Jangka waktu cakaran yang satu dengan yang lain semakin dekat, nyaris tiap
bulan bahkan pernah dua kali dalam waktu satu bulan. Dia melakukan komunikasi
dengan semedi, mengheningkan diri untuk berusaha memanggil sosok jail namun di
luar dugaan selama seminggu cakaran kembali muncul. Bukan di tubuh tapi di
tubuh pacarnya, terdapat luka cakar seperti berasal dari dua jari yang muncul
di dadanya dan cukup membuatnya kesakitan
Kemudian
dia bertemu dengan teman lama dari komunitas musik dan Getah, Sara Wijayanto dan
Sara mengatakan Oddie diikuti sosok bernama Mary. Marry seorang gadis yang
tinggal di San Francisco dan meninggal dalam keadaan mengenaskan. Mary salah
satu dari 12 roh yang hadir di malam permainan papan ouija pada tahun 1996, dia
menempel hingga ke Indonesia
Sosok
Mary badannya kurus kering, seperti tinggal tulang. Matanya lebam dan hitam di
sekelilingnya. Kulitnya putih nyaris tidak berwarna, seperti mayat hidup.
Rambut pirangnya berantakan dan kusut, mirip gelandangan yang tidak pernah
keramas berbulan. Badannya bergetar, kepalanya terus menunduk, seakan ragu
untuk menatap
Nama
Mary diambil dari nama ibu Yesus (Isa) dalam agama Nasrani. Namun namanya tidak
seindah kehidupannya. Dia tumbuh besar di dalam keluarga yang berantakan.
Orangtuany sering bertengkar dan papamya kasar karena sering memukul mama Mary.
Papanya adalah pecandu, semua jenis obat terlarang sudah digunakannya selama
bertahun bahkan pada waktu masih dalam kandungannya. Sementara papa adalah
pemabuk, dia tidak pernah bisa mendapatkan pekerjaan tetap, selalu saja
terlibat masalah. Ada saat ketika dia kelaparan karena tidak ada sedikit
makanan di rumah. Sementara orangtuanya pikirkan hanya untuk membeli obat dan
minuman keras. Dia dekat dengan Nana (nenek, ibu dari mamanya). Nana berhati
emas dan penuh kasih sayang. Sikap kesehariannya bagai malaikat, mamanya dingin
dan tidak memiliki perasaan. Saat yang paling menggembirakan untuknya saat
masih kecil ketika Nana menjemput untuk menginap di rumah. Walau hubungan Nana
dan mama tidak baik tapi Nana rela menjemput dan menghadapi mama yang berlakuan
aneh dan tidak peduli kepada anaknya, mamanya sering memaki Nana karena tidak
memberi uang untuknya. Nana tidak mau memberi uang karena sudah tau uang itu
akan dipakai untuk membeli narkotika
Nana
tingal tidak jauh dari rumah. Beliau tinggal sendiri di rumah mungil khas
dengan pagar putih. Kakek sudah lama meninggal. Rumah Nana adalah satunya
tempat bahagianya, tempat bisa bermain, berlarian tanpa takut akan papa yang
selalu marah dan tak sungkan memukul
Rumah
Nana tempat selalu merasa kenyang dengan kue buatannya. Pancake, pie, atau
cookies selalu Nana buatkan spesial untuknya. Dia merasa bahagia saat membantu
membuat adonan kue jualan. Dia juga merasakan belaian dan kasih sayang orang
tua dari sosok Nana. Semua kebahagiaan dirasakan sampai pada suatu hari
mendengar kabar Nana telah pergi. Nana meninggalkan dunia seketika dia merasa
hancur. Hatinya direnggung dari rongga dadanya, satunya sumber kebahagiaan
telah hilang
Orangtua
selalu bertengkar setiap malam, yang dia inginkan hanya mamanya bisa berubah
dan menyayanginya seperti ibu lain di luar sana. Ketika itu dia kembali ke
rumah dan rumah tidak dalam keadaan tertutup dan televisi dalam keadaan
menyala, dia mencari mama, mamanya tergeletak di lantai dengan jarum suntik
menusuk lengannya, matanya membelalak, jantungnya berdetak tidak beraturan,
tubuhnya lemas dan jatuh terduduk di lantai dingin. Dia mati karena overdosis.
Dia merasa hidupnya terlalu sakit dan dia rela melakukan apa saja untuk hidup
sendiri dan tanpa dukungan siapapun hingga di masuk ke lingkaran setan,
dia mempunyai hubungan dengan Bob, tapi
Bob hanya seorang germo yang ingin Mary menjual tubuhnya dan Mary melakukannya
bahkan menjual obat terlarang hanya karena takut cekikan dan pukulan Bob agar
bisa bertahan hidup. Dia menjadi ketergantungan dengan obat terlarang itu. Dia
mendengar kabar papanya dipenjara karena mencuri dan membunuh
Suatu
sore dia pergi ke taman dalam kondisi kelaparan, kesakitan dan tubuh gemetar.
Jalan satunya mencoba menjajakan dirinya, hingga ada pria yang memakai jasanya
dan datang pria yang menawarkan barang itu. Dia tidak kuat dengan semua itu dan
dia bunuh diri di motel setelah tidur dengan pria itu, dia masuk ke kamar mandi
dan memecahkan gelas hingga mengiris pergelangan tangan dengan pecahan gelas.
Mary menyukai Oddie hingga mengikutinya bahkan bisa saja merasukinya
Sara
juga sempat mengalami hal serupa, yaitu menggunakan obat terlarang karena
merasa orangtuanya tidak memedulikannya hingga dia bertemu pria yang suka
berperilaku kasar dan memukulnya setiap
hari
Pocong
tanpa nama
Pocong
ini ada di townhouse berhanti di daerah Jaksel. Townhouse ini sepi, tidak
terawat, penuh tanaman alang dan bambu Jepang yang tumbuh liar di sekitar unit
rumah dalam kompleks. Kegelapan menyelimuti karena sama sekali tidak ada sumber
penerangan. Hanya lampu senter yang menjadi sumber cahaya dalam penelusuran
Sejak
memasuki area townhouse, dia merasakan hawa berbeda dari suasana di luar,
setelah beberapa waktu melakukan penelusuran di rumah pertama, dai merasakan
kehadiran segerombolan perempuan yang kelihatan cukup jail, salah satunya
mengeluarkan suara erangan seperti kesakitan. Walau terlihat aneh dan jail,
tapi bukan mereka yang menarik perhatian, melainkan sosok pocong semakin terasa
mendekat melihat segerombolan perempuan. Pergerakan pocong itu cepat dengan
kaki terseret menyentuh tanah. Saat jaraknya tinggal 3 meter, terlihat jelas.
Kain kafannya tidak seluruhnya berwarna putih atau lusuh, atau cokelat khas
tanah kuburan, ada bercak merah kehitaman yang tidak lazim di area tubuh pocong
Wulan
gadis berusia 17 tahun yang hidup di keluarga berkecukupan pada zaman
penjajahan Jepang. Ayah Wulan seorang pengusaha toko kelontong yang sebelumnya
dijadikan sumber logistik pasukan Jepang. Walau sempat jatuh saat ibu kota
negara pindah ke Yogyakarta tahun 1946, keluarga Wulan bertahan, lalu bangkit
lagi di awal dekade 1950 hal ini membuat kehidupan keluarga Wulan tidak sampai
berkekurangan pada awal era kemerdekaan Indonesia. Kesibukan ayah dan ibu Wulan
mengelola toko membuat Wulan menjadi kurang diperhatikan. Akibatnya lulus
sekolah Wulan menjadi gadis keras, pemberani,
dan suka tak mengindahkan aturan orangtuanya. Wulan tidak betah di rumah,
jiwanya ingin bebas di luar rumah, berpesta, mencari hiburan malam, atau
berkumpul bersama teman saja
Ayah
Wulan tidak jarang marah terhadap kelakuan putri satunya itu. Biasanya amarah
itu dia tumpahkan saat Wulan pulang tengah malam atau menjelang dini hari tapi
Wulan juga melawan. Wulan tidak mau ambil pusing dan tak hanya diam. Pernah
suatu waktu ayah dan ibunya mencoba menjodohkan Wulan dengan salah satu anak
kenalan mereka. Wulan menolak dan mengancam kabur dari rumah kalau dia tetap
dijodohkan. Sang ibu selalu membela Wulan. Walau sang ibu menasehati tetap
Wulan kers kepala. Kenakalan terbesar Wulan sering mencuri uang milik ayah dan
ibunya di lemari pakaian, walau jumlahnya tidak banyak. Uang yang dicurinya dia
pakai untuk dihabiskan bersama temannya, entah untuk nonton bioskop, pesta,
dll. Wulan sering dimarahi ayahnya karena itu tapi tak pernah didengarnya
Uang
yang diambilnya tidak pernah dihabiskan untuk berkencan. Ada satu dua teman
lelaki, tapi mereka adalah teman sekolah atau pacar temannya. Wulan masih
senang sendiri dan tidak tertarik untuk berpacaran. Padahal, wajahnya lumayan
cantik dengan raut agak oriental dan rahang tegas. Didukung sifatnya supel.
Cukup mengherankan memang jika Wukan masih belum punya wajar. Namun hidup Wulan
berubah pada suatu malam tepatnya di sebuah acara layar tancap. Sebuah
pemutaran film di lapangan terbuka dengan layar selembar kain putih berukur
besar disorot proyektor film. Pada zaman sebelum kemerdekaan, layar tancap digunakan
untuk pemutaran film propoganda Jepang tapi dijadikan hiburan masyarakat
Di
antara remang pancaran sinar proyektor, Wulan dan dua teman perempuannya
menikmati film, terlihat sosok pemuda berkumis tipis berdiri mengobrol dengan
sebayanya tidak jauh dari tempat Wulan duduk. Setelah itu, Wulan sama sekali
tidak fokus ke layar. Dia hanya menatap wajah pemuda lama. Sesekali Wulan
meladeni obrolan temannya, tapi pandangannya tidak lepas dari sosok pemuda itu.
Wulan nyaris kecewa karena pemuda sama sekali tidak menyadari kehadirannya.
Sampai pada momen kedua pasang mata mereka saling beradu dan sang pemuda
tersenyum padanya. Pipi Wulan bersemu merah. Dengan refleks dia melepas
pandangannya untuk berpura mengobrol dengan temannya. Sang pemuda tidak tinggal
diam, dia menghampiri Wulan dan temannya, lalu berjongkok sambil memperkenalkan
diri. Dia bertemu dengan Rudi
Rudi
Wibawa. Pemuda bertubuh tegap dengan rambut klimis dan pakaian necis tampak
antusias saat mengobrol dengan Wulan. Malam ini adalah pertama kalinya Wulan
jalan berdua dengan laki yang disukai. Walau teman Wulan menggodanya saat
berkenalan dengan Rudi. Rudi dengan sikap sopannya meminta izin untuk mengajak
Wulan jalan di sekitar lokasi layar tancap. Rudi mengajak jalan Wulan bersama
diikuti teman Wulan, Dina dan Asti. Pekerjaan Rudi hanya menjaga toko kelontong
yang buka sampai sore, rumahnya disekitar sini. Wulan suka dengan perangai Rudi
yang berbicara lembut dan tanpa sungkan mengungkapkan siapa dirinya kepada
Wulan. Wulan merasa nyaman untuk bercerita tentang dirinya kepada Rudi. Meski
supel Wulan tidak pernah seterbuka itu kepada orang baru dikenal. Hanya teman
terdekatnya saja yang tau tentang kehidupan pribadi Wulan. Rudi anak tunggal, orangtuanya punya toko
kelontong di pinggir kota, dia dan temannya sering berpesta dari rumah ke
rumah, nonton film, biasanya ke Rivoli
Dua
minggu berlalu. Rudi membawa mobil toko yang menjadi tanggung jawab setiap
mereka berkencan. Saking seringnya bersama, teman Wulan menjuluki keduanya
sebagai Romeo dan Juliet. Mereka dijuluki karena Wulan anak pemilik toko kelontong milik bosnya.
Teman Wulan berasumsi semua toko kelontong bersaing dan bermusuhan. Layaknya
kisah yang ditulis William Shakespare. Dalam dua minggu mereka sudah kenal
dalam. Dia tahu makanan kesukaan, lagu favorit, sampai bintang film pujaan.
Wulan menyukai kualitas pada sosok Rudi. Dia peduli dan mau berusah payah
mengenal siapa Wulan sebenarnya. Tidak seperti kedua orangtuanya. Wulan kecil,
mereka terlalu sibuk mengurus toko, sementara Wulan kecil menghabiskan waktu
dalam asuhan pembantu rumah tangga bahkan tidak jarang Wulan dititipkan kepada
tetanggannya saat sang pembantu harus turut menjaga toko. Rasa sayang Wulan
kepada orangtuanya semakin pudar dari waktu ke waktu. Wulan memberontak dan lebih senang
menghabiskan waktu di luar rumah. Rudi dan Wulan duduk di kursi paling atas
dalam bioskop. Malam itu tidak terlalu ramai orang menonton, film baru diputar
setengah saat Rudi membisikkan sebaris kata paling romantis yang pernah Wulan
dengar sepanjang hidup. Dan Rudi menyatakan perasaannya kepada Wulan
Hari
berikutnya dilalui dengan indah. Sing hari di rumah selalu dijalani Wulan
dengan rasa tidak sabar menunggu malam tiba. Hampir tiap malam Wulan dan Rudi
berkencan berdua ke mana saja. Nonton bioskop, layar tancap, atau sekadar
berduaan di taman. Hanya ada satu malam Rudi tidak bertemu Wulan. Rudi
beralasan setiap kamis malam harus lembur semalaman untuk bekerja mencatat stok
barang toko, dan membuat Wulan uringan sehari tidak bertemu
Malam
itu lebih dari sebulan setelah mengikat janji sebagai pasangan. Rudi terlihat
gusar dan panik saat bercerita mengenai masalah yang menimpanya di toko, banyak
barang yang hilang dan disuruh ganti rugi, padahal bukan dia yang mengambil,
Wulan akan meminjamkan sebagian uang dan sebagai gantinya Rudi akan melipat
gandakan uang itu atas bantuan temannya. Dia memberikan sepasang palu dan pahat
kepada Rudi, dia menyuruh untuk membongkar laci milik orangtua Wulan di
rumahnya
Malam
Jumat kala itu, Rudi akan lembur di toko. Rudi pamit kepada Wulan mau pergi ke
tempat temannya yang bisa menggandakan uang seribu milik orangtua Wulan menjadi
3 ribu. Wulan menaruh rasa cemburu bahwa Rudi selingkuh dan hanya ingin
mempermainkan. Wulan tidak mau menunjukkan kecurigaan. Dia berencana membiarkan
Rudi pergi, lalu pergi diam mengikutinya
Wulan
cinta mati kepada Rudi, tapi dia takut Rudi memanfaatkan cintanya demi uang.
Rudi melangkah pergi dengan sembunyi Wulan mengikuti. Di bantu penerangan jalan
yang remang, dengan cerdik Wulan menjaga jarak dari Rudi agar tidak ketahuan.
Rudi tiba di rumah kosong sepi dan gelap. Hanya ada penerangan dari lampu jalan
di depan rumah
Rudi
berdiri di depan rumah gelap dan mengetuk pintu. Mendadak muncul seberkas
cahaya dari dalam rumah. Wulan mengintip dari balik pohon besar sempat kaget
melihat cahaya. Seorang nenek yang sedang memegang lampu templok membuka pintu
dan mempersilakan Rudi masuk
Rudi
masuk ke rumah bersama sang nenek. Wulan bergegas berlari kecil menyelinap
menuju rumah dan mengintip lewat jendela yang tertutup tirai tipis transparan.
Wulan terkejut melihat pemandangan tidak biasa. Ruangan dipenuhi orang berjubah
hitam berdiri membelakangi pintu rumahn dengan cahaya yang berasal dari lilin
di pasang di sekeliling. Rdui berjalan ke depan melewati sisi tengah dari para
orang berjubah. Saat Rudi mulai tidak terlihat karena terhalang oleh orang
berjubah, Wulan refleks mencari posisi yang lebih pas untuk mengintip. Tiba –
tiba wajah seorang nenek yang mengerikan muncul di depan jendela memergoki
Wulan. Wulan pingsan seketika
Wulan
pingsan dan dibangunkan Rudi dan Nek Netty penjaga rumah itu. Derit pintu
terdengar memecah sepi saat pintu terbuka dan menunjukkan bias sinar dari
berbagai lampu teplok yang ditaruh di ke 4 sudut ruangan agak besar berbentuk
kotak. Ada pintu besar di sisi kanan ruangan, sementara di ujung ruangan tempat
Wulan dan Rudi menghadap, ada sumber cahaya lain yang menyinari sebuah meja
seperti altar. Terdapat beberapa lilin besar yang menyala, mangkuk besar berisi
kelopak bunga, dan mangkuk kecil lain yang tidak Wulan ketahui isinya
Rudi
mengajak untuk mendekat sampai ke depan meja, dan akhirnya Wulan melihat jelas
benda yang digantung, sebuah tengkorak kepala sapi lengkap dengan tanduknya.
Wulan bergidik ngeri histeris memeluk Rudi. Dia duduk bersimpuh. Tak lama
kemudian pintu ruangan kanan terbuka, dari ruangan sebelah muncul 3 orang
dewasa mengenakan jubah hitam yang berjalan perlahan ke arah meja altar. Satu
orang di tengah berjalan sambil membawa buku terbuka. Dua orang di sisinya
mendampingi dengan membawa lilin. Mereka tiba di depan meja altar, berdiri
membelakangi Rudi dan Wulan sambil membacakan mantra
Wulan
semakin ketakutan dan membisikkan sesuatu ke telinga Rudi, tempat apa ini dan
menyuruh untuk pulang karena dia ketakutan, ketiga orang berjubah berbalik saat
itu, orang yang berada di tengah berjalan pelan ke arah Rudi sambil membawa
sebuah mangkuk berukuran sedang dan menyodorkannya ke hadapan Rudi. Rudi mengerti dan meletakkan
uang seribu yang dia pernah peroleh dari laci orangtua Wulan. Orang berjubah itu menyuruh Rudi untuk sujud.
Punggung Wulan di dorong untuk bersujud bersamanya. Wulan menurut, tubuhnya
bergetar saat sujud karena rasa takut sudah menghiggapinya hingga ke ubun.
Wulan sujud, masih bisa melihat orang berjubah kembali menuju altar sambil
mengeluarkan pisau lalu membacakan mantra dalam bahasa yang tidak terlalu
asing. Ibu Wulan adalah penduduk asli
Jateng, Wulan tau sedikit bahasa Jawa ajaran ibu, tapi bahasa ini berbeda. Ada
beberapa kata yang dikenal tapi kata lain sama sekali Wulan tidak pahami. Tiba
– tiba si pembaca mantra berhenti lalu menengok ke arah Wulan, untung Wulan
keburu menundukkan wajahnya ke lantai sebelum si pembaca mantra memergokinya,
si jubah itu menyuruh mereka untuk meminta kepada yang mulia. Mendadak ruangan
gelap gulita dan suasana terasa sepi. Hanya terdengar suara jangkrik dari luar
rumah. Tidak terdengar bisikan Rudi dan pembacaan mantra. Rudi membimbing Wulan
untuk bangun dari sujudnya kemudian berdiri. Seberkas cahaya muncul dari pintu
tempat mereka masuk. Si nenek kembali dengan membawa lampu teplok dan mangkuk
di tangannya. Saat berdiri di depan Rudi, dia menyodorkan mangkuk yang ternyata
berisi uang.
Setibanya
di depan gerbang Rudi menjelaskan kepada Wulan. Setiap malam Jumat, Rudi ke
rumah itu untuk beribadah kepada Yang Mulia, Rudi menambahkan orang di rumah
itu adalah orang beriman kepada mukjizat dan kehebatan yang Mulia. Sama seperti
orang beragama lainnya yang beriman kepada Tuhan.
Bedanya
adalah menjadi umat Yang Mulia hasilya langsung terasa jika mereka sungguh
meminta dan memberikan persembahan
Sepulang
dari rumah dia dimarahi ayahnya dan dia melempar uang 3 ribu kepada ayahnya
karena ayahnya mengatakan jika dia pencuri meminjam uang tanpa mengatakan, dan Wulan menginap di rumah Asti. Dia tidak
tau dimana rumah Rudi. Selama ini Rudi belum pernah menunjukkan tempat
tinggalnya. Wulan tidak menangis, jiwa pemberontaknya sudah terbiasa menguasai
dirinya. Sepanjang malam Wulan tidak tidur, dia memikirkan pembalasan dendam
yang akan dia lakukan kepada kedua orangtuanya
Keesokan
hari di taman, Rudi mendengar Wulan kabur dari rumah. Rudi menyalahkan diri
sendiri sudah membuat Wulan bertengkar dengan orangtuanya. Wulan ingin kawin
lari dengan Rudi tapi Rudi merasa permintaan Wulan berat karena pernikahan itu
butuh banyak biaya. Rudi akan menikahi jika memang dia adalah juragan toko,
terbesit pikiran Wulan untuk membunuh orangtuanya
Malamnya
Wulan pulang ke rumah. Dia sungkem dan meminta maaf kepada orangtuanya karena
telah mengambil uang dan bersikap kasar saat mengembalikan uang. Sebelum Wulan
menyelesaikan permintaan maaf, ibu keburu memaafkan dan memeluknya, lalu
mengajak makan malam bersama
Saat
makan malam, Wulan menyampaikan ide bahwa dia mau membantu di toko mulai besok.
Ibunya senang sekali mendengar kabar, ibunya menganggap Wulan sudah berubah
menjadi pribadi yang lebih baik setelah pertengkaran kemarin. Ayahnya diam
saja, sepanjang malam, dia merasakan sesuatu yang berbeda dari Wulan yang tidak
pernah dia rasakan sebelumnya, sampai akhirnya Wulan pamit ke kamarnya, sang
ayah tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Keesokan hari rumahnya sepi seperti biasa. Wulan sendirian di rumah
karena ayah dan ibu berada di toko sejak pagi. Wulan berada di depan lemari
pakaian orangtuanya yang terkunci rapat. Dipandanginya lemari dengan wajah
kesal dan penuh amarah. Wulan ingin kembali menguras seluruh uang yang ada di
lemari demi meluncurkan rencananya. Akhirnya Wulan sukses membongkar pintu lemari
pakaian dengan bantuan palu dan pahat. Laci lemari yang Rudi bobol kemarin
masih belum diperbaiki, jadi dengan mudah Wulan mengambil uang seribu yang dia
kembalikan kemarin serta dua ratus rupiah baru ditambahkan ayahnya. Saat
memegang uang ditangan. Wulan teringat ucapan si nenek penunggu rumah yang
Mulia. Persembahan yang terbaik untuk Yang Mulia demi mendapat yang terbaik.
Dalam pikiran Wulan semakin banyak uang yang dia persembahkan maka semakin
besar kemungiinan keinginan terwujud. Wulan senang dengan konsep itu.
Rencananya dia akan mengambil uang lebih banyak di toko orangtua
Siang
itu toko cukup ramai. Orangtuanya sibuk melayanani pelanggan. Selain mereka,
ada karyawan sibuk mengangkut barang pesanan ke dalam becak dan delman, toko
kelontong orangtuanya merupakan toko grosir bagi toko kecil lain di sekitarnya
Wulan
memasuki toko, yang disambut pelukan dan senyum ceria ibunya. Sementara sang
ayah hanya menengok sudah tiba di toko. Sang ibu mengenalkan Wulan kepada dua
orang karyawan toko bernama Alan dan Cipto. Tugas wulan hari ini menghitung
stok barang yang ada di toko. Lokasi tugasnya tidak jauh dari meja tempat
ayahnya duduk menerima pembayaran dari pembeli. Dia leluasa memantau keadaan
untuk mengambil uang dari laci meja, hanya tinggal menunggu waktu yang tepat
untuk beraksi
Dua
jam berselang rombongan pembeli berdatangan ke toko. Orangtuanya dan para
karyawan sibuk melayani pelanggan. Meja kasir sepi dan kunci laci menggantung
di lubangnya. Wulan memutuskan bahwa ini adalah saat yang tepat untuk bertindak
Dengan
cepat, Wulan bergerak ke meja, membuka laci dan mengambil uang di dalam.
Jumlahnya cukup banyak Wulan tidak sempat menghitungnya. Dia mengantongi
secepat kilat, menutup laci kembali, berjalan terburu ke luar toko. Sang ibu
yang sedang melayani pelanggan menegur Wulan yang keluar toko, mau kemana dia?
Dijawabnya jika ingin makan siang. Ibu Wulan berpandangan dengan ayah yang buru
mengecek laci meja, cemas menggelayut di raut wajahnya, teriaakn keras sang
suami menggema dari dalam toko. Ayah berlari mencoba menyusul Wulan tapi Wulan
menghilang dari pandangan
Rudi
dan Wulan pergi yang Mulia dan melihatnya malam itu dengan jubah hitam
berkumpul membentuk lingkaran. Mereka mengelilingi sebuah mejadi tengah ruangan
yang diterangi cahaya dari lilin yang diletakkan di seputar ruangan. Rudi
menjelaskan soal perbedaan ritual kali ini, jadi Wulan merasa tidak perlu
bertanya. Salah seorang umat dengan aksesori jubah berbeda dari yang lain dan
berdiri didepan meja altar berbicara kepada Wulan dan Rudi. Sepertinya dia
adalah pemimpin umat Yang Mulia, itu yang ada di pikiran Wulan
Pemimpin
tegas menujuk mangkuk diatas meja untuk persembahan setinggi paha Wulan. Rudi
mengajak Wulan maju ke arah meja altar. Keduanya berjalan perlahan. Wulan melangkah
penuh keyakinan bahwa keinginannya akan terwujud. Setibanya di depan meja
altar. Wulan meletakkan seluruh uang ke dalam mangkuk. Sang pemimpin meminta
Wulan untuk sujud. Wulan menengok sejenak ke arah Rudi yang mengangguk agar
Wulan sujud. Wulan menurut dan mengambil posisi sujud
Ucapkan
keinginan kepada Yang Mulia, memohon kepadanya, sang pemimpin melanjutkan
perintah. Di tengah posisi sujud, Wulan mengucapkan permohonan berulang, ingin
bapak ibunya mati Yang Mulia
Sang
pemimpin membaca mantra, masih dengan bahasa yang Wulan tidak kenali. Rudi dan
umat lain hanya berdiri diam dan sesekali menyahut mantra dari sang pemimpin.
Wulan penasaran dengan bahasa itu, tapi tidak dia indahkan, yang penting
baginya permohonan malam ini tercapai. Namun yang terjadi selanjutnya sungguh
mengejutkan Wulan. Sang pemimpin selesai membaca mantra dan membimbing Wulan
bertanya apakah permohonannya sudah dikabulkan, tetapi urung dia lakukan karena
sebilah pisau di hadapannya. Yang Mulia menginginkan persembahan persembahan
dari tetesan darah Wulan, Wulan mengambil pisau disodorkan lalu menengok ke
Rudi yang menunjukkan gestur bahwa Wuan melukai telapak tangannya. Sang
Pemimpin menaruh mangkuk kecil di atas meja di hadapan Wulan. Wulan membulatkan
tekad. Dia sudah smapai sejauh ini, beberapa tetes darah dibandingkan
kebahagiaan untuk bisa hidup bersama Rudi selamanya. Mata pisau diarahkan ke
telapak tangannnya yang dia posisikan tepat di atas mangkuk. Wulan menganggap
permohonan sambil menorehkan mata pisau dengan keras. Namun senyum pudar saat
sapu tangan membekap Wulan dari belakang. Wulan melawan, kehilangan kesadaran
tak berapa lama kemudian
Malam
semakin larut dan suasana semakin suram di dalam rumah umat Yang Mulia, 22
orang para pengikut Yang Mulia, termasuk nenek Nety dan sang Pemimpin berdiri
mengelilingi meja jati besar di tengah ruangan. Meja itu kosong, ada sesosok
tubuh perempuan dengan gaun puth bersih tergeletak di atas meja. 4 orang sibuk
mengikat kedua tangan dan kaki perempuan itu kuat. Selesai mengikat, sang
perempuan mulai tersadar dengan kondisi lemah
Wulan
menyadari bahwa dia tidur telentang di atas meja dengan tangan dan kaki
terikat. Dia meronta meminta tolong kepada wajah di sekelilingnya. Wajah yang
dikenal sebagai umat Yang Mulia, itu kini tidak lagi menunjukkan raut
bersahabat. Dari belakang kerumuman umat yang mengelilingi, muncul sosok yang
dia kenal. Kali ini dia juga mengenakan jubah yang sama seperti umat Yang Mulia
lainnya. Rudi wibawa yang Wulan cintai. Wulan kaget melihat penampilan Rudi yang
berbeda. Wajahnya kini tidak terlihat sama. Wajah bengis dengan senyum penuh
kemenangan. Bukan bantuan yang Wulan terima, melainkan sebuah kepalan tangan
yang mengayun dan mendarat tepat di wajah Wulan. Darah segar muncrat dari
pembuluh darah di bibir Wulan yang pecah, ketika membasahi sebagian gaunnya
Wulan
menangis, mulutnya tak bisa mengucap sempurna, berganti batuk yang memuncratkan
sisa darah yang ada di mulutnya, Robby, sang Pemimpin menghampiri Rudi yang
masih mengepalkan tangan dengan amarah di wajahnya. Yang Mulia suka anak
perawan dan uang. Rudi berdiri di area perut Wulan. Robby dan umat lainnya
membaca mantra saat Rudi mengangkat pisau berjarak beberapa jengkal di atas
perut Wulan
Wulan
meronta dan berteriak keras sambil menangis. Jangan bunuh. Rudi tidak peduli,
dia ikut merapal mantra dan memegang pisau, Rudi tidak ragu menghujamkan pisau
ke perut Wulan sambil berkata, terimalah persembahan Yang Mulia. Darah segar
mengucur deras dari perut Wulan yang hanya bisa berteriak kesakitan sambil meronta.
Namun perlawanannya tidak berlangsung laam, tubuhnya lemas, kehilangan banyak
darah, dia belum mati, kesadarannya masih ada waktu tidak akan bertahan lama.
Ikatan tangan dan kaki mulai dilepaskan.
Kain kafan sudah disiapkan. Hunjaman pisau Rudi tidak mengenai titik yang bisa
mematikannya secara cepat. Wulan memandangi wajah Rudi yang tersenyum penuh
kemenangan menatap Wulan yang berada di penghujung hidup. Rudi sudah lama
menunggu momen ini. Sejak pertama dia melayangkan pandangannya kepada Wulan, dia
sudah tau Wulan adalah persembahan terbaik untuk yang Mulia. Wulan susah payah
mencoba mengangkat tangannya untuk meraih wajah Rudi, yang dia cintai, tapi
usaha Wulan gagal, karena tubuhnya disiapkan untuk dikafani oleh 4 umat. Wulan
dibungkus dengan kain kafan putih yang ternoda darah yang mengucur dari luka di
perutnya. Erangan kesakitan Wulan tak menghentikan Robby dan para umat yang
masih merapal mantra seraya menunggu tubuh Wulan selesai dibungkus. Kain kafan
sudah menutupi tubuh Wulan seluruhnya, hanya tersisa wajah saja yang terbuka.
Wulan masih belum mati, pandangannya tak lepas dari wajah Rudi yang menghadap
Robby. Yang Mulia menjajikan kekayaan dan kekuasaan kepada Robby. Wulan dendam
hingga dia mati
Gadis
Penelusuran
di kompleks perumahan tua dan terbengkalai di Jakarta Timur. Disana ada makhluk
berwujud kuntilanak berkeliaran. Ada hantu berwujud anak laki dengan sebutan
adik. Dia memiliki kebiasaan mengangkat kaki kanan lalu menggesekan tulang
kering kaki kanan ke betis kaki kiri, seperti gatal. Dia bersama kuntilanak
yang dia panggil Tante. Adik menunjukkan lokasi Tante berada tepatnya di pohon,
si adik dibuang orang tuanya, sendalnya hilang sebelah. Dia dibunuh orangtuanya karena hal yang
membuat keduanya gelap mata. Setelah dipukul dengan kayu hingga pingsan dan
membuat kepalanya berdarah. Tubuh adik yang sekarat dimasukkan ke karung,
kemudian dibuang di kebun. Semalaman didalam karung, tubuh sekarat adik
dikerubungi semut yang merayap mulai dari kaki yang hanya memakai sendal sebelah.
Semut itu mengais mencari makan dari tubuh bocan ini. Adik merasakan gatal di
kakinya tapi dia sama sekali tidak berdaya. Beberapa kali pukulan kayu di
kepala membuat otaknya tidak mampu bekerja dengan baik. Bahkan untuk sekadar
berteriak meminta tolong dia tidak mampu. Gatal di kaki adik menyebar seiring
dengan semut yang merayap ke seluruh bagian tubuhnya. Adik tidak tahan lagi,
napasnya sudah satunya semakin berat dia rasakan. Adik meninggal keesokan
harinya di dalam karung dengan kepala berdarah dan semut yang mengerubungi
tubuhnya
Adik
bertemu sang kuntilanak di tengah tangis saat merindukan ibundanya. Dengan
naluri keibuan yang dia miliki, Tante menghampiri adik dan menenangkannya.
Wajah Tante yang mengerikan berbanding terbalik dengan sikapnya yang penyayang
terhadap adik. Sejak saat itu mereka selalu bersama. Adik mulai merasakan kasih
sayang yang dia idamkan selama ini
Gadis
adalah nama yang indah dari sosok perempuan cantik yang Pram idamkan sejak
pandangan pertama. Senyum manis Gadis adalah hal utama yang paling menarik
perhatian. Pram melihat Gadis saat dia bekerja sebagai sukarelawan di rumah
sakit tempat ayam Pram dirawat akibat penyakit yang dideritanya. Pram bertekad
untuk mengenal Gadis lebih dalam sejak saat itu
Pada
perjumpaan ke 5, Pram baru berani berkenalan dengan Gadis, setelah melihat
Gadis berjalan sendirian, karena biasanya Gadis selalu bersama dengan rekan
kerjanya. Mereka berkenalan dan mereka mulai dekat. Semua berlangsung setiap
hari selama 2 minggu kecuali hari saat Gadis libur, hari yang Pram benci karena
dia jadi tidak bisa melihat Gadis. Hari Pram luar biasa padat, pergi pagi untuk
kuliah,kerja sampai larut malam di kantor. Menjenguk ayahnya pada siang hari
dan berjumpa dengan Gadis adalah momen terbaik yang selalu Pram nantikan. Gadis
menjadi penyemat Pram melalui harinya yang melelahkan. Hari terakhir perawatan
ayah Pram tidak serta merta menjadi hari terakhir perjumpaan mereka, Pram
berjanji akan tetap mengunjungi Gadis di rumah sakit. Namun jawaban Gadis mengejutkan
Pram untuk tidak bertemu di rumah sakit lagi. Setiap kali dia menyaksikan Gadis
membantu suster dan memperlakukan para pasien, perhatiannya kepada Pram saat
mengingatkan untuk makan siang, sifatnya yang ceria, Pram mengidamkan Gadis
untuk menjadi istrinya . Pram terpaksa harus mengambil alih perusahaan ayahnya
karena ayahnya sakit padahal Pram harus meneyelesaikan kuliahnya. Pram akan
melamar Gadis
Sepanjang
17 tahun hidupnya, Gadis tumbuh di tengah keluarga bahagia, anak perempuan
satunya yang selalu disayang dan dilindungi ayah, ibu, dan keempat kakak
lakinya. Hal ini menyebabkan Gadis menjadi pribadi penyayang dan berusaha
menyenangkan orang lain
Keluarga
Gadis, keluarga yang sempurna menurut Gadis, ayah dan ibunya memberikan yang
terbaik dari makanan, pakaian, sampai pendidikan. Gadis selalu ingin memberikan
yang terbaik untuk orangtuanya. Dia menjadi peringkat pertama di kelas sejak
sekolah rakyat sampai SMA
Gadis
beberapa kali melompat kelas sudah lulus SMA pada 17 tahun, dia bercita menjadi
dokter sambil menunggu pengumuman kelulusan ujian masuk universitas, Gadis
bekerja menjadi sukarelawan di rumah sakit. Semua dia lakukan demi memuluskan
citanya menjadi seorang dokter. Sepanjang hidup, Gadis hampir tidak pernah
menemui kegagalan, pernah sewaktu SMA kelas dua, Gadis mengalami sakit
menjelang ujian. Nilai matematikanya tidak memuaskan. Walau masih tetap
menyalahkan diri yang tidak menjaga kesehatan dengan baik sehingga nilai
rapornya tidak sempurna, itulah salah satu cacat dalam kesempurnaan hidup
Gadis. Ibunya sosok berpengaruh yang membentuk Gadis menjadi pribadi yang
perfeksionis. Dia sangat mengidolakan ibunya, ibunya sosok ibu rumah tangga
panutan yang mampu menciptakan rumah tangga sempurna, pandai memasak, telaten
mengurus pekerjaan rumah tangga. Kalau bukan karena citanya menjadi dokter,
Gadis pasti menjadi ibu rumah tangga yang sempurna seperti ibunya. Namun garis hidup berkata
lain saat Gadis berjumpa dengan Pram.
Gadis tidak langsung tertarik saat pertama berkenalan dengan Pram, waktu itu
baginya Pram hanya keluarga pasien biasa yang sedang berkunjung membesuk. Namun
setelah melihat kedokteran Pram dalam merawat ayah, Gadis tersentuh
Gadis
dan Pram bertemu setiap hari meski ayah Pram audah tidak lagi dirawat di rumah
sakit. Biasanya Pram menjemput Gadis sore hari sepulang kantor yang bertepatan
dengan selesainya jam kerja Gadis di rumah sakit. Nonton bioskop, ke pasar
malam, atau berbincang di taman adalah hak yang biasa mereka lakukan saat
berduaan
Namun
hari ini akan jadi hari berbeda. Pram akan mengutarakan niat seriusnya untuk melamar. Gadis. Hal
pertama yang akan Pram lakukan adalah memperhatikan Gadis pada orangtuanya.
Pram sendiri sudah pernah bertemu orangtua Gadis. Dia selalu mengantarkan Gadis
sampai masuk ke rumah setiap selesai berkencan, ayah dan ibu Gadis menyukai
Pram. Bagi mereka, Pram adalah seorang gentleman menurut istlah ayah Gadis.
Mereka mendukung hubungan Gadis dengan Pram dan pasti akan mendukung jika Pram
melamar Gadis
Rencana
Pram malam itu adalah jamuan makan malam di rumah Pram demi memperkenalkan
Gadis kepada ayah, ibu, dan 3 adiknya. Meski dirawat lama di rumah sakit tempat
Gadis bekerja sukarela, tapi ayah Pram, belum mengenai Gadis. Beragam makanan
ala Eropa, kue dan buah tertata indah di meja makan Pram meminta tolong kepada
kenalan ayahnya seorang chef di hotel berkelas Internasional untuk memasak menu
malam ini, namun hal tersebut tetap tidak mampu menyembunyikan rasa gugup Pram.
Dia khawatir orangtuanya tidak menyukai Gadis
Ayah
dan ibu Pram bertanya banyak kepada Gadis tentang keluarganya, pendidikannya,
serta rencana Gadis untuk masa depan. Gadis adalah pacar pertama Pram yang
dikenalkan pada mereka, jadi sudah sepantasnya mereka melakukan penilaian
terhadap Gadis. Mereka tahu Pram pasti merencanakan sesuatu untuk masa depannya
bersama Gadis. Jamuan makan malam berjalan lancar. Meski Gadis gugup tapi Pram
melihat kedua orangtuanya sangat menyukai gadis pilihannya. Mereka membicarakan
berbagai topik. Sifat Gadis menyenangkan dan mudah akrab membuat Gadis dan
kedua orangtua Pram seperti sudah kenal lama.
Pram
menutu berlutut dengan sebelah kakinya, tangannya siap memegang cincin. Tak
lama kemudian, Gadis membuka pintu dengan orangtua di sampingnys
Dua
bulan setelah lamaran, Pram dan Gadis melangsungkan pernikahan yang cukup
mewah. Karena ayah Pram seorang pengusaha memiliki banyak koneksi, Pram
diwajibkan mengadakan pesta pernikahan mewah. Dia melupakan mimpinya untuk
kuliah. Setelah menikah mereka tinggal di rumah milik Pram di pinggiran kota
dekat Bogor. Rumah itu mmeiliki pekarangan belakang dan halaman luas. Belakang
rumah di huni pohon tinggi membuat hawa selalu terasa sejuk. Pram memilih
tinggal jauh dari kantor karena merasa tidak enak kalau Gadis tinggal di rumah
orangtuanya, sementara ayahnya sudah memberikan jatah anaknya rumah di pinggir
kota. Perawatan rumah dengan 3 kamar tidur, dapur luas, ruang makan, ruang
keluarga, dan ruang tamu menjadi tanggung jawab Gadis. Kesehariannya dibantu
seorang pengurus rumah tangga, memasak, mencuci, dan menggosok pakaian juga
Gadis lakukan sesekali. Gadis suka aktif bekerja dan hasil kerja bibi kurang
memuaskan baginya
Pernah
suatu waktu Gadis menemukan bagian dalam guci besar dipajang di ruang tamu
masih berdebu, hasil semir sepatu Pram
kurang mengkilap, sampai kemeja Pram hasil gosokan bibi terlihat kusut. Pram
tidak bisa menerima kesalahan sekecil apapun. Bibi hanya diizinkan untuk
mengepel, menyapu, menyiram tanaman, semua kerjaan yang dilakukan selalu dia
ulangi hingga terlihat sempurna. Gadis melarang bibi bercerita macam – macam
karena dia akan memecat bibi jika tidak melakukan perintahnya
6
bulan sejak pernikahannya. Gadis semakin menikmati peran sebagai istri
sempurna. Hal yang paling mengganggu menurut Pram adalah setiap Pram lembur dan
pulang agak malan. Gadis yang menungguinya bercerita bahwa dia sampai
memanaskan masakan setiap satu jam sekali agar saat Pram tiba di rumah, makan
malam untuk Pram hangat untuk disantap. Gadis melayani Pram terlalu berlebihan
dan walaupun dia meminta buku resep baru dan belajar membuat kue tapi setiap
kue itu gagal dan langsung dibuang
Memasuki
8 bulan usia pernikahan, rasa bosan justru menghinggapi Pram. Selama dirumah,
dia menjalani rutinitas yang sama selalu dilayani oleh Gadis, apapun yang Pram
ingin lakukan, Gadis selalu ada di sampingnya, melayani segala kebutuhannya.
Pram merindukan Gadis seperti saat belum menikah dulu. Gdis ceria, penuh
ekspresi, dan menyenangkan
Suatu
malam karena tidak tahan lagi, Pram merasa dia harus bertanya Gadis apa yang
sebenarnya ada di dalam hati Gadis sehingga merasa harus melayani Pram secara
berlebihan. Bahkan karena gelas pecah saja dia seperti merasa bersalah karena
perlakuannya
Pram
merasa setelah menikah perilaku Gadis berubah. Dua minggu setelah kejadian, Pram
sering pulang larut malam. Banyaknya beban pekerjaan dan proyek bisnis baru
ayahnya dia ambil alih menjadi alasan yang dikemukakan kepada Gadis. Seminggu
pertama tidak keberatan. Namun sabtu dan minggu, Pram harus ke kantor Gadis
kecewa karena merasa tidak maksimal melayani Pram. Pernah dia mencoba menunggu
Pram pulang kerja tapi karena lelah mengerjakan pekerjaan rumah, Gadis
tertidur di kursi ruang tamu. Pram
menggendong Gadis masuk ke kamar, saat terbangun pada pagi hari, Gadis kecewa
terhadap dirinya sendiri. Dia kecewa karena tau Pram menggendongnya ke kamar.
Dalam pikiran Gadis seharusnya dia yang melayani Pram di rumah. Saat Pram
berkata aakan pulang malam, rasa kesal hinggap di hati Gadis, namun dia
sembunyikan di balik senyuman manis saat mengantarkan. Pram berangkat kerja.
Rasa kesal di dalam hati membuatnya berpikir macam. Gadis curiga Pram
selingkuh. Gadis berpiir bahwa
kegagalannya menjadi istri yang sempurna yang menyebabkan Pram selingkuh
Malam
itu dia menunggu Pram pulang kantor dan menyiapkan kata agar Pram memaafkan
kesalahan dan meninggalkan selingkuhannya
Gadis
berpikir di harus mengandung anak Pram atau Pram akan selingkuh darinya
Menjelang
setahun usia pernikahannya, dia hamil 4 minggu Pram bahagia mendengar kabar.
Setiap malam setelah mengetahui kehamilan Gadis, Pram pulang tepat waktu untuk
berbicara dan bercanda dengan janin dalam rahim Gadis. Tawa selalu hadir karena
Gadis merasa lucu melihat Pram berbicara dengan perutnya
Gadis
merasa bangga dengan kehamilannya, dia berhasil membuktikkan kepada orang
sekitarnya bahwa dia adalah istri yang sempurna. Si jabang bayi di dalam rahim
bukti kesempurnaan Gadis
Menginjak
usia 6 bulan kehamilan, Pram masih tidak tau bahwa hampir seluruh pekerjaan
rumah tangga dikerjakan Gadis. Gadis sempat merasakan sakit di perutnya. Gadis
pergi ke dokter diantar sopir untuk memeriksakan kehamilannya. Pram hanya bahwa
kalau itu pemeriksaan rutin bulanan saja. Gadis menyembunyikan rasa sakit yang
dia rasakan dari Pram dan dokter kandungannya. Di dalam mobil, sambil mengelus
perutnya. Gadis menenangkan sang janin. Sampai akhirnya bulan ketujuh, bibi tak
tahan lagi melihat Gadis masih mencuci pakaian dengan perut yang makin
membesar. Bibi diam memberi tau Pram saat Gadis sedang mandi, Pram kaget bukan
kepalang mendengar kabar dan melarang Gadis untuk melakukan pekerjaan rumah
tangga. Mendengar omelan Pram, Gadis mencoba memberikan alasan bahwa bibi tidak
becus bekerja dan hasil kerjanya tidak memuaskan karena Gadis ingin semuanya
serba sempurna. Pram makin kesal mendengar itu dan menasihati bahwa hidup tidak
harus selalu sempurna. Manusia tidak ada yang sempurna
Saat
Gadis mencoba membantah, mendadak terasa sakit di perutnya, Gadis mengaduh
kesakitan dan jatuh terduduk di tempat tidur, Pram buru – buru memanggil bibi
untuk membantu membawa Gadis ke rumah sakit
Di
rumah sakit dokter memberi anjuran keras agar Gadis beristirahat total, tidak
boleh banyak bergerak karena kondisi bayinya kurang sehat. Dokter menyarankan
untuk di rawat di rumah sakit. Pram setuju, tapi Gadis menolak. Gadis meyankan
Pram dan dokter bahwa dia dan bayinya sehat. Gadis menolak anggaapn bahwa dia
perempuan lemah, lebih kuat dari ibunya yang memiliki 5 anak. Hal pertama yang ingin Gadis lakukan di rumah adalah
memecat bibi yang dianggapnya sebagai penghianat lalu bekerja Pram mencari
pembantu lain yang lebih becus bekerja. Pram menolak permintaan itu karena
tidak mudah mencari pembantu pengganti. Dalam usia kehamilan Gadis sekarang,
harus didampingi seseorang. Pram malah mengusulkan menambah pembantu untuk
mengawasi Gadis. Gadis merasa diremehkan dan mmebenci tubuhnya yang melemah
karena hamil
Gadis
tau jika air panas untuk kamar mandi belum disiapkan bibi dan akhirnya dia yang
merebus air tapi karena panas dia menjatuhkan ceret itu, kakinya berusaha
menghindar dari ceret panas yang jatuh ke lantai. Akibatnya Gadis jatuh
terduduk di lantai kamar mandi, darah menggenang sesaat setelah Gadis terjatuh.
Bibi mendengar suara ceret jatuh lari ke kamar mandi dan terkejut mendapat
Gadis terduduk di tengah kehulangan darah, hanya ada dua kalimat yang diucapkan
Gadis, kamu tidak apa – apa ya nak, kamu sehat terus
Gadis
mengalami keguguran. Bayi yang dikandungnya meninggal setelah mengalami insiden
jatuh di kamar mandi, setelah itu Gadis menyalahkan diri yang teledor dan tidak mampu mnejaga bayi.
Pram sibuk menenangkan Gadis dan berusaha menerima kenyataan bahwa buah hatinya
telah pergi. Cintanya kepada Gadis tidak pudar. Sepulangnya dari rumah sakit,
Gadis lebih banyak berdiam diri dan melamun, usaha Pram untuk mengembalikkan
Gadis seperti dahulu gagal bahkan untuk makan dan minum, Gadis harus selalu
diladeni. Bibi dan Tuti, pembantu baru, bergantian dengan Pram menghabiskan
waktunya dengan duduk di kursi belakang rumah
Gadis
sering memandangi area hutan pohon pinus dengan saksama lalu menyunggikan
senyum bahagia setelah beberapa saat memandang kesana
Pram
mulai khawatir dengan kondisi Gsdis, orangtua Gadis tidak melakukan apapun,
trauma mandalam merasuki jiwa Gadis. Gadis sering sulit tidur sehingga dikasih
obat penenang
Aura
negatif dalam jiwa Gadis mengalahkan keinginan untuk hidup sempurna dan
bahagia. Gadis dikuasai oleh sisi gelap dalam dirinya. Gadis terlihat bahagia
saat memandang hutan pinus di belakang rumah menjelang maghrib, tapi
kebahagiaan untuk sisi gelapnya. Ada kekuatan yang bersarang di hutan itu yang
tak henti memberikan sugesti ke dalam pikiran Gadis. Dia adalah perempuan yang
gagal dan tidak sempurna, tidak pantas hidup itulah kalimat yang terlintas di
pikiran Gadis. Sisi gelap di dalam hati Gadis bahagia mendengarnya
Seperti
biasa menjelang magrib Tuti hendak mengantar Gadis ke kamarnya untuk
beristirahat setelah sepanjang sore duduk di pekarangan belakang. Sore itu Tuti
heran melihat mata Gadis tidak lepas dari hutan pinus. Kini hadir juga ssii
lain Gadis yang sangat gelap. Sisi yang muncul setiap sore Gadis berada di
teras belakang ingin Gadis melakukan sesuatu, sebuah tindakan yang tidak pernah
terlintas dalam pikiran Gadis sebekumnya
Gadis
bangkit dari tempat tidurm lalu meraih silet di meja rias. Dia duduk di lantai kamar yang dingin. Silet yang
seharusnya digunakan Pram untuk mencukur kumis dan jenggut di wajahnya kini
difungsikan berbeda oleh Gadis, sambil duduk bersandar ke meja rias, Gadis
menempatkan posisi silet di pergelangan tangan kirinya. Gadis menggores satu
sayatan cukup dalam di pergelangan tangannya. Darah sekeketika mengalir
membasahai lantai kamar. Sisa tenaga dan kekuatan di tangan kiri Gadis
digunakan untuk menyayat pergelangan tangan. Kedua tangan Gadis berlumuran
darah terjatuh ke lantai, senyum menyeringai masih menghiasi wajahnya yang
tidak menampakkan sedikit rasa sakit
Malam
menunjukkan 7 malam saat Pram pulang
kantor. Semenjak Gadis jatuh sakit, Pram selalu pulang tepat waktu untuk menyuapai
Gadis makan malam, dia ingin menunjukkan kasih sayang kepada Gadis tidak
berubah setelah keguguran bayi mereka. Menurut dokter, dia mempercepat
kesembuhannya, Pram bergegas menjemput
Gadis untuk makan malam. Pram melihat Gadis terduduk di lantai bersandar pada
meja rias dengan mata membelalak dan seringai di wajah, Gadis meninggal
Adik
kini telah menemukan jalang pulang. Kematian karena bunuh diri menghalangi
Gadis menuju cahaya
SITI
Siti
hidup di Batavia tahun 1920 pada zaman kolonial saat Belanda masih menguasai
Nusantara. Ibu Siti yang bernama Aminah berasal dari Cirebon yang hijrah ke
Jakarta saat Siti masih kanak. Siti hidup berdua dengan ibu dan tidak mengenal
siapa ayahnya Siti jarang bertanya karena ibu pasti akan menjawab ayahnya
kabur, kebetulan di lingkungan tempat mereka tinggal teman sepermainan Siti
banyak yang tidak memiliki ayah. Hanya satu dua saja yang hidup bersama kedua
orangtuanya. Sebenarnya tidak mengherankan karena Siti hidup di lingkungan
pelacuran yang dipenuhi anak yang lahir di luar pernikahann, mereka sengaja
dilahirkan untuk dijadikan penerus
Pada
usianya yang 13 tahun hanya dunia prostitusi yang Siti tau. Dia kerap ditinggal
sendiri di ruang tengah rumah saat ibunya menerima tamu di kamar. Pernah sekali
waktu Siti penasaran mendengar suara teriakan ibunya dari dalam kamar, niatnya
untuk mneolong malah dibayar sabetan sabuk celana oleh ibunya, Siti kapok dan
mendiamkan saja setiap mendengar teriakan ibunya dari dalam kamar. Di area
pusat kota, Siti kecil dan ibunya tinggal dan ditampun goleh sosok pemimpin
wilayah pelacuran yang sangat disegani bernama Mat Hasan. Dengan tubuh besar,
kulit kecokelatan, kumis tebal yang melintang dengan ciir khas codet di
wajahnya, dan rahang tegasm membuat Hasan menguasai wilayah dengan banyak
perempuan penghibur, atau akrab disebut cabo pada zaman itu
Datang
dari Cirebon. Aminah tinggal di dalam wilayah Hasan beberapa bulan sebelum
melahirkan Siti. Bahkan dia menjadi primadona tempat itu dan menjadi andalan
Hasan menarik uang jatah cukup besar, sampai 50% dengan dalih menyediakan tempat dan menjaga
keamanan mereka dalam melayani tamu
Potongan
uang cukup besar itulah yang menyebabkan Aminah memilih untuk pindah ke area
Cirebon. Tawaran dari penguasa wilayah Cirebon yang hanya menarik 25% potongan,
serta banyaknya tuan tanah dan meneer Belanda yang potensial menjadi tamu menguatkan
keinginan Aminah. Hasan menaruh
perhatian kepada Aminah dan pernah melarang Amina untuk menerima tamu. Siti
tumbuh menjadi pribadi supel dan mudah bergaul bahkan dengan orang yang baru
dikenal, ditambah sifat periang dan kegemarannya menari, Siti kecil dilihat
oleh Hasan sebagai perempuan potensial untuk menjadi primadona
Masih
terngiang di dalam ingatan Hasan ketika Amina pergi dalam kondisi hamil besar.
Hasan yang menyayangi Aminah memang tidak tau siaap ayah dari bayi yang
dikandung Aminah, tapi dia mau membantu membesarkan anak itu nanti dan
menganggapnya sebagai anaknya sendiri. Padahal rencana licik sudah dia
kantongi. Jika anak Aminah perempuan akan dijadikan penerus sang ibu dan jika
laki dia akan jadikan sebagai anak buah
Aminah
tahu rencana Hasan hanya bisa pasrah karena tidak memiliki jalan lain. namun
saat usia kehamilannya 7 bulan, datang tawaran dari Cirebon yang menggiurkan.
Aminah merasa masa depannya lebih terjamin jika dia pergi kesana, apalagi kalau
mendapat langganan tuan tanah atau Meneer Belanda. Aminah nekat
meninggalkan Hasan. Hanya sepucuk surat
ditinggalkan untuk Hasan berisi alasan mengenai keinginannya untuk pulang
kampung dan melahirkan disana. Awalnya Hasan menerima alasan sampai beberapa
bulan kemudian Amina tidak kunjung kembali. Hasan mengetahui siasat Aminah
beberapa tahun kemudian, kepastian dia dapatkan setelah mendengar desas – desus
dari beberapa tamu yang pernah ke Cirebon, Aminah bekerja disana sekarang,
Hasan geram mendengar berita itu, hancur hati Hasan karena dikhianati. Di
Cirebon, Siti belum menginjak usia 3 bulan, Aminah mulai bekerja. Aminah
dikenalkan kepada banyak tunah tanah dan meneer Belanda. Tidak butuh waktu
lama, Aminahjadi primadona disana. Selama 10 tahun lamanya Aminah tidak lelah
melayani tamunya. Semua terasa membahagiakan bagi Aminah dan putrinya
hingga terjadi perang perebutan
wilayah yang melanda Cirebon. Rumah yang
ditempati serta uang yang disimpan di rampas pihak lain yang menguasai tempat
Aminah dan Siti tinggal. Belum lagi lahan tempatnya mencari nafkah luluh lantak
tak tersisa
Keputusan
berat diambil Aminah. Dengan mengesampingkan harga diri, dia kembali ke Batavia
menemui Hasan yang pernah dikhianati. Setibanya disana, berdua dengan Siti dia
menghadap Hasan, memohon untuk menerimanya kembali bekerja di bawah naungan
Hasan. Hasan ingin Siti tidur dengannya
Beberapa
minggu berselang, Siti sudah kerasan di tempat tinggal barunya. Hidup brpindah
ke tempat pelacuran berbeda sama sekali
tidak mengubah sifat riang Siti. Dia terkenal supel di lingkungan tempat
sebayanya, para perempuan penghibur lain, bahkan kerap bertegur sapa dan
bercanda dengan preman Hasan. Meski kecantikannya memikat mata, tidak ada satu
anak buah Hasan yang berani menyentuh atau menggoda Siti karena ancaman Hasan kepada
anak buahnya, bahwa Siti seperti istri sendiri. Aminah juga ingin Siti
melakukan profesi itu. Dia tidak pernah mengenal pekerjaan lain selain
pekerjaan yang dilakoni ibunya. Perempuan penghibur, pelacur,cabo, entah apa
istilahnya, bagi Siti pekerjaan itu yang dia tau. Menjadi pelacur adalah masa
depannya
Hasan
seorang pejabat pribumi di lingkungan Pemerintahan Kolonial Belanda. Pria itu
membayar Siti mahal demi memakai jasanya. Dia selalu ingat pesan ibunya untuk
membuat pelanggan senang. Terus tersenyum. Hasan berpesan. Siti harus membuat
pejabat kembali lagi, buat dia ketagihan. Siti heran melihat Hasan brsikap
tegas kepadanya kala itu padahal tampak ada kesedihan dimata Hasan, Siti masih
bau kencur hanya menuruti saja pesan kedua orang yang dia hormati. Siti merasa
bingung saat pertama kali melihat
pejabat berusia setengah baya yang harus dia layani di kamar. Namun pesan
ibunya dan Hasan sudah tertanam dengan baik di dalam benaknya. Siti menyapa dan
melayani sang pejabat dengan riang. Hasil mengamati ibunya berguna untuk dia
saat ini. Semalaman penuh Siti melakukan pekerjaan pertama sebagai perempuan
penghibur dengan hasil memuaskan Pejabat Pribumi bahkan memberi uang tambahan
kepada Siti dan Hasan setelah selesai. Hasan membatasi Siti hanya menerima 3 tamu dalam sehari dengan
bayaran tinggi. Setiap hari jadwal Siti tidak pernah kosong. Setidaknya, Siti sudah menghasil uang
sendiri. Meski penghasilannya dipotong oleh Hasan, tapi jumlahnya tersisa cukup
besar. Dari penghasilan bersihnya, Siti memberikan sebagian kecil untuk ibunya.
Siti ingin ibunya berusia menjelang 40 tahun untuk berhenti bekerja. Namun
Aminah menolak dan masih ingin kerja karena bosan jika diam saja di rumah. Siti
menang kecewa tapi dia memahami keinginan ibunya. Siti kini tinggal sendiri di
rumahnya karena Aminah pindah ke rumah lain yang tidak begitu jauh. Hasan ingin
Siti tinggal sendiri agar lebih fokus melayani tamu tanpa ada gangguan dari
Aminah. Meski sedih tidak bisa tinggal dengan ibunya, Siti menuruti keinginan
Hasan yang dia hormati seperti layaknya seorang ayah
Hubungan
keduanya semakin akrab karena Hasan sangat produktif terhadap Siti. Semua tamu
Siti dipantau Hasan demi memastikan keamanan Siti. Kalau Siti masih menunggu
tamut yang telat Hasan selalu menemani. Sekadar mengobrol atau bersenda gurau.
Meski Hasan pribadi serius dan jarang
tertawa, Siti merasa tertantang untuk membuatnya sekadar menyunggingkan senyum
dibalik kumis tebal
Sikap
periang dan lucu Siti selalu menyenangkan hati Hasan. Dia memang sangat menjaga Siti sebagai sumber uang di lokalisasinya
ini layaknya istri namun rasa trauma kepada sosok perempuan menghalangi Hasan
untuk benar mencintai Siti
Setahun
kemudian, Siti terlihat semakin matang dan menikmati kehidupannya. Dia sudah
semakin dipercaya Hasan. Beberapa kali dengan uang yang dimiliki, Siti
berbelanja ke pasar hanya berdua dengan ibunya tanpa bilang kepada Hasan,
mereka juga menolak kawalan anak buah. Di pasar dekat tempat mereka tinggal,
Siti berbelanja baju model terbaru untuk dia dan ibunya. Kue dan berbagai jenis
makanan mereka beli sebagai oleh untuk teman mereka di lokalisasi. Siti snagat
senang berbelanja, tapi ada hal lain yang dia lihat di pasar. Siti melihat
banyak penjual di pasar berjenis kelamin perempuan. Dia tidak menyangka
perempuan memiliki pilihan pekerjaan selain pekerjaan yang dia lakukan. Siti
terkejut mengetahui bawa beberapa diantara perempuan berjualan di lapak mereka
sendiri, bukan bekerja pada orang lain. perempuan memiliki usaha sendiri,
sebuah kenyataan yang tidak pernah Siti ketahui selama hidupnya. Dengan sifat
supel, sambil menunggu ibunya memilih pakaian, Siti berbincang lama dengan
perempuan yang berjualan. Dari cara memulai ushaa, modal, izin suami, bermacam
Siti tanyakan untuk memenuhi keingintahuannya. Siti terjebak dalam lingkaran
Setan karena ibunya, dan ibunya menganggap pekerjaan lain hanya khayalan. Bagi Aminah, kodrat perempuan untuk
menyenangkan laki. Siti tidak banyak soal agama. Sejak kecil dia hanya menyukai
hari raya lebaran karena ibunya sering memasak makanan enak kala itu da
sejumlah uang yang Siti dapatkan. Siti lalu melihat gadis mencium tangan pria
tua di depan masjid. Siti membayangkan diantara gadis itu, terbesit kerinduan
dalam dirinya, entah darimana datangnya dan entah apa yang dia rindukan
Setiba
Siti dan Aminah di rumah, wajah garang Hasan menyambut mereka. Kepergian Aminah
dan Siti tanpa izin darinya dan tanpa kawalan rupanya membuat Hasan geram kepada Aminah. Siti peka akan
keadaan lalu berinisiatif menenangkan Hasan. Hubungan Siti dan Hasan layaknya
hubungan suami dan istri. Sejak awal Siti bekerja selalu ada perasaan
mengganjal dalam hati Hasan setiap Siti melayani tamu. Rasa tidak ingin
kehilangan Siti tersimpan dalam hatinya. Hasan menyadari bahwa sulit untuk
tidak mencintai aset yang berharga itu
Sewaktu
kecil Hasan dikecewakan oleh ibunya. Dia dibuang di tengah pasar saat usia 7
tahun. Tidak banyak yang dia ingat tentang ibu. 7 tahun bukan waktu lama bagi
seorang anak untuk mengingat sosok ibu. Yang Hasan tau hanya betapa dia
membutuhkan kehadiran ibu. Tumbuh tanpa orangtua di tengah kehidupan pasar yang
keras, Hasan hidup menggelandang dengan bumi yang dia pijak sebagai rumah dan
langit sebagai atap baginya. Perkelahian yang tidak selalu dia menangkan
dilaluinya setiap hari demi sesuap nasi. Dia tumbuh, menjadi penguasa pasar
saat usia 20 tahun, dengan keringat darah bercucuran serta codet bekas luka
sebagai penanda. 5 tahun kemudian Hasan sudah menguasai wilayah pusat kota yang
terkenal sebagai lokasi prostitusi. Disana dia menaungi puluhan perempuan
penghibur yang dia dan belasan anak buahnya lindungi. Sejak skes dan uang tidak
pernah menjadi persoalan baginya, hanya cinta yang tidak pernah dia rasakan.
Semua berubah saat datang perempuan yang telah menggugah hatinya. Aminah. Gadis
dibawa seorang perantara untuk bekerja di lokasi Hasan. Awalnya Hasan acuh tak
acuh setiap hari banyak gadis datang ingin bekerja di wilayahnya asal punya
wajah manis dan bersedia melakukan apa saja demi uang, maka akan langsung
diterima, sebuah syarat mudah bagi Aminah dengan wajah ayu dan tubuh molek
Selang
sebulan Aminah bekerja, Hasan langsung merasakan hal yang berbeda. Dia menyukai
pribadi Aminah yang galak dan menggemaskan. Sosok Aminah berbeda dengan
perempuan penghibur lain yang dikenal. Aminah menjaga diri, kerap marah kala di
goda anak buah Hasan
Dia
menjadikan Aminah sebagai permaisurinya. Aminah bisa melayani 3 – 4 pelanggan,
setiap hari kini hanya dibolehkan menerima satu atau dua saja karena Hasan
memiliki sifat posesif yang berlebihan, Aminah awalnya senang dicinta Hasan dan
mencoba membuka hati untuknya. Hanya saja Aminah tidak pernah merasakan hal
sama seperti Hasan rasakan. Pengalaman Aminah melihat Hasan memukuli pelanggan
hingga babak belur penyebabnya. Aminah suka pria yang lembut dan tidak kasar.
Aminah merasa lega dengan keputusan Hasan. Dia tetap menjadi kesayangan pria
gahar bertubuh besar hanya dengan menyerahkan tubuhnya sekali seminggu. Namun
Aminah masih ingin bebas, dia ingin mengumpulkan uang dan bertemu laki yang
bisa dia cintai kelak. Sikap posesif Hasan menghalangi. Aminah dibatasi untuk
melayani satu atau dua tamu saja sehari. Situasi semakin pelik Aminah hamil dan
Hasan melarang menggugurkan bayi itu. Aminah tidak tahu siapa ayah bayi di dalam rahimnya, bisa
salah satu dari puluhan pelanggan atau bisa juga Hasan sendiri. Selama hamil
tidak bekerja, pikiran Aminah kalut. Dia memang diberi uang saku mingguan dari
Hasan, tapi jumlahnya tidak sebanding dengan penghasilannya saat masih aktif
bekerja. Aminah bertahan disana sampai 8 bulan kehamilan dan membuat Hasan mengira
semua baik saja. Namun tawaran menggiurkan dari Cirebon membuat Aminah
mengambil keputusan untuk meninggalkan Hasan. Alasan Aminah ingin melahirkan di
kampung halaman Hasan telan mentah. Satu bulan hingga setahun lamanya Hasan
menunggu kepulangan Aminah, tapi sia. Kabar dari pelanggan di Cirebon
menyadarkan Hasan. Cinta tehadap Aminah telah membutakan mata yang telah
terbuka setelah mengetahui kenyataan Aminah telah mengkhianatinya, dia bekerja
menjadi perempuan penghibur di Cirebo. Dua kali Hasan dikecewakan perempuan
Menginjak
tahun kedua berkerja menjadi perempuan penghibur dibawah naungan Hasan, Siti
hidup bagaikan diawang. Dia dimanjakan layaknya putri raja oleh Hasan. Berbeda
dengan perlakuan kepada gadis lain. Hasan protektif terhadap Siti. Siti tidak
terlalu sering berbelanja baju dan alat rias, dia memiliki uang tabungan yang
dia simpan sendiri tanpa diketahui orang lain, termasuk ibunya dan Hasan
Siti
berkeinginan untuk menabung setelah kunjungan nya ke pasar dulu, dia punya cita
keluar dari lingkungan tempatnya tinggal sekarang, bekerja atau memiliki usaah
sendiri. Usaha warung makan dari masakannya sendiri, entah di pasar atau
dimanapun. Suatu waktu pernah dia ceritakan ide ini kepada ibunya, tapi
mendapat tentangan. Siti meabung dan merahasiakan tabungannya dari Aminah.
Setahun berlalu sejak menabung, uang tabunga itu malah sering dia pakai untuk
membantu teman wanitanya di lokalisasi. Jumlahnya tidak seberapa, Siti juga
tidak terburu. Belum ada gadis pengganti dirinya di mata Hasan, padahal hatinya
sudah tidak sabar melihat dan merasakan warna – warni dunia di luar sana. Rasa
tidak sabar Siti hanya keinginanya hidup dan bekerja di luar lokalisasi. Siti
mendambakan kebebasan. Setiap dia melihat masjid di dekat lingkungan kompleks lokalisasi, muncul kerinduan di
dalam hati. Siti tidak tau apa yang sebenarnya dia rindukan. Siti belum pernah
menginjakkan kakinya ke dalam masjid. Dia sama sekali tidak tau menahu tentang
islam, tapi rasa rindu menggebu muncul di dada begitu melihat anak, para remaja,
dan orangtua berbondong masuk ke masjid
Ramadhan
adalah bulan kesukaan Siti. Dia meminta izin Hasan untuk buka puasa bersama
temannya di lokalisasi. Padahal dia bertujuan untuk melihat orang melaksanakan
shalat tarawih di masjid. Ada keinginan Siti untuk bergabung dengan mereka,
tapi dia tidak berani karena belum pernah shalat lagi sejak kecil. Siti merasa
malu dicap munafik karena salat, sementara dia bekerja sebagai perempuan
penghibur
Siti
sering belajar shalat dan mengaji pada pagi hari saat lokalisasi sepi dan semua
sedang tidur. Dia mengurangi waktu tidurnya demi bisa belajar mengaji tanpa
sepengetahuan Hasan, tidak hanya Alquran dan buku tuntunan shalat dan mengaji,
diam Siti juga menyimpan mukena dan sajadah di balik tumpukan baju dalam lemari
jati miliknya. Siti terpaksa menyimpannya secara sembunyi karena takut ketahuan
Hasan. Hasan ingin semua perempuan penghibur di bawah naungannya fokus bekerja
tidak melakukan hal lain. Hasan ingin semua perempuan penghibur di bawah
naungannya fokus bekerja, tidak melakukan hal lain yang tidak menguntungkan
baginya. Siti yang diperlakukan seperti permaisuri merasa iba kepada temannya
yang dianggap sebagai budak atau sapi perah oleh Hasan. Saat tidak cantik lagi
Hasan akan memperlakukannya seperti mereka. Dia ingin keluar dari tempat itu
4
tahun Siti bekerja, mengumpulkan uang untuk Hasan dan menyisihkan sebagian lagi
untuk masa depan. Beberapa kali ada kesempatan untuk meninggalkan tempat ini tapi
tidak dia lakukan. Suatu ketika Hasan sakit sehingga harus beristirahat di
tempat tidur berhari, melihat tubuh besar pria sangar tiu tumbang lemah tak
berdaya, menimbulkan rasa iba ke dalam hati Siti. Siti merasa tidak yakin mampu
hidup di luar sana, di luar dari dunia yang dia kenal sejak kecil tanpa ibunya,
tanpa Hasan. Siti bertahan dan menunda terus. Kesempatannya untuk kabur justru
dia siakan. Dia menolak diobati, cakaran
dan tamparan dari sang tamu dia pendam dalam. Siti mengunci diri malam itu bahkan
ibu dan rayuan Hasan tidak mampu meredakan amarahnya. Dia memegang kotak berisi
uang. Ketika Hasan pergi keluar kota dia akan pergi dari tempat ini dan
membangun masa depan. Siti membuka kotak kayu, memperlihatkan uang kertas dan
kepingan uang koin yang tersimpan rapi. Jumlahnya banyak dan tidak pernah Siti
hitung. Dia yakin jumlahnya cukup untuk bekal membeli rumah dan memulai usaha.
Saat tengah malam, Siti pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan
belajar menghafal surat pendek Alquran agar hatinya tenang
Keesokannya,
Siti kembali ceria, dia hanya perlu bersikap seperti biasa sampai Hasan pergi
ke luar kota. Selepas mengaji malam, Siti sudah menyiapkan rencana yang matang,
dia akan pergi ke selatan ke daerah pegunungan, lalu dia sembunyi dari
keramaian baragn satu dua tahun sebelum melanjutkan rencana lainnya. Siti
mendnegar wilayah selatan asri, dekat sekali dengan pegunungan dan hutan yang
akan membantu rencana persembunyiannya. Dia tisak mau mengambil risiko
ditemukan Hasan anak buahnya nanti
Hasan
akan pergi ke Karawang dan berencana menginap 2 malam. Siti akan pergi lusa,
dan sekarang dan besok akan mempersiapkan
Aminah
melarang Siti untuk pergi karena dia pernah melakukan itu dan menyesali
Esok
malamnya menjelang dini hari, selesai melayani tamu terakhirnya, Siti pamit
untuk beristirahat kepada Hasan. Dia memilin pakaian dan kebaya dimasukkan ke
tas berukuran besar yang dia beli saat Hasan pergi ke luar kota bulan lalu.
Hanya pakaianlah benda yang dibawa selain kotak berisi uang tabungannya selama
bertahun. Ada sepasang mata mengintip dari balik jendela kamarnya. Sepasang itu
melihat ke besar di atas tempat tidur
dan mengamati Siti menghitung lembar demi lembar uang dan keping demi keping koin
jumlahnya banyak sekali dari dalam lota. Siti dikejutkan oleh pintu rumah di dobrak orang. Siti memasukan
seluruh uang ke kotal tapi sayang niatnya menyembunyikan uang ke kolong tempat
tidur gagal. Siti mendapati Hasan mendobrak pintu kamar hanya dengan sekali
tendangan sehingga menghancurkan pintu. Siti dikejutkan oleh gerakan Hasan
mengambil tas besar berisi pakaian di atas tempat tidur. Hasan mengetahui jika
Siti akan kabur dan menamparnya, direnggutnya tubuh Siti dari atas tempat tidur
lalu tangannya mencekik kuat leher Siti. Siti berusaha melepaskan diri dari
cekikan Hasan. Cakaran demi cakaran Siti arahkan malang bagi Siti, tangan kiri
Hasan menangkis tangannya, bahkan dengan tangan kiri Hasan merobek baju yang
Siti kenakan. Baju yang robek menyingkap tubuh Siti. Hasan dengan kasar
melemparkan tubuh Siti yang lemas ke atas tempat tidur. Hasan menyiksanya. Amarah Hasan berubah
menjadi denda dan hawa nafsu dalam seketika Hasan memerkosa Siti saat itu juga
Hasan memungut sebatang kayu berukuran besar dari bekas patahan pintu kamar,
Hasan menusukan batang kayu ke organ intim Siti dengan keji. Teriakan keras
membuat beberapa perempuan penghibur lain bermunculan, tapi dihalangi oleh anak
buah Hasan yang menjaga sekeliling rumah. Hasan tidak berhenti dia malah
menambah hunjaman batang kayu berkali akli tanpa ampun sampai teriakan Siti tak
terdengar lagi. Darah mulai bercucuran dari tubuh Siti, sampai akhirnya dia
tewas. Setelah itu Hasan tewas di tangan rivalnya, sesama mucikari dan jagoan
pemegang wilayah lain karena persaingan bisnis. Siti berhasil menyebrang dengan
membaca takbir berkali dan proses yang indah
Rahma
Rahma
ibu dari Lila dan Lili. Rahma menghabiskan masa remajanya di Jakarta yang
sedang membangun dirinya menjadi kota metropolitan. Rahma bersekolah dengan
gaya layaknya anak tahun 1970. Dengan memakai seragam sekolah yang bersih,
sepatu pantofel, lengkap dengan tas sekolah merek Echolac yang bermodel seperti
koper, plus gaya rambut megar sedang trendi kala itu. Rahma tidak pernah
kekurangan perhatian orangtuanya. Bahkan meski SMA, setiao hari Rahma membawa
bekal makanan buatan ibu. Meski diledek temannya karena membawa bekal,Rahma
cuek karena baginya masakan ibu adalah makanan terenak di dunia. Kotak bekal
makan siang Rahma sampai menjadi ciri khas yang melekat pada dirinya. Sifat
periang dan menyenangkan juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
pribadi Rahma. Dia memiliki banyak teman baik perempuan maupun laki. Banyak
teman laki yang naksir kepadanya. Baru ketika dia bertemu dengan Bimo, kakak
kelasnya selalu memakai tas selempang warna abu. Rahma mulai merasakan
ketertarikan terhadap lawan jenis. Layaknya remaja lelaki pada umumnya, Bimo
adalah pemuda aktif dan penuh semangat. Wajahnya cukup tampan dengan kumis
tipis. Ketampanan Bimo mampu membuat Rahma jatuh hati. Bimo menyukai kecantikan
dan sifat periang Rahma. Rahma berpacaran dengan Bimo. Ke manapun selalu
berdua. Sejak berpacaran dengan Bimo. Rahma tidak pernah lagi pulang sekolah
berdua dengan Bimo. Jarak antara sekolah dan rumah cukup jauh terasa dekat jika
dilalui bersama Bimo. Berduaan di taman, nonton bioskop, berkumpul bersama
teman atau mengobrol di rumah adalah rutinitas mereka saat berpacaran. Rahma
dan Bimo berpacaran lama. Pada saat teman mereka sudah putus dan gonta – ganti
pacar, Rahma masih setia bersma Bimo. Menjelang 2 tahun masa berpacaran, mereka
tiba di masa genting karena Bimo tengah menghadapi keduanya dari SMA, sementara Rahma menuju kelas 3, rencana Bimo
bekerja di Bandung penghalang hubungan mereka. Namun, Bimo menenangkan Rahma,
menjelaskan tawaran pekerjaan sangat besar dan bermanfaat bagi masa depan
mereka
Baru
3 bulan menjalani pacaran jarak jauh, Bimo tidak lagi memberi kabar, awalnya
Bimo rajin memberi kabar lewat surat dan telegram, tapi alasan lelah bekerja
dan sering lembur memhuat frekuensi kabar dari Bimo berkurang. Sampai akhirnya
3 bulan kemudian komunikasi terhenti sepenuhnya. Rahma selalu menyurati Bimo
setelah itu tapi tanpa balasan
Rahma
larut dalam kesedihan karena kehilangan Bimo, perlahan tubuhnya kurus. Dia
tidak riang lagi, teman dan orangtua kehilangan Rahma yang mereka kenal. Di
tengah kesedihan, Raham juga harus menghadapi masa akhir sekolah, mereka akan
lulus
Sebelumya
terbesit pikiran Rahma untuk melanjutkan kuliah di Bandung dekat Bimo, namun
Rahma tidak ingin mengejar laki yang mencampakannya. Dia tidak mau terus
bersedih karena dikecewakan Bimo. Rahma ingin mengejar mimpi dan citanya.
Nasihat sang ayah memantik semangat pada diri Rahma. Selama masa sekolah di
SMA, Rahma tertarik kepada mata pelajaran tata boga. Rahma punya kegemaran
memasak. Pada tahun keduanya di SMA, Rahma bahkan sering membantu ibunya
memasak di rumah dan tak jarang membuat kue, masakan buatan ibunya yang dia
makan sejak kecil menjadi inspirasi Rahma,
sang ibu mewarisi resep dari nenek Rahma memang sangat pandai memasak.
Jenis masakan semudah nasi goreng, sampai sesulit rendang daging mampu ibunya
buat dengan rasa enak. Rahma belajar banyak masakan tradisional dari ibunya,
dan sedang belajar menambah keadilan membuat kue dan pastri. Kegiatan Rahma ini
cukup mampu memendam kesedihannya yang sempat sedih kehilangan Bimo
Kegemaran
memasak ini membawa Rahma kepada keterpurukan
Malam
itu Rahma ingin membuat kue yang resepnya berasal dari buku menu buatan ibu,
ibunya pernah bilang kue itu kue terenak yang pernah beliau buat, Rahma merasa
tertantang untuk bisa membuatnya. Rahma sosok yang bertekad kuat yang harus
menyelesaikan kue itu saat itu juga. Hampir setengah jam di tengah kebingungan
mencari lokasi toko kue untuk membeli soda kue. Rahma berpapasan dengan
sekumpulan pemuda yang sedang nongkrong di ujung pintu masuk kawasan toko. Rahma mengucap
permisi saat melewati mereka, 4 pemuda itu terkesima mencium aroma parfum Rahma
dan berbisik membicarakan Rahma yang sudah menjauh dari lokasi mereka nongrong,
Rahma memutuskan untuk tidak melewati jalan itu lagi nanti dan tak lama
kemudian dia tiba di depan toko bahan kue yang dia cari
Lama
perjalanan mencari lokasi toko bahan kue ternyata tidak sebanding dengan
lamanya. Rahma belanja, tidak sampai 10 menit di toko kue, Rahma sudah selesai
membeli soda kue dan sekantong terigu yang dia butuhkan. Dengan menenteng
kantong keresek, Rahma keluar dari toko bahan kue dan berjalan pulang ke rumah.
Baru berjalan beberapa puluh meter keluar toko bahan kue, Rahma berpapasan lagi
dengan para pemuda yang tadi kumpul. Mereka sedang menunggu seseorang. Rahma
merasa ada yang tidak beres dan sempat melihat sekitar, tapi tidak ada siapapun
disana selain dirinya dan 4 pemuda itu, rahma nekat melewati para pemuda dengan
agak berlari. Rahma dipegang oleh pemuda itu, mereka membawa Rahma ke pos ronda
yang sepi. Rahma meronta hingga bahan kue yang dibeli jatuh berantakan. Rahma
diperkosa. Waktu menunjukkan pukul 10 malam. Dengan tubuh lemas dan gemetar
hebat, serta pakaian robek di beberapa bagian, Rahma merangkak keluar pos ronda
sembari berteriak minta tolong. Napas tinggal separuh dan suara serak membuat
teriakan minta tolong Rahma hanya terdengar seperti gumaman, dia diancam oleh
pemuda itu untuk tidak melapor ke pos polisi atau dia akan membunuh
keluarganya. Dia hanya memakai sepatu, satu jam kemudian, Rahma tiba di depan
rumah berusaha menenangkan diri dan meredam gemetar tubuhnya. Kedua orangtuanya
gelisah menunggu langsung menyambut saat Rahma masuk rumah, dia memilih untuk
tidak memberitahu orangtuanya
Sejak
malam itu, kehidupan Rahma berubah drastis. Dia tidak lagi memiliki semangat
hidup dan melupakan citanya. Sempat tidak mau keluar dari kamar selama berhari.
Rahma diselimuti rasa takut dan menyalahkan diri sendiri karena ditimpa
kemalangan bertubi, dicampakkan Bimo dan diperkosa. Rahma merasa bahwa berkat
kebodohannya dia mengalami peristiwa nahas itu. Rahma terpaksa bersekolah
mengingat sudah memasuki ujian akhir. Dia sama sekali tidak bercerita tentang
apa yang dia alami.malam itu. Dipendamnya semua itu sendirian. Semua pertanyaan
yang dilontarkan oleh orangtuanya tidak pernah dijawab dengan jujur. Jatuh
karena becak terserempet mobil katanya. Tubuhnya semakin kurus, dia tidak lagi
membawa bekal ibunya. Dia memang masih tetap makan dirumah tapi tidak pernah
habis, rasa jijik pada tubuhnya sendiri kian membesar sehingga menganggap
tubuhnya tidak perlu dia rawat. Rahma masih menjalani rutinitas tanpa semangat.
Senyum dan sikap periang tidak pernah muncul lagi. Di sekolah Rahma selalu
menyendiri. Gosip menyebar, Rahma sedih karena diputus cinta oleh Bimo. Rahma
tidak mau cerita ke sahabtnya. Mimpi dan
cita Rahma untuk menjadi juru masak dikuburnya dalam. Sang ibu yang merasa
sangat kehilangan Rahma yang dulu sering menemaninya, menceritakan
kesehariannya dan mendiskusikan citanya menjadi seorang koki di hotel bintang
lima atau resto ternama
Setelah
lulus, Rahma menolak kemauan ayah untuk melanjutkan kuliah. Nasihat ibunya
untuk mengikuti kursus memasak dia tolak. Rahma ingin mencari kerja dulu. Dia
lebih fokus pada pekerjaannya saja dan menyerahkan Rahma kepada sang istri. Ibu
Rahma tidak berdaya dan hanya bisa mendoakan putrinya agar segera dapat
pekerjaan. Dia ingin fokus menempuh
berbagai cara demi menekan peristiwa
pemerkosaan yang dia alami. Salah satu cara efektif menurutnya adalah
dengan bersenang. Bersama bekas teman sekolahnya yang kaya raya, Rahma
tenggelam dalam dunia kelam, tenggelam dalam minuman keras dan narkotika.
Nyaris setiap malam tidak ada dirumah. Dia pergi sejak sore dan pulang tengah
malam. Ayah dan ibunya tidak mengetahui bahwa putri mereka bergaul dengan para
pemadat. Rahma sendiri tidak pernah berusaha menyembunyikan sikapnya sebagai
pemakai dan pemnum karena selalu pulang saat kedua orangtuanya sudah tidur.
Sepanjang pagi dan siang hari pun hanya Rahma habiskan dengan tidur. Berbulan
rutinitas Rahma lakukan. Membuat tubuhnya semakin kurus seperti tulang berbalut
kulit. Tidak ada lagi sisa keceriaan di wajah Rahma. Dia sama sekali tidak
memedulikan tubuhnya yang hancur. Alkohol dan heroin nyaris tidak pernah lepas
setiap malam Rahma keluar rumah. Ada satu atau dua malam Rahma di rumah,
tubuhnya bergetar hebat dan panas dingin seperti ketergantungan. Ibunya
menganggap Rahma demam biasa karena terlalu sering kena angin malam. Setelah sembuh Rahma mengulangi kelakuannya,
hanya alkohol dan narkotika yang mampu meredakan rasa sakit dan trauma. Hidup
Rahma berantakan. Masa depan gelap. Sampai pada suatu malam, saat tengah
berkumpul dengan temannya di depan sebuah rumah tempat biasa berkumpul dan
mabuk, seberkas cahaya terang muncul di hadapan Rahma. Sesosok laki tampan
datang menghampiri salah satu teman Rahma yaitu Bimo. Bimo bersama perempuan
lain dalam satu mobil dan dia sekarang dipindahkan ke kantor Jakarta
Rahma
masih mencintai Bimo. Rahma ingin merubah penampilannya menjadi lebih baik, dia
menyapu, mengepel, dan membersihkan rumah walaupun badannya sakit karena
ketergantungan obat. Rahma tau dia harus sembuh dari ketergantungan walau tidak
mudah. Orangtuanya heran melihat perubahan dalam sekejap. Setelah beberapa
bulan bersih dari heroin dan alkohol, Rahma dinyatakan sudah sembuh dari
ketergantungannya. Hari berikutnya dilalui Rahma dengan menandai berbagai
lowongan pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi SMA dan sederajat. Tanpa
pengalaman, Rahma sulit mendapatkan pekerjaan beberapa kali tes dan wawancara.
Sampai kemudian ada satu lowongan di kantor rekanan ayah Rahma sebagai staf
administrasi di pusat kota. Rahma berhasil masuk atas rekomendasi ayahnya.
Rahma bertekad memperbaiki diri. Kehadian Bimo mampu merubahnya dalam
sekejap. Sifat gigih dan tekad kuat yang
Rahma tunjukkan mampu mengambil hati rekan kerja dan atasannya di kantor. Cepat
belajar, rajin, fokus, dan supel adalah kesan yang mereka dapatkan dari Rahma
dalam sebulan pertama dia bekerja. Dia mampu menunjukkan dirinya sebagai
pribadi yang menyenangkan dan karyawan yang berharga di kantor. Gaji pertama diberikan untuk orangtuanya yang
mengembalikan uang itu ke Rahma
Selang
3 bulan kemudian, kejadian tak terduga terjadi di kantor, dia bertemu Bimo.
Perusahaan tempat Bimo bekerja sedang ada urusan bisnis dengan kantor Rahma.
Rahma merasa pertemuan kali ini akan dia manfaatkan sebaiknya untuk bisa dekat
lagi dengan Bimo, dan Bimo mengajak Rahma makan siang bersama seusai pertemuan,
mereka menjalin hubungan kembali
Frekuensi
pertemuan mereka sering terjadi. Rahma diangkat sebagai senior admin. Rahma
ingin merayakan kenaikan jabatan bersama Bimo tapi Bimo sibuk dan Rahma ingin
merayakan bersama orangtuanya tapi hal tragis terjadi ketika dia melihat
ayahnya tergeletak di kamar mandi dengan darah mengucur dari belakang kepala
dan nyawa ayah Rahma tidak terselamatkan, 3 hari setelahnya dia mendapat kabar
ayah terlilit piutang bisnis dalam jumlah besar. Rahma dan ibu baru mengetahui perihal bisnis sampingan ayahnya yang ternyata
menimbulkan pinjaman puluhan juta rupiah. Rumah tempat mereka tinggal, satu
harta peninggalan ayah, harus dijual. Ibu Rahma terpaksa harus pulang kampung
dan menolak tawaran Rahma untuk mengontrak rumah di Jakarta. Dia tidak ingin
merepotkan Rahma yang sedang membangun karir.
Rahma kini tinggal di rumah kontrak kecil seperti kost, uang tabungan
Rahma habis demi menutupi utang ayahnya karena uang hasil penjualan rumah tidak
mampu menutupi total utang. Sampai tahun depan, separuh gaji Rahma harus
menutup sisanya
Bimo
baru saja diangkat menjadi manajer di kantor rela memindahkan Rahma ke rumah
kontrak lebih besar. Bimo juga membantu biaya hidup sehari Rahma
Rahma
hamil. Hasil test kehamilan ditangannya membuat Rahma kalut dan bingung, Rahma
buru menelepon Bimo, mengajaknya bertemu untuk makan siang bersama sekaligus
memberi tau kabar kehamilannya, tapi Bimo tidak bisa karena meeting. Bimo
bertanggung jawab akan menikahi Rahma walau belum bisa memberi kepastian waktu.
Bimo ingin Rahma berhenti bekerja dan akan tetap melunasi utang ayah Rahma dan
memberinya biaya hidup
4
bulan berlalu setelah Rahma berhenti bekerja dia lebih senang berkebun dan
rajin merapikan rumah. Dia menyiapkan kamar anak yang dibuat sepasang karena
menurut dokter, di dalam kandungannya terdapat 2 janin yang sehat. Sejak
berhenti bekerja, Rahma kembali mencoba memasak lagi. Sejak terakhir merayakan
syukuran anaknya itu, Bimo tidak pernah muncul lagi, pada bulan ke 6 dan ke 7
hanya uang Bimo yang muncul, dikirim via wesel pos. setiap kali di telepon ke
kantor selalu tidak ada
Diselimuti
rasa penasaran, Rahma yang perutnya semakin membesar memutuskan untuk
mendatangi kantor Bimo. Sesampainya di kantor, sekretaris Bimo berkata bahwa
atasannya sudah dua hari di luar kota, dengan berpura ingin memberi undangan
SMA, Rahma mendapat nomor telepon rumah Bimo dari sekretaris. Saat dia
menelevon, istri Bimo mengangkatnya dan Rahma hancur seketika
Bimo
datang ke rumah Rahma, tapi rumah Rahma sudah berantakan dan dia kembali
meminum minuman keras. Pernikahan Bimo dengan wanita itu karena perjodohan.
Bimo tetap akan bertanggung jawab terhadap anaknya dan menghidupi Rahma tapi
tidak bisa menikahinya
Hari
menjelang persalinan dilalui Rahma sendirian. Bimo masih terus mengunjungi,
bertanggung jawab dengan terus mengirim uag, Rahma menolak. Persalinan dilalui
tanpa siapapun di sampingnya. Dia tidak bercerita perihal kehamilannya pada
ibunya. Awalnya Rahma berniat menikah dengan Bimo setelah persalinan, lalu
bercerita jujur kepada ibunya. Tepat seminggu setelah bulan ke 9 usia
kehamilannya, sepasang putri yang dia namai Lili dan Lila lahir ke dunia,
keduanya sehat dan cantik seperti ibunya. Malam seusai persalinan hanya
ditemani suster. Dengan sisa tabungan dia sisihkan dari uang bulanan yang
diberikan Bimo dulu, Rahma mencoba bertahan menghidupi anaknya. Namun sisa
uangnya dirasa tidak cukup, bantuan uang dari Bimo masih Rahma abaikan. Rahma
bertekad untuk kembali bekerja. Sakit hati dan trauma terhadap Bimo membuat
Rahma tidak ingin menerima uang sepeser pun darinya. Dia juga tidak ingin Lila
dan Lili mengenal ayah biologis mereka, pria yang menyakiti hatinya 2 kali.
Berkat prestasi dan kedekatannya dengan mantan atasan, Rahma kembali mendapat
pekerjaan lamanya namun gajinya tidak terasa besar lagi dengan 2 anak yang
menjadi tanggungan. Ditambah dia harus menggaji pembantu rumah tangga yang menjaga
anaknya saat bekerja
Rahma
menyembunyikan keberadaan kedua anaknya dari sang ibu. Dia tidak mau ibunya di
kampung berpikir macam – macam dan mengkhawatirkan dirinya. Sejak ibunya pulang
kampung. Rahma baru saja 3 kali mengunjungi ibu, dua kali sebelum hamil dan
sekali setelah melahirkan. Ibunya bertanya keadaan Rahma di Jakarta yang dia
jawab baik. Rahma bersikap apatis. Dia tidak mau lagi mengandalkan orang lain
selain dirinya sendiri. Semua masalah dan kesulitan dalam hidupnya kembali dia
pendam dalam. Dia tidak ingin orang tau segala peristiwa traumatis yang pernah
dia alami. Dia merasa mampu menyelesaikan sendiri semua masalah dalam hidupnya.
Sebuah prinsip hidup akan menjadi bumerang bagi Rahma pada masa yang akan
datang
6
bulan usia Lili dan Lila sebuah kenyataan pahit harus dihadapi Rahma. Lili
mengalami demam tinggi tidak kunjung turun, setelah beberapa malam perawatan di
ruma sakit dan berbagai pemeriksaan, dokter menyimpulkan Lili mengalami
keterlambatan perkembangan tubuh dan terancam mengalami kelumpuhan seumur hidup
Rahma
syok mendengar kabar. Semalaman dia menangis di kamar. Dia meringkuk di lantai
kamar dengan tubuh bergetar hebat. Satu per satu traumanya kembali menghantui.
Dia diliputi berbagai kebingungan dan keputusasaan dalam membesarkan Lili yang
butuh perhatian dan penangangan lebih karena kelumpuhannya. Semua kesulitan
semakin bertumpuk mengingat biaya sewa rumah tahunan yang mendekati jatuh
tempo. Untung saja dia mendapat pinjaman pinjaman dari koperasi perusahaannya
yang dia bayarkan dengan potongan gaji setiap bulan. Sisanya dia hanya perlu
bekerja lebih keras mengambil lembur demi uang tambahan
Semua
kerja keras Rahma lakukan sampai 7 tahun lamanya. Lila dan Lili kini sudah
kelas 2 SD tumbuh menjadi gadis kecil yang aktif, dan penurut. Lili berbaring
di kamarnya selalu ceria meski tidak bisa bicara. Sepulang sekolah, Lika tidak
pernah meninggalkan Lili sendirian di kamar, mereka selalu bermain bersama.
Lila sangat menyanyangi saudara kembarnya
Tubuh
Rahma kurus karena lembur. Pembantunya teman Lila dan Lili. Selama bertahun
seluruh urusan rumah tangga dan menjaga anak diserahkan kepada pembantu.
Menjelang kenaikan kelas Lila, Rahma dihadapkan lagi pada kebutuhan ekonomi.
Uang sekolah uang sewa rumah tahunan, cicilan koperasi, gaji pembantu, semua
harus Rahma lunasi akhir bulan. Rahma tidak punya uang lagi dan satu bulan
gajinya tidak akan cukup melunasi semua. Pembantunya mengancam berhenti bekerja
jika tidak dibayar gajinya. Rahma sulit membayar karena tidak bisa mengajukan
pinjaman koperasi lagi akibat belum lunasnya cicilan pinjaman tahun lalu, dia
tidak cerita ke ibunya, meminjam kepada temannya tidak mau. Sejak usia 1 tahun,
Bimo tak pernah lagi peduli dan datang untuk menengok anaknya. Hanya ada sisa
waktu dua haru untuk melunasi biaya kontrakannya
Entah setan apa yang merasuki Rahma berjalan masuk dengan rasa kesal dan benci memuncak kepada kedua putrinya, setibanya di ranjang dia mengambil bantal dan meremas bantal dengan kencang. Jika anaknya tidak ada dan dia akan bahagia pikirnya. Lila mengetahui hal itu dan terbangun dan melihat muka ibunya menyeringai. Lila yang ketakutan berpura tidur. Dia memejamkan kedua mata meski jantung berdebat, ibunya menyanyikan lagu tidur dan menaruh bantal menutupi wajahnya, menghalangi saluran napas dan menghilangkan nyawanya. Rahma berteriak keras melihat jenazah anaknya dan dia tersenyum dan memudar melihat Lila dan Lili telah tiada, dia menjambak rambutnya dan menyalahkan dirinya sendiri dia berlari keluar rumah dan kurang lebih 10 meter dari jembatan tempat dia berdiri ada rel kereta dibawahnya. Rahma merenung, meratapi kesalahannya, dia menunggu cahaya dari ujung rel sebelah utara. Sebelum cahaya tiba, Rahma melempar diri ke jembatan, kepala Rahma jatuh tepat dibantalan rel kereta. Darah mengalir dari pelipisnya, kereta menyambar tubuh Rahma yang tergeletak diatas rel. Lila dan Lili telah menemukan cahaya sedangkan Rahma masih terjebak