Jumat, 09 Februari 2018

Puisi Chairil Anwar Sang Binatang Jalang




Sajak Bebas (kepada L.K. Bohang)
Kami jalan sama. Sudah larut
Menembus kabut.
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan.
Darahku mengental-pekat. Aku tumpat-pedat.
Siapa berkata?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga.
Dia bertanya jam berapa!
Sudah larut sekali
Hingga hilang segala makna
Dan gerak tak punya arti

Nisan
untuk nenekanda
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta. 

Oktober 1942

Penghidupan
Lautan maha dalam
mukul dentur selama
nguji tenaga pematang kita
mukul dentur selama
hingga hancur remuk redam
Kurnia Bahgia
kecil setumpuk
sia-sia dilindung, sia-sia dipupuk. 

Desember 1942

Diponegoro
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
 
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati

Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang. 

Februari 1943

Tak Sepadan
Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa 

Ahasvéros
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka.
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka. 

Februari 1943

Sia - Sia*
Penghabisan kali itu kau datang
membawa karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
darah dan suci.
Kau tebarkan depanku
serta pandang yang memastikan: Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.

Sia - Sia**
Penghabisan kali itu kau datang
Membawa kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan Suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu.
Lalu kita sama termangu
Saling bertanya: apakah ini?
Cinta? Kita berdua tak mengerti
Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi. 

Februari 1943

Ajakan*
Ida
Menembus sudah caya
Udara tebal kabut
Kaca hitam lumut
Pecah pencar sekarang
Di ruang legah lapang
Mari ria lagi
Tujuh belas tahun kembali
Bersepeda sama gandengan
Kita jalani ini jalan
Ria bahgia
Tak acuh apa-apa
Gembira-girang
Biar hujan datang
Kita mandi-basahkan diri
Tahu pasti sebentar kering lagi. 

Februari 1943

Sendiri
Hidupnya tambah sepi, tambah hampa
Malam apa lagi
la memekik ngeri
Dicekik kesunyian kamarnya
la membenci. Dirinya dari segala
Yang minta perempuan untuk kawannya
Bahaya dari tiap sudut. Mendekat juga
Dalam ketakutan-menanti ia menyebut satu nama
Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?
Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu! 

Februari 1943

Pelarian
I
Tak tertahan lagi
remang miang sengketa di sini
Dalam lari
Dihempaskannya pintu keras tak berhingga.
Hancur-luluh sepi seketika
Dan paduan dua jiwa

II
Dari kelam ke malam
Tertawa-meringis malam menerimanya
Ini batu baru tercampung dalam gelita
“Mau apa? Rayu dan pelupa,
Aku ada! Pilih saja!
Bujuk dibeli?
Atau sungai sunyi?
Mari! Mari!
Turut saja!”
Tak kuasa — terengkam
la dicengkam malam. 

Februari 1943

Suara Malam
Dunia badai dan topan
Manusia mengingatkan “Kebakaran di Hutan”*
Jadi ke mana
Untuk damai dan reda?
Mati.
Barang kali ini diam kaku saja
dengan ketenangan selama bersatu
mengatasi suka dan duka
kekebalan terhadap debu dan nafsu.
Berbaring tak sedar
Seperti kapal pecah di dasar lautan
jemu dipukul ombak besar.
Atau ini.
Peleburan dalam Tiada
dan sekali akan menghadap cahaya.
.......................................................
Ya Allah! Badanku terbakar — segala samar.
Aku sudah melewati batas.
Kembali? Pintu tertutup dengan keras.
 
Februari 1943

AKU*
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi 

Maret 1943

Semangat*
Kalau sampai waktuku
kutahu tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu!
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulan terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang-menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih dan peri.
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi. 

Maret 1943

Hukum
Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu
Seorang jerih memikul. Banyak menangkis pukul.
Bungkuk jalannya — Lesu
Pucat mukanya — Lesu
Orang menyebut satu nama jaya
Mengingat kerjanya dan jasa
Melecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pekik di angkasa: Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti! 

Maret 1943

Taman
Taman punya kita berdua
tak lebar luas, kecil saja
satu tak kehilangan lain dalamnya.
Bagi kau dan aku cukuplah
Taman kembangnya tak berpuluh warna
Padang rumputnya tak berbanding permadani
halus lembut dipijak kaki.
Bagi kita bukan halangan.
Karena
dalam taman punya berdua
Kau kembang, aku kumbang
aku kumbang, kau kembang.
Kecil, penuh surya taman kita
tempat merenggut dari dunia dan ‘nusia
 
Maret 1943

Lagu Biasa
Di teras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan “Carmen” pula.
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menyala
Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku terhenti berlari
Ketika orkes memulai “Ave Maria”
Kuseret ia ke sana.... 

Maret 1943

Kupu Malam Dan Biniku
Sambil berselisih lalu
mengebu debu.
Kupercepat langkah. Tak noleh ke belakang
Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang
Barah ternganga
Melayang ingatan ke biniku
Lautan yang belum terduga
Biar lebih kami tujuh tahun bersatu
Barangkali tak setahuku
Ia menipuku. 

Maret 1943

Penerimaan
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi. 

Maret 1943

Kesabaran
Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suara bertalu-talu
Di sebelahnya api dan abu
Aku hendak berbicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! tidak jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli
Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi
Kuulangi yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing mata
Menunggu reda yang mesti tiba 

Maret 1943

Perhitungan
Banyak gores belum terputus saja
Satu rumah kecil putih dengan lampu merah muda caya
Langit bersih-cerah dan purnama raya...
Sudah itu tempatku tak tentu di mana.
Sekilap pandangan serupa dua klewang bergeseran
Sudah itu berlepasan dengan sedikit heran
Hembus kau aku tak perduli, ke Bandung, ke Sukabumi...!?
Kini aku meringkih dalam malam sunyi. 

16 Maret 1943

Kenangan
untuk Karinah Moordjono
Kadang
Di antara jeriji itu-itu saja
Mereksmi memberi warna
Benda usang dilupa
Ah! tercebar rasanya diri
Membubung tinggi atas kini
Sejenak
Saja. Halus rapuh ini jalinan kenang
Hancur hilang belum dipegang
Terhentak
Kembali di itu-itu saja
Jiwa bertanya; Dari buah
Hidup kan banyakan jatuh ke tanah?
Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia 

19 April 1943

Rumahku
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu. 

27 April 1943

Hampa*
kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Hampa**
kepada Sri yang selalu sangsi
Sepi di luar, sepi menekan-mendesak
Lurus-kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak
Sepi memagut
Tak suatu kuasa-berani melepas diri
Segala menanti. Menanti-menanti.
Sepi.
Dan ini menanti penghabisan mencekik
Memberat-mencengkung punda
Udara bertuba
Rontok-gugur segala. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Menanti. Menanti. 

Maret 1943

Kawanku Dan Aku*
Kami sama pejalan larut
Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan
Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat
Siapa berkata-kata...?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga
Dia bertanya jam berapa?
Sudah larut sekali
Hilang tenggelam segala makna
Dan gerak tak punya arti.

Kawanku Dan Aku** (kepada L.K. Bohang)
Kami jalan sama. Sudah larut
Menembus kabut.
Hujan mengucur badan.
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan.
Darahku mengental-pekat. Aku tumpat-pedat.
Siapa berkata?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga.
Dia bertanya jam berapa!
Sudah larut sekali
Hingga hilang segala makna
Dan gerak tak punya arti 

5 Juni 1943

Bercerai
Kita musti bercerai
Sebelum kicau murai berderai.
Terlalu kita minta pada malam ini.
Benar belum puas serah-menyerah
Darah masih berbusah-busah.
Terlalu kita minta pada malam ini.
Kita musti bercerai
Biar surya ‘kan menembus oleh malam di perisai
Dua benua bakal bentur-membentur.
Merah kesumba jadi putih kapur.
Bagaimana?
Kalau IDA, mau turut mengabur
Tidak samudra caya tempatmu menghambur. 

7 Juni 1943

Aku
Melangkahkan aku bukan tuak menggelegak
Cumbu-buatan satu biduan
Kujauhi ahli agama serta lembing-katanya.
Aku hidup
Dalam hidup di mata tampak bergerak
Dengan cacar melebar, barah bernanah
Dan kadang satu senyum kukucup-minum dalam dahaga. 

8 Juni 1943

Cerita
kepada Darmawidjaja
Di pasar baru mereka
Lalu mengada-menggaya.
Mengikat sudah kesal
Tak tahu apa dibuat
Jiwa satu teman lucu
Dalam hidup, dalam tuju.
Gundul diselimuti tebal
Sama segala berbuat-buat.
Tapi kadang pula dapat
Ini renggang terus terapat. 

9 Juni 1943

Di Mesjid
Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga
Kami pun bermuka-muka.
Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada.
Segala daya memadamkannya
Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda
Ini ruang
Gelanggang kami berperang
Binasa-membinasa
Satu menista lain gila. 

29 Mei 1943

Selamat Tinggal*
perempuan....
Aku berkaca
Ini muka penuh luka
Siapa punya?
Kudengar seru menderu
— dalam hatiku? —
Apa hanya angin lalu?
Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah...!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal
Selamat tinggal...!!!

Selamat Tinggal**
Aku berkaca
Bukan buat ke pesta
Ini muka penuh luka
Siapa punya?
Kudengar seru-menderu
— dalam hatiku? —
Apa hanya angin lalu?
Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah...!!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal....
Selamat tinggal...!!! 

12 Juli 1943

Mulutmu Mencubit Di  Mulutku*
Mulutmu mencubit di mulutku
Menggelegak benci sejenak itu
Mengapa merihmu tak kucekik pula
Ketika halus-perih kau meluka?? 

12 Juli 1943

Dendam
Berdiri tersentak
Dari mimpi aku bengis dielak
Aku tegak
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Tangan meraba ke bawah bantalku
Keris berkarat kugenggam di hulu
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Aku mencari
Mendadak mati kuhendak berbekas di jari
Aku mencari
Diri tercerai dari hati
Bulan bersinar sedikit tak tampak 

13 Juli 1943

Merdeka
Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida
Pernah
Aku percaya pada sumpah dan cinta
Menjadi sumsum dan darah
Seharian kukunyah-kumamah
Sedang meradang
Segala kurenggut
Ikut bayang
Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Selama tidak antara badai
Kalah menang
Ah! Jiwa yang menggapai-gapai
Mengapa kalau beranjak dari sini
Kucoba dalam mati. 

14 Juli 1943

Kita Guyah Lemah*
Kita guyah lemah
Sekali tetak tentu rebah
Segala erang dan jeritan
Kita pendam dalam keseharian
Mari tegak merentak
Diri-sekeliling kita bentak
Ini malam purnama akan menembus awan.
 
22 Juli 1943

Jangan Kita Di Sini Berhenti*
Jangan kita di sini berhenti
Tuaknya tua, sedikit pula
Sedang kita mau berkendi-kendi
Terus, terus dulu...!!
Ke ruang di mana botol tuak banyak berbaris
Pelayannya kita dilayani gadis-gadis
O, bibir merah, selokan mati pertama
O, hidup, kau masih ketawa?? 

24 Juli 1943

1943
Racun berada di reguk pertama
Membusuk rabu terasa di dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam-membelam
Jalan kaku-lurus. Putus
Candu.
Tumbang
Tanganku menadah patah
Luluh
Terbenam
Hilang
Lumpuh.
Lahir
Tegak
Berderak
Rubuh
Runtuh
Mengaum. Mengguruh
Menentang. Menyerang
Kuning
Merah
Hitam
Kering
Tandas
Rata
Rata
Rata
Dunia
Kau
Aku
Terpaku. 

1943

Isa
kepada nasrani sejati
Itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah
rubuh
patah
mendampar tanya: aku salah?
kulihat Tubuh mengucur darah
aku berkaca dalam darah
terbayang terang di mata masa
bertukar rupa ini segara
mengatup luka
aku bersuka
Itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah 

12 November 1943

Doa
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling 

13 November 1943

Sajak Putih*
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah....

Sajak Putih**
buat tunanganku Mirat
bersandar pada tari warna pelangi
kau depanku bertudung sutra senja
di hitam matamu kembang mawar dan melati
harum rambutmu mengalun bergelut senda
sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
menarik menari seluruh aku
hidup dari hidupku, pintu terbuka
selama matamu bagiku menengadah
selama kau darah mengalir dari luka
antara kita Mati datang tidak membelah...
Buat Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku... 

18 Januari 1944

Dalam Kereta
Dalam kereta.
Hujan menebal jendela
Semarang, Solo..., makin dekat saja
Menangkup senja.
Menguak purnama.
Caya menyayat mulut dan mata.
Menjengking kereta. Menjengking jiwa,
Sayatan terus ke dada. 

15 Maret 1944

Siap - Sedia
kepada angkatanku
Tanganmu nanti tegang kaku,
Jantungmu nanti berdebar berhenti,
Tubuhmu nanti mengeras batu,
Tapi kami sederap mengganti,
Terus memahat ini Tugu,
Matamu nanti kaca saja,
Mulutmu nanti habis bicara,
Darahmu nanti mengalir berhenti,
Tapi kami sederap mengganti,
Terus berdaya ke Masyarakat Jaya.
Suaramu nanti diam ditekan,
Namamu nanti terbang hilang,
Langkahmu nanti enggan ke depan,
Tapi kami sederap mengganti,
Bersatu maju, ke Kemenangan.
Darah kami panas selama,
Badan kami tertempa baja,
Jiwa kami gagah perkasa,
Kami akan mewarna di angkasa,
Kami pembawa ke Bahgia nyata.
Kawan, kawan
Menepis segar angin terasa
Lalu menderu menyapu awan
Terus menembus surya cahaya
Memancar pencar ke penjuru segala
Riang menggelombang sawah dan hutan
Segala menyala-nyala!
Segala menyala-nyala!
Kawan, kawan
Dan kita bangkit dengan kesedaran
Mencucuk menerang hingga belulang.
Kawan, kawan
Kita mengayun pedang ke Dunia Terang! 

1944

Kepada Penyair Bohang
Suaramu bertanda derita laut tenang...
Si Mati ini padaku masih berbicara
Karena dia cinta, di mulutnya membusah
Dan rindu yang mau memerahi segala
Si Mati ini matanya terus bertanya!
Kelana tidak bersejarah
Berjalan kau terus!
Sehingga tidak gelisah
Begitu berlumuran darah.
Dan duka juga menengadah
Melihat gayamu melangkah
Mendayu suara patah:
“Aku saksi!”
Bohang,
Jauh di dasar jiwamu
bertampuk suatu dunia;
menguyup rintik satu-satu
Kaca dari dirimu pula.... 

1945

Lagu Siul*
Laron pada mati
Terbakar di sumbu lampu
Aku juga menemu
Ajal di cerlang caya matamu
Heran! ini badan yang selama berjaga
Habis hangus di api matamu
‘Ku kayak tidak tahu saja.
II
Aku kira
Beginilah nanti jadinya:
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta,
Tak satu juga pintu terbuka.
Jadi baik kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa,
Aku terpanggang tinggal rangka 

25 November 1945

Malam
Mulai kelam
belum buntu malam,
kami masih saja berjaga
—Thermopylae? —
—jagal tidak dikenal? —
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam
hilang.... 

1945

Sebuah Kamar
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu.
“Sudah lima anak bernyawa di sini,
Aku salah satu!”
Ibuku tertidur dalam tersedu,
Keramaian penjara sepi selalu,
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!
Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan bapakku, karena mereka berada
di luar hitungan: Kamar begini,
3 x 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa!
 
1946

Kepada Pelukis Affandi
Kalau, ‘ku habis-habis kata, tidak lagi
berani memasuki rumah sendiri, terdiri
di ambang penuh kupak,
adalah karena kesementaraan segala
yang mencap tiap benda, lagi pula terasa
mati kan datang merusak.
Dan tangan ‘kan kaku, menulis berhenti,
kecemasan derita, kecemasan mimpi;
berilah aku tempat di menara tinggi,
di mana kau sendiri meninggi
atas keramaian dunia dan cedera,
lagak lahir dan kelancungan cipta,
kau memaling dan memuja
dan gelap-tertutup jadi terbuka! 

1946

Dengan Mirat*
Kamar ini jadi sarang penghabisan
di malam yang hilang batas
Aku dan dia hanya menjengkau
rakit hitam.
‘Kan terdamparkah
atau terserah
pada putaran pitam?
Matamu ungu membatu
Masih berdekapankah kami atau
mengikut juga bayangan itu? 

8 Januari 1946

Catetan Tahun 1946
Ada tanganku, sekali akan jemu terkulai,
Mainan cahya di air hilang bentuk dalam kabut,
Dan suara yang kucintai ‘kan berhenti membelai.
Kupahat batu nisan sendiri dan kupagut.
Kita — anjing diburu — hanya melihat sebagian dari
sandiwara sekarang
Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang
Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu
Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat.
Dan kita nanti tiada sawan lagi diburu
Jika bedil sudah disimpan, cuma kenangan berdebu;
Kita memburu arti atau diserahkan kepada anak
lahir sempat.
Karena itu jangan mengerdip, tatap dan penamu asah,
Tulis karena kertas gersang, tenggorokan kering
sedikit mau basah! 

1946

Buat Album D.S.
Seorang gadis lagi menyanyi
Lagu derita di pantai yang jauh,
Kelasi bersendiri di laut biru, dari
Mereka yang sudah lupa bersuka.
Suaranya pergi terus meninggj,
Kami yang mendengar melihat senja
Mencium belai si gadis dari pipi
Dan gaun putihnya sebagian dari mimpi.
Kami rasa bahagia tentu ‘kan tiba,
Kelasi mendapat dekapan di pelabuhan
Dan di negeri kelabu yang berhiba
Penduduknya bersinar lagi, dapat tujuan.
Lagu merdu! apa mengertikah adikku kecil
yang menangis mengiris hati
Bahwa pelarian akan terus tinggal terpencil,
Juga di negeri jauh itu surya tidak kembali?
 
1946

Nocturno
(fragment)
................................................................
Aku menyeru — tapi tidak satu suara
membalas, hanya mati di beku udara.
Dalam diriku terbujur keinginan,
juga tidak bernyawa.
Mimpi yang penghabisan minta tenaga,
Patah kapak, sia-sia berdaya,
Dalam cekikan hatiku
Terdampar.... Menginyam abu dan debu
Dari tinggalannya suatu lagu.
Ingatan pada Ajal yang menghantu.
Dan demam yang nanti membikin kaku....
................................................................
Pena dan penyair keduanya mati,
Berpalingan! 

1946

Cerita Buat Dien Tamaela
Beta Pattiradjawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.
Beta Pattiradjawane
Kikisan laut
Berdarah laut.
Beta Pattiradjawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan.
Beta Pattiradjawane, menjaga hutan pala.
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama.
Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa,
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.
Mari menari!
mari beria!
mari berlupa!
Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati, gadis kaku
beta kirim datu-datu!
Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar pulau....
Beta Pattiradjawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu. 

1946

Kabar Dari Laut
Aku memang benar tolol ketika itu,
mau pula membikin hubungan dengan kau;
lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu,
berujuk kembali dengan tujuan biru.
Di tubuhku ada luka sekarang,
bertambah lebar juga, mengeluar darah,
di bekas dulu kau cium napsu dan garang;
lagi aku pun sangat lemah serta menyerah.
Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi.
Pembatasan cuma tambah menyatukan kenang.
Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang.
Dan kau? Apakah kerjamu sembahyang dan memuji,
Atau di antara mereka juga terdampar,
Burung mati pagi hari di sisi sangkar? 

1946

Senja Di Pelabuhan Kecil (buat Sri Ajati)
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap. 

1946

Cintaku Jauh Di Pulau
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri.
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri. 

1946

Betina”-Nya Affandi
Betina, jika di barat nanti
menjadi gelap
turut tenggelam sama sekali
juga yang mengendap,
di mukamu tinggal bermain Hidup dan Mati.
Matamu menentang — sebentar dulu! —
Kau tidak gamang, hidup kau sintuh, kau cumbu,
sekarang senja gosong, tinggal abu...
Dalam tubuhmu ramping masih berkejaran
Perempuan dan Laki.

Situasi
........................................................
Tidak perempuan! yang hidup dalam diri
masih lincah mengelak dari pelukanmu gemas gelap,
bersikeras mencari kehijauan laut lain,
dan berada lagi di kapal dulu bertemu,
berlepas kemudi pada angin,
mata terpikat pada bintang yang menanti.
Sesuatu yang mengepak kembali menandungkan
Tai Po dan rahsia laut Ambon
Begitulah perempuan! Hanya suatu garis kabur
bisa dituliskan
dengan pelarian kebuntuan senyuman 

Cirebon 1946

Dari Dia (buat K)
Jangan salahkan aku, kau kudekap
bukan karena setia, lalu pergi gemerencing ketawa!
Sebab perempuan susah mengatasi
keterharuan penghidupan yang ‘kan dibawakan
padanya...
Sebut namaku! ‘ku datang kembali ke kamar
Yang kautandai lampu merah, kaktus di jendela,
Tidak tahu buat berapa lama, tapi pasti di senja samar
Rambutku ikal menyinar, kau senapsu dulu kuhela
Sementara biarkan ‘ku hidup yang sudah
dijalinkan dalam rahsia... 

Cirebon 1946

Kepada Kawan
Sebelum Ajal mendekat dan mengkhianat,
mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,
belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,
tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,
layar merah terkibar hilang dalam kelam,
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!
Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!! 

30 November 1946

Pemberian Tahu
Bukan maksudku mau berbagi nasib,
nasib adalah kesunyian masing-masing.
Kupilih kau dari yang banyak, tapi
sebentar kita sudah dalam sepi lagi terjaring.
Aku pernah ingin benar padamu,
Di malam raya, menjadi kanak-kanak kembali,
Kita berpeluk ciuman tidak jemu,
Rasa tak sanggup kau kulepaskan.
Jangan satukan hidupmu dengan hidupku,
Aku memang tidak bisa lama bersama
Ini juga kutulis di kapal, di laut tidak bernama! 

1946

Sorga*
buat Basuki Resobowo
Seperti ibu + nenekku juga
tambah tujuh keturunan yang lalu
aku minta pula supaya sampai di sorga
yang kata Masyumi + Muhammadiyah bersungai susu
dan bertabur bidari beribu
Tapi ada suara menimbang dalam diriku,
nekat mencemooh: Bisakah kiranya
berkering dari kuyup laut biru,
gamitan dari tiap pelabuhan gimana?
Lagi siapa bisa mengatakan pasti
di situ memang memang ada bidari
suaranya berat menelan seperti Nina, punya
kerlingnya Jati? 

Malang, 25 Februari 1947

Sajak Buat Basuki Resobowo*
Adakah jauh perjalanan ini?
Cuma selenggang! — Coba kalau bisa lebih!
Lantas bagaimana?
Pada daun gugur tanya sendiri,
Dan sama lagu melembut jadi melodi!
Apa tinggal jadi tanda mata?
Lihat pada betina tidak lagi menengadah
Atau bayu sayu, bintang menghilang!
Lagi jalan ini berapa lama?
Boleh seabad... aduh sekerdip saja!
Perjalanan karna apa?
Tanya rumah asal yang bisu!
Keturunanku yang beku di situ!
Ada yang menggamit?
Ada yang kehilangan?
Ah! jawab sendiri! — Aku terus gelandangan.... 

28 Februari 1947

Dua Sajak Buat Basuki Resobowo**

I
Adakah jauh perjalanan ini?
Cuma selenggang! — Coba kalau bisa lebih!
Lantas bagaimana?
Pada daun gugur tanya sendiri,
Dan sama lagu melembut jadi melodi!
Apa tinggal jadi tanda mata?
Lihat pada betina tidak lagi menengadah
Atau bayu sayu, bintang menghilang!
Lagi jalan ini berapa lama?
Boleh seabad... aduh sekerdip saja!
Perjalanan karna apa?
Tanya rumah asal yang bisu!
Keturunanku yang beku di situ!
Ada yang menggamit?
Ada yang kehilangan?
Ah! jawab sendiri — Aku terus gelandangan....

II
Seperti ibu + nenekku juga
tambah tujuh keturunan yang lalu
aku minta pula supaya sampai di sorga
yang kata Masyumi + Muhammadiyah bersungai susu
dan bertabur bidari beribu
Tapi ada suara menimbang dalam diriku,
nekat mencemooh: Bisakah kiranya
berkering dari kuyup laut biru,
gamitan dari tiap pelabuhan gimana?
Lagi siapa bisa mengatakan pasti
di situ memang ada bidari
Suaranya berat menelan seperti Nina, punya
kerlingnya Jati? 

Malang, 28 Februari 1947

Malam Di Pegunungan
Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan! 

1947

Tuti Artic
Antara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga,
Adikku yang lagi keenakan menjilat es artic;
Sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca cola.
Isteriku dalam latihan: kita hentikan jam berdetik.
Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal terasa
— ketika kita bersepeda kuantar kau pulang —
Panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara,
Mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang.
Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali bertukar;
Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu:
Sorga hanya permainan sebentar.
Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu
Aku dan Tuti + Greet + Amoi... hati terlantar,
Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.

1947

Persetujuan Dengan Bung Karno
Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu,
dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu 

Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh 

1948

Sudah Dulu Lagi*
Sudah dulu lagi terjadi begini
Jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil
Jangan tanya mengapa jari cari tempat di sini
Aku tidak tahu tanggal serta alasan lagi
Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang
penghabisan
Yang akan terima pusaka: kedamaian antara
runtuhan menara
Sudah dulu lagi, sudah dulu lagi
Jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil.
 
1948

Ina Mia
Terbaring di rangkuman pagi
— hari baru jadi —
Ina Mia mencari
hati impi,
Teraba Ina Mia
kulit harapan belaka
Ina Mia
menarik napas panjang
di tepi jurang
napsu
yang sudah lepas terhembus,
antara daun-daunan mengelabu
kabut cinta lama, cinta hilang
Terasa gentar sejenak
Ina Mia menekan tapak di hijau rumput,
Angin ikut
— dayang penghabisan yang mengipas —
Berpaling
kelihatan seorang serdadu mempercepat langkah di tekongan. 

1948

Perjurit Jaga Malam*
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam,
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu....
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu! 

1948

Puncak
Pondering, pondering on you, dear....
Minggu pagi di sini. Kederasan ramai kota yang terbawa
tambah penjoal dalam diri — diputar
atau memutar —
terasa tertekan; kita berbaring bulat telanjang
Sehabis apa terucap di kelam tadi, kita habis kata sekarang.
Berada 2000 m. jauh dari muka laut, silang siur
pelabuhan,
jadi terserah pada perbandingan dengan
cemara bersih hijau, kali yang bersih hijau
Maka cintaku sayang, kucoba menjabat tanganmu
mendekap wajahmu yang asing, meraih bibirmu di balik rupa.
Kau terlompat dari ranjang, lari ke tingkap yang
masih mengandung kabut, dan kau lihat di sana,
bahwa antara
cemara bersih hijau dan kali gunung bersih hijau
mengembang juga tanya dulu, tanya lama, tanya. 

1948

Buat Gadis Rasid
Antara
daun-daun hijau
padang lapang dan terang
anak-anak kecil tidak bersalah, baru bisa lari-larian
burung-burung merdu
hujan segar dan menyebar
bangsa muda menjadi, baru bisa bilang “aku”
Dan
angin tajam kering, tanah semata gersang
pasir bangkit mentanduskan, daerah dikosongi
Kita terapit, cintaku
— mengecil diri, kadang bisa mengisar setapak
Mari kita lepas, kita lepas jiwa mencari jadi merpati
Terbang
mengenali gurun, sonder ketemu, sonder mendarat
— the only possible non-stop flight
Tidak mendapat. 

1948

Selama Bulan Menyinari Dadanya*
Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam
ranjang padang putih tiada batas
sepilah panggil-panggilan
antara aku dan mereka yang bertolak
Aku bukan lagi si cilik tidak tahu jalan
di hadapan berpuluh lorong dan gang
menimbang:
ini tempat terikat pada Ida dan ini ruangan “pas bebas”
Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam
ranjang padang putih tiada batas
sepilah panggil-panggilan
antara aku dan mereka yang bertolak
Juga ibuku yang berjanji
tidak meninggalkan sekoci.
Lihatlah cinta jingga luntur:
Dan aku yang pilih
tinjauan mengabur, daun-daun sekitar gugur
rumah tersembunyi dalam cemara rindang tinggi
pada jendela kaca tiada bayang datang mengambang
Gundu, gasing, kuda-kudaan, kapal-kapalan di
zaman kanak,
Lihatlah cinta jingga luntur:
Kalau datang nanti topan ajaib
menggulingkan gundu, memutarkan gasing
memacu kuda-kudaan, menghembus kapal-kapalan
aku sudah lebih dulu kaku. 

1948

Mirat Muda, Chairil Muda (Di Pegunungan 1943)
Dialah, Miratlah, ketika mereka rebah,
Menatap lama ke dalam pandangnya
coba memisah matanya menantang
yang satu tajam dan jujur yang sebelah.
Ketawa diadukannya giginya pada
mulut Chairil; dan bertanya: Adakah, adakah
kau selalu mesra dan aku bagimu indah?
Mirat raba urut Chairil, raba dada
Dan tahulah dia kini, bisa katakan
dan tunjukkan dengan pasti di mana
menghidup jiwa, menghembus nyawa
Liang jiwa-nyawa saling berganti. Dia
rapatkan
Dirinya pada Chairil makin sehati;
hilang secepuh segan, hilang secepuh cemas
Hiduplah Mirat dan Chairil dengan deras,
menuntut tinggi tidak setapak berjarak
dengan mati. 

1949

Buat Nyonya N.
Sudah terlampau puncak pada tahun yang lalu,
dan kini dia turun ke rendahan datar.
Tiba di puncak dan dia sungguh tidak tahu,
Burung-burung asing bermain keliling kepalanya
dan buah-buah hutan ganjil mencap warna pada gaun.
Sepanjang jalan dia terkenang akan jadi satu
Atas puncak tinggi sendiri
berjubah angin, dunia di bawah dan lebih dekat kematian
Tapi hawa tinggal hampa, tiba di puncak dia
sungguh tidak tahu
Jalan yang dulu tidak akan dia tempuh lagi,
Selanjutnya tidak ada burung-burung asing, buah - buah pandan ganjil
Turun terus. Sepi.
Datar-lebar-tidak bertepi 

1949

Aku Berkisar Antara Mereka
Aku berkisar antara mereka sejak terpaksa
Bertukar rupa di pinggir jalan, aku pakai mata mereka
pergi ikut mengunjungi gelanggang bersenda:
kenyataan-kenyataan yang didapatnya.
(bioskop Capitol putar film Amerika,
lagu-lagu baru irama mereka berdansa)
Kami pulang tidak kena apa-apa
Sungguhpun Ajal macam rupa jadi tetangga
Terkumpul di halte, kami tunggu trem dari kota
Yang bergerak di malam hari sebagai gigi masa.
Kami, timpang dan pincang, negatip dalam janji juga
Sandarkan tulang belulang pada lampu jalan saja,
Sedang tahun gempita terus berkata.
Hujan menimpa. Kami tunggu trem dari kota.
Ah hati mati dalam malam ada doa
Bagi yang baca tulisan tanganku dalam cinta mereka
Semoga segala sypilis dan segala kusta
(Sedikit lagi bertambah derita bom atom pula)
Ini buktikan tanda kedaulatan kami bersama
Terimalah duniaku antara yang menyaksikan bisa
Kualami kelam malam dan mereka dalam diriku pula. 

1949

Yang Terampas Dan Yang Putus*
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d.) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku 

1949

Derai - Derai Cemara*
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah 

1949

Aku Berada Kembali*
Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna, kapal-kapal, elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;
rasa laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari
lain.
Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelak-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.
Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar seterang guruh. 

1949

Sajak Sanduran
Kepada Peminta -Minta
Baik, baik aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku.
Jangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari luka
Sambil berjalan kau usap juga.
Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah.
Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku.
Baik, baik aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku. 

Juni 1943

Kerawang - Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan
arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang
berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan
kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi. 

1948

Aku mau hidup seribu tahun lagi”, tulis Chairil Anwar dalam sajak “Aku” atau “Semangat” pada tahun 1943, ketika ia berumur 20 tahun. Enam tahun kemudian ia meninggal dunia, di makamkan di Karet, yang disebutnya sebagai “daerahku y.a.d.” dalam “Yang Terampas dan Yang Putus” — sajak yang ditulisnya beberapa waktu menjelang kematiannya pada tahun 1949. tanggal 28 April hari kematian Chairil Anwar — sebagai Hari Sastra Penolakan tanggal 28 April sebagai Hari Sastra menyiratkan kenyataan bahwa penyair ini memang sungguh-sungguh di anggap memainkan peranan menentukan dalam perkembangan sastra kita. Ia tumbuh di zaman yang sangat ribut, menegangkan, dan bergerak cepat.

Peristiwa - peristiwa penting susul-menyusul; untuk pertama kalinya sejak di jajah Belanda negeri ini membukakan diri lebar-lebar terhadap segala macam pengaruh dari luar. Pemuda yang pendidikan formalnya tidak sangat tinggi ini harus menghadapi serba pengaruh itu; dan ia pun tidak hanya mengenal para sastrawan Belanda yang di cantumkan dalam pelajaran sekolah, tetapi juga membaca karya sastrawan sezaman dari Eropa dan Amerika, seperti T.S. Eliot, Archibald MacLeish, W.H. Auden, John Steinbeck, dan Ernest Hemingway. Ia sempat menerjemahkan beberapa di antaranya, atau menyadurnya, atau mencuri beberapa larik dan ungkapannya tidak dikuasai sepenuhnya oleh yang di bacanya, tetapi berusaha benar-benar untuk menguasainya. Hasilnya adalah antara lain sajak saduran “Krawang-Bekasi” (dari karya MacLeish) dan terjemahan “Huesca” (dari karya John Cornford, seorang penyair yang tidak begitu terkenal). Sadurannya itu boleh di katakan sudah menjadi milik umum di sini, sedangkan “Huesca” membuktikan keunggulannya sebagai penerjemah puisi. Dan ia telah pula berhasil mencuri dari khasanah sastra dunia demi puisi yang di tulisnya; kata T.S. Eliot, penyair yang salah sebuah sajaknya telah di terjemahkan Chairil Anwar, “penyair teri meminjam, penyair kakap mencuri.” Seperti perubahan yang sangat cepat di sekelilingnya, Chairil Anwar pun tumbuh sangat cepat, dan raganya layu dengan cepat pula. Ketika meninggal, mungkin sekali ia sudah berada di puncak kepenyairannya, tetapi mungkin juga ia masih akan menghasilkan sajak-sajak yang lebih unggul lagi seandainya dia hidup lebih lama.

Tetapi mungkin ia malah berhenti menulis puisi dan memasuki dunia politik atau dagang seandainya di karuniai umur panjang. Sebaiknya, kita tidak usah saja membuat pengandaian. Chairil Anwar tidak bisa bekerja lebih lama. Ia telah meninggalkan sejumlah sajak untuk kita. Tidak ada hasil kerja manusia yang sempurna. Sebagian besar sajak Chairil Anwar mungkin sekali sudah merupakan masa lampau, yang tidak cukup pantas diteladani para sastrawan sesudahnya. Namun, beberapa sajaknya yang terbaik menunjukkan bahwa ia telah bergerak begitu cepat ke depan, sehingga bahkan bagi banyak penyair masa kini taraf sajak-sajaknya tersebut bukan merupakan masa lampau tetapi masa depan, yang mungkin hanya bisa dicapai dengan bakat, semangat, dan kecerdasan yang tinggi.meninggal pada 28 april 1949

Selasa, 06 Februari 2018

Novel Keluarga Tak Kasat Mata



Si penulis menceritakan tentang hantu dikantornya konon banyak penunggunya disana ada lampu yang mati hidup sendiri, ada rambut yang terurai dan berbau amis, ada seorang nenek yang melakukan aktivitas. Si penulis juga pernah mengalami ketika naik gunung yaitu ada wanita yang bersimbah darah dan ada pocong di sana konon di kantor itu juga ada rajanya, raja itu ada di gudang belakang dan itu dekat dengan ruangan si penulis, pernah juga pintu kaca antara ruangan tengah dan taman terbuka sendiri dan ada mbah2 saat nginap di sana ada bau rambut terbakar dan ada mbak2 itu yang selalu menangis dan duduk di tepian kamar mandi, dia ketika itu sedang duduk di ruang tamu dan memainkan kertas ketika si penulis tidur

Andiko yang mengetahui hantu itu merasa terganggu karena ada yang berdoa dan menggebrak pintu kaca dan memelotinya. Dedi adalah keturunan ningrat dan ada penjaganya. penjaganya sembunyi di papan reklame karena ada perempuan berkaki kuda menggangu orang yang di taksirnya sampai di ikutin ke rumah disana juga ada suara naik turun tangga padahal gak ada orang mereka juga pernah di setubuhi oleh noni Belanda ketika tidur dia pernah bertemu dengan nenek memakai jarik dan pernah ada yang menyerupai dia ketika dia pulang dan ada yang tidur di kantor temannya membangukannya tetapi tidak bangun ternyata itu hantu yang menyerupai dirinya

Ketika dia pulang juga ada yang menganggunya ada orang mondar - mandir dan ada sekelebat bayangan putih, anak2 dan ada anak cewe bermuka kakek. Hingga akhirnya si penulis pindah ke kantor baru dan meminta mbah Rere untuk bertemu di kantor lama ternyata di kantornya memang ada penunggu di kamar mandi dan seorang anak cowo tampan bertangan panjang. Suasana di sana ramai karena hantu, ada sosok berkuda dan sosok yang menyerupai temannya ketika si penulis memasak pun juga ada sosok yang seperti di ikat dengan mukanya hitam dan mata putih pernah si penulis itu melakukan astral dan menemui sosok yang ada di kantornya dan temannya pernah bertemu dengan seorang nenek dan kakek berjubah putih, mbah itu adalah Langgeng dulu dia bertapa dan memilih kantor itu untuk menyatu dengan alam dia menyuruh om Hao sebagai perantara dan mbah Kj untuk mengatur emosi antara manusia dan dunia lain si penulis di suruh melakukan astral dan kembali ke tahun sebelum kantor itu di buat pada taun 1950 sosok tinggi besar itu mungkin sejenis hanoman dengan mata merah dan dia terus di gulir ke tahun entah ke berapa dan bertemu dengan bu Suminah dan hanya bu Suminah yang bisa melihatnya. Bu suminah ingin penulis mengetahui tentang kisah hidupnya bu Suminah pernah meminta uang kepada tetangganya dan dia entah kenapa tiba2 bisa mempunyai rumah sedangkan mbok di sana adalah mbok Rah yang pernah menampakan wujudnya yang mbah2 itu karena dia kebiasaan memasak maka dia tetap melakukan hal itu

Sedangkan kedua mbah2 lain itu adalah mbah Juminah juru masak dan mbah Parwiro tukang kebun adalah pembantu di sana bapak itu melakukan perjanjian dengan Langgeng dengan menukar nyawa dengan harta tetapi memang kondisi mereka mati tapi rohnya masih ada di bumi bu Suminah menghancurkan cermin agar Langgeng tidak kembali ke dunia nyata tetapi hal itu tidak membuat Langgeng pergi selamanya dia kembali lagi melalui cermin kolam renang dan berubah menjadi sosok menyeramkan dan marah dengan bu Sumirah keluarga mereka di teror, bu Suminah dan anaknya sempat melarikan diri tapi tewas mengenaskan di kolam renang itu tempat Langgeng berubah menjadi sosok yang menyeramkan bapaknya itu melakukan pesugihan dengan mengorbankan nyawa keluarganya sebenarnya Langgeng tidak ingin melakukan hal itu dia melakukannya dengan terpaksa Langgeng memang mendapatkan moksha dan mengubah benda menjadi intan dan permata tapi orang2 malah memanfaatkan untuk hal yang buruk






Senin, 05 Februari 2018

Novel Petir (Supernova)



Elektra mempunyai kekuatan petir yang dia dapatkan dari ayahnya karena ayahnya pernah kena listrik saat mengerjakan proyek, ibu dia meninggal karena usus buntu dan dia mempunyai penyakit epilepsi ayahnya meninggal karena stroke dia mengelola kerjaan ayahnya yang mempunyai banyak utang dan dia hidup sebatang kara suatu hari dia mendapatkan surat ilmu gaib yang berisikan dia menjadi asisten gaib dia datang ke dukun dan dukun itu sama sekali tidak menolongnya sedangkan Wati kakaknya dia hidup dengan suaminya yang kaya.

Elektra sekarang membuka usaha dengan teman2nya yaitu menjadi pengelola playstation, warnet, warung dir umahnya itulah dia mengelola itu.dia juga bertemu dengan bu Sati dia pembimbing Elektra untuk mengetahui jati dirinya karena kemampuannya menghasilkan listrik dan mengetahui pengalaman orang lain/keinginan orang lain yang terpendam hanya dengan menempelkan tangannya ke pasiennya akhirnya dia membuka klinik.

Read Here: Petir (Supernova)

Novel Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang



Kartini adalah anak dari Ngasirah dan Raden Sosroningrat, suami Kartini adalah Raden Adipati Djoningrat. Kartini meninggal karena di racuni ketika meminum anggur oleh dokternya Vanstein dan di suruh Hurgronje dia membela hak kaum perempuan karena ibunya yang di tindas, konon dulu seorang putri bangsawan yang menikah dengan orang biasa akan menjadikan pria itu sebagai bupati dan orang berpengaruh sedangkan ibu Kartini bukanlah anak dari bangsawan sehingga dia harus terpisah dengan anaknya dan ibunya di anggap.sebagai yu atau pembantu di sana

Kartini pintar dalam hal prestasi tetapi karena dia perempuan dia tidak dapat bersekolah dan menunggu pingitan. Kartini mempunyai keturunan seorang bangsawan di runut sampai Prabu Brawijaya Majapahit dan dia mewarisi sifat pemberontak kakeknya pangeran Ario Codronegoro IV. Zaman dulu perempuan harus laku ndodok (berjalan jongkok), payudara harus terlihat rata, bicara pelan, dan berbisik tertawa di larang membuka mulut dan tidak boleh bersuara (terlalu sopan santun)

Kangmasnya Kartono bersekolah di Semarang dia menyuruh Kartini untuk banyak membaca agar pintar. Rukmini adalah anak dari Wuryan dan Kardinah dari Ngasirah mereka berteman baik dengan Kartini dan Kartini ingin agar teman2nya mendukungnya untuk membebaskan hak kaum wanita. Kartini di minta oleh tuan dan nyonya Abedanon untuk menjadi direktur sekolah kostschool tetapi di tolak dan di larang oleh bupati Jawa. Kardinah telah di pingit oleh Haryono seorang pria beristri dan mempunyai 3 anak. Kartini di terima beasiswa ke Belanda oleh Henry Van Kol dan Kartini di pingit oleh bupati Rembang dan Kartini memberikan syarat jika dia ingin mendirikan sekolah dan syarat itu di setujui oleh suaminya. Mantan istri dari suamianya itu sangat memuja Kartini karena ketegarannya ingin memajukan kaum wanita

Read here: Kartini

Minggu, 04 Februari 2018

Novel Peter Cs & Danur



Jauh dari kehidupan "normal" adalah harga yang harus dibayar atas kebahagiaanku bersama mereka. Dan, semua itu harus berubah ketika persahabatan kami meminta lebih, yaitu kebersamaan selamanya, kini aku mulai menyadari bahwa hidup ini bukan hanya milikku sekarang...

Risa tinggal berjauhan dengan orang tuanya sejak usia 8 taun dia tinggal di rumah neneknya yang merupakan peninggalan seorang Belanda pernah suatu ketika dia tidak betah di sekolah akhirnya dia menangis di loteng dan bertemu dengan Peter dan akhirnya mengenalkan ke Janshen, William, Hans, Hendrick. Janshen sangat menyukai origami. Risa mengajarkan membuat origami ke Janshen mereka pernah memberikan baju berwarna krem muda, Risa ingin sekali menjalani hidup bersama dengan mereka dan pernah meminum obat warung dalam jumlah banyak, melukai pergelangan tangan, dan melompat dari kendaraan umum yang tasnya di tarik oleh seorang ibu di angkot

Risa pernah berjanji kepada Peter bahwa dia akan pergi bersamanya (meninggal) dalam usia 13 tahun tapi Risa tidak menepatinya dan membuat Peter cs pergi dan tidak kembali sejak itu dan ketika itu Risa sering kerasukan dan bertemu dengan sosok hantu yang menyeramkan yang selalu bertanya kenapa mereka meninggal seperti itu, pernah ketika itu Risa di ganggu oleh hantu di pohon itu dan di usir oleh Peter cs. Risa pernah ingin menutup mata batinnya dan pergi ke orang pintar tetapi Risa berpikir jika dia menutup mata batinnya dia tidak akan melihat dan bertemu dengan Peter cs. Selang satu taun keluarga Risa mengajaknya untuk kemah dan dia merindukan Peter cs dan menyanyikan lagu boneka abdi. Peter cs selalu bernyanyi ketika William menggesekan biola




Read Here: Danur

♧ Ringkasan Kisah Mereka:

A. Hendrick



Cerita demi cerita tentang dirinya, sang mama, dan sang papa, terus bergulir semua membawaku ke satu titik, sampai tak tahan lagi untuk terus menulis. Ternyata, kisahnya jauh lebih buruk daripada yang kuduga.

Ibunya adalah anak dari seorang pengusaha anggur, nenek Hendrick meninggal ketika melahirkan saudara kembar ibunya yaitu Angeline, dan ibu Hendrick akhirnya bertemu dengan ayahnya yang bernama Jeremy Konings. Jeremy adalah seorang tentara ketika mereka liburan Jeremy mendapatkan serangan jantung yang membuatnya meninggal. Jeremy di kuburkan di belakang rumahnya

Ibu Hendrick terus menyalahkan Hendrick bahwa dia yang menyebabkan Jeremy meninggal. Hendrick hanya berteman dekat dengan Hans, tetangga hendrick yang tinggal dengan neneknya (Oma Rose) nenek Hans pintar membuat kue pernah suatu kali Hendrick di berikan kue jahe oleh nenek Hans. Hendrick menyukai kue bikinan oma Rose. Ketika itu Hendrick sedang mengendarai sepeda dan dia menabrak seorang perempuan kemudian menurut hendrick perempuan itu hanya membuatnya sial, perempuan itu adalah Helena, dia marah kepada keluarganya karena lebih sayang kepada perempuan itu

Semenjak suaminya meninggal ibu Hendrick merasa kehilangan, bagaimana tidak karena dia kehilangan 2 orang yang dia sayangi yaitu Angeline dan Jeremy, karena  itu ibunya menganggap bahwa Helena itu adalah Angeline saudara kembar dia karena mereka begitu mirip. Hendrick merasa bahwa ibunya berubah sepeninggal ayahnya, Hendrick merasa mamanya tidak mencintainya seperti dulu dia merindukan sosok lembut ibunya yang dulu sayang kepadanya, Hingga akhirnya Hendrick mengalami penyakit kulit yang menurut dokter tidak bisa di sembuhkan, ketika penyakit Hendrick bertambah parah  ketika itu mama Hendrick mengatakan bahwa dia bahagia melihat Hedrick mati dia merasa selama ini Hendrick penyebab Jeremy meninggal dan terus menyalahkan hingga akhirnya dia memimpikan mendiang suaminya dan mengingatkan bahwa Hendrick butuh kasih sayang dan anaknya itu masih hidup yaitu Hendrick, saat Hendrick sakit hanya Hans dan neneknya yang selalu mengurusinya dan membawanya ke rumah sakit tentara sebelum Hendrick sakit sempat dia meminta agar Helena itu datang ke rumahnya karena tidak tega melihat ibunya terus meratapi ayahnya hanya untuk membuat mamanya bahagia karena kehadiran Helena, sungguh menyedihkan. Hingga akhirnya ibu Hendrick datang ke rumah sakit ketika itu Hendrick sedang koma kemudian ketika ibunya tidur dia memimpikan Hendrick di rumahnya dia mengira bahwa kejadian itu nyata. Saat terbangun ibunya sadar bahwa Hendrick sudah tidak ada di dunia ini, penyesalan datang terakhir kini nasi sudah menjadi bubur maka penyesalan yang datang ke dalam hati dia karena menelantarkan Hendrick.dan akhirnya dia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan menggantung dirinya sendiri karena tidak kuat menahan beratnya beban hidup


Read Here: Hendrick

B. Peter



Aku ingin memulainya dengan Peter, selamat datang kembali, Teman. Kali ini bukan gerbang dialog yang sudah kubuka. Selamat memasuki lorong waktu.

Peter yang bernama Peter Van Gils adalah seorang anak Belanda yang lahir dan hidup di Bandung merupakan anak tunggal di keluarga kecil mereka. Ayahnya bernama Albertus Gils dan ibunya Beatrice Van Gils dan dia adalah anak orang kaya yang ayahnya adalah penganut feodalisme (menganggap bangsa lain lebih rendah dari bangsanya) dia gemar memerintah orang lain. Keluarga ayah Peter adalah seorang militer kini ayahnya berkerja di kemiliteran  asal Belanda dan bertugas di Indonesia jadi tak heran Peter juga di didik tegas. Mamanya wanita berdarah biru, dia orang Belanda yang jauh dari kesan angkuh. Mamanya bisa berbahasa melayu. Papa Peter mengatakan sejak umur Peter 5 tahun jika dia orang terpilih lahir di keluarga yang derajatnya jauh lebih tinggi dari tetangganya. Saat bersama dengan papanya dia menjadi sosok yang tegas sedangkan ketika sedang dengan mamanya dia jadi sosok yang toleransi ke semua orang.

Orang tuanya tidak mengizinkan sekolah umum. Mamanya ingin mengurus Peter dengan tangannya sendiri itu kenapa dil arang sekolah umum tapi ketika itu keluarganya menganggap  sudah saatnya untuk menyekolahkan Peter di sekolah umum dan dia sekolah di HIS tapi saat awal sekolah dia diledek oleh teman2 nya, kemudian ibu nya marah dan tidak ingin menyekolahkannya di sana lagi, sejak saat itu Peter sekolah privat dan di ajar oleh seorang ulama bernama pak Nafi 

Peter berteman dengan binatang karena mamanya yang menyukai tanaman. dia menamakan binatang semut dengan nama Akasia karena terlalu banyak jumlahnya.seperti Petrus serangga, Ardia kupu. dia juga berteman dengan Michael orang yang suka memerintah. Orang tua Peter tidak ingin memberikan seorang adik perempuan ke Peter padahal Peter sangat menginginkannya. Tubuh Peter sangat pendek seperti anak perempuan pernah ayahnya berkata bahwa dia adalah idiot pendek dan punya penyakit aneh. Peter dan ayahnya orang yang tidak bisa mengendalikan emosi ketika itu mamanya menghadiri pertemuan istri teman papanya dan saat itulah nippon datang ke pertemuan itu untuk menculik wanita Belanda termasuk mamanya dan ketika mengetahui hal itu papanya marah dan membawa sebilah pistol dan mendatanginya. Tapi saat itu kejadian tragis itu terjadi segerombolan orang berwajah bulat bermata sipit berteriak di halaman rumah sambil mengacungkan benda tajam. 30 nippon menghacurkan rumah Peter. Peter tidak bisa lari kemanapun dan lehernya di tebas oleh nippon dia harus meninggalkan sejuta kebencian dan rasa sakit yang dalam karena kehilangan orang yang di cintai dia ingin mencari mamanya. sebenarnya mama mengetahui kondisi Peter semenjak kematian mereka tapi dia menyuruh Risa untuk tidak mengatakan hal yang sebenarnya ke Peter karena tidak ingin membuat Peter khawatir akan keadaan mamanya

Read Here: Peter

C. William



" Aku adalah jiwa mati paling berbahagia. Hidup sesungguhnya, dimulai saat aku tak lagi bernapas"

William adalah anak dari Johan Van Kemmen dan Van Kemmen dia merupakan anak bangsawan kaya raya dia di besarkan hanya dengan harta kedua ortunya terlalu banyak kekecewaan di dalam hidupnya, William di sekolahkan di sekolah musik semenjak balita saat masih tinggal di Belanda hingga tinggal di Indonesia yang dia sebut tanah hijau.

Biolanya di beri nama Nouval dari nama opanya (opa Nouval), mamanya menganggap musik adalah gaya hidup teman mamanya menyekolahkan anaknya di sekolah ternama, mama nya sangat peduli dengan gaya berpakaian, teman kaya, dan harta benda yang di miliki. William tidak pernah menegurnya karena takut salah bicara, papanya mencintainya mamanya seperti mencintai tuhan daripada ke gereja. Papa William suka menemani istrinya belanja di hari minggu kebanyakannya barang mewah yang di beli mamanya, papanya bukan pembela negara tapi dia berada di bawah negaranya dengan seragam seperti patriot dan itupun wajib militer.

William kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lokal, teman sebangsanya yang sudah lama menetap dan suka berbahasa melayu dan segan untuk mengajak bicara guru Belandanya dia tidak mempunyai teman/sahabat, dia harus meninggalkan opanya di Belanda dan harus bisa beradaptasi pada orangtuanya, lingkungan baru, dan tekanan perasaanya. Dia tidak pandai berkata, tidak menyukai keramaian dan berada dengan anak perempuan yang menyerupai mamanya, dia tidak khawatir akan kehilangan ortunya yang pasti dia bersama biolanya karena dia selalu kesepian.

Dia hanya mempunyai seorang teman inlander yaitu Toto tapi ketika itu dia dekat dengan nyai  dan di ketahui oleh mamanya padahal nyai itu bisa memahaminya daripada orang tuanya sendiri, nyai itupun di usir di pekerjakan di Bandung karena papanya menitipkannya ke temannya. Ayah William menyuruhnya untuk selalu mematuhi mamanya hingga ketika Toto datang ke rumahnya dia berpura pura tidak mengetahui toto dan memintanya untuk pergi itu karena dia berusaha mematuhi mamanya setelah dia mengatakan kata2 kasar dia menyesalinya dan menyesal memperlakukan hal seperti kepada Toto. William mendatangi rumah Toto Marwoto ternyata Toto sekarang tinggal di perkebunan Malabar. William mengajak ayahnya untuk kesana berdua dengan ayahnya untuk meminta maaf tetapi sunggguh licik si Maria Van Kemmen itu dia meminta perhiasan baru yang sangat mewah tamak sekali sifatnya hanya demi dia mengizinkan suaminya dan William pergi jauh ke rumah Totot, dia rakus dengan harta dan tidak mau rugi

Karel Albert Rudolf Bosscha pria keturunan Netherland dia berkontribusi bagi perekonomian Hindia Belanda dia di bawa oleh pamannya yang merupakan pemilik perkebunan teh di Sukabumi bernama Edward Julius Kerkoven dia mengelola perkebunan pamannya hingga dia mendirikan 2 pabrik teh di Malabar dan di sebut teh raja Priangan, dia mendirikan sekolah untuk para buruh dan membangun rumah sederhana dan membangun Technische Hogeschool Bandung atau  sekarang disebut ITB dia mendirikan tempat observasi peneropongan bintang tapi sebelum rampung dia meninggal karena penyakit tetanus sebelumnya dia terjerembab dari kuda yang sedang di tumpangi hingga menyebabkan kakinya terluka dan terinfeksi virus dari kotoran kuda

Dia menginap di rumah Boscha dan bertemu 3 anak Kas, Jan dan Nona, dari Kas dia belajar untuk memperbaiki dirinya menjadi lebih baik lagi dan tidak menyakiti orang lain lagi karena dia tidak dapat berbuat apa2 sekarang karena tidak berhasil bertemu dengan Toto. William pernah dekat dengan gurunya Dientje hingga akhirnya ada dua orang anak yang ingin memamerkan harta bendanya dan william mengatakan ke satu orang dari bocah itu untuk tidak usah memamerkan hartanya tetapi hal itu tidak dapat di terima oleh 2 bocah itu hingga akhirnya mamanya mengetahui hal itu dan meminta Dientje di keluarkan dari sekolah dua orang bocah itu pun mulai menyebar fitnah tentang William hingga akhirnya di gantikanlah oleh guru barunya bernama Eunice orang tuanya menyuruh untuk mengajar William tapi tanpa di ajarpun William memang pintar ternyata kedatangan Eunice hanyalah untuk memperalat ayahnya untuk memberikan uang, William mengetahuinya setelah Eunice mengajak jalan2 dan tidak sengaja mengatakan itu dan william bersikap tegas mengatakan jangan memperalat dan memanfaatkan ayahnya dia minta berhenti dari sekolah dan hal itu di setujui Johan tetapi Eunice malahan menyebar fitnah bahwa William mengatakan hal yang tidak sepatutnya di katakan oleh anak seusianya kemudian ibunya merasa terhina dan memilih untuk pergi dari rumah

Ibunya terbiasa di lahirkan dan di manja oleh harta hal itu membuatnya takut sendirian dan ketika melihat William menyusul ke kereta api akhirnya dia meminta William untuk jangan meninggalkannya dan dia mendatangkan Dientje untuk mengajar William Kembali tetapi ketika Johan mengadakan pesta untuk mamanya ternyata dia mengundang Eunice bahwa Eunice telah memaafkan kesalahan William dengan memberitahukannya di hadapan orang2 akhirnya ketika mamanya berteman dengan temannya hal itu tidak akan berubah dan tetap aja mamanya mengagung - angungkan bangsanya serta kekayaannya dan menganggap bangsa inlander rendah.

Sementara ayahnya buta karena mencintai Maria kadang dia baik ke William dan kadang jahat bahkan mereka tidak menyukai musik yang di bawakan oleh William padahal itu lagu ceria yang di buatnya bersama Dientje malahan mereka menyukai lagu sedih tidak sengaja William mendengarkan lagu boneka abdi yang di nyanyikan oleh bibi pembantunya dia menceritakan tentang keluarganya yang kesusahan makan maka dari itu bibi itu menyanyikan lagu itu, tapi kini William harus berjuang hidup sendiri karena Dientje akan kembali ke Rotterdam pada Oktober 1942 William mendapatkan surat dari kakeknya untuk ke Netherland karena situasi di Indonesia tidak memungkin tetapi tidak di perbolehkan oleh ortunya karena ayahnya menganggap itu hanyalah gertakan sampai akhirnya dia berani memarahi mamanya karena Maria berlaku kejam kepada seorang pembantu yang tidak sengaja menginjak gaunnya dan menyalahkan pembantu disana karena kedatangan nippon dan ayahnya menamparnya karena kata2 Wiliam si Maria tambah berlaku manja karena merasa di bela sungguh orang tua yang kejam padahal William hanya membela pembantu itu hingga sampai akhirnya tentara nipon datang ke Hindia Belanda keluarga mereka belum pindah karena Maria tidak ingin pindah dan suaminya hanya bisa menuruti keinginan sang istri.

Seorang inlander menyuruhnya untuk sembunyi di bawah kasur dia sungguh menanti kematian itu tiba karena itu jalannya dia hidup bahagia tentara nippon mendapati william sendirian dan menendangnya serta menebas bagian leher William tidak di rasakan lagi raganya yang hangat dan dia melayang seolah tidak ada lagi beban dan melayang dalam kegelapan, tubuhnya ringan tetapi dia tetap bersama Nouval (biolanya) dia menyanyikan lagu boneka abdi yang di nyanyikan oleh penjaga rumahnya itu lagu yaitu berisi tentang anak yang melewati masa kecilnya dengan menyedihkan dan akhirnya dia bertemu dengan seorang anak pucat dan berbaju lusuh yaitu Peter. Usia Peter lebih tua 4 tahun dari William dan dia ikut membantu mencari mama Petter tapi tidak di temukan. William menganggap dirinya adalah jiwa mati yang bahagia. William adalah sosok yang bijaksana, dewasa, cerdas

Read Here: William

D. Janshen


"Risa, kau gemuk!"
"Risa, aku takut hujan!"
"Risa, aku benci disebut hantu!"
"Risa, seandainya gigiku tak ompong!"
"Risa, aku rindu Anna.."
"Risa, terima kasih, biarpun kau jelek, aku menyanyangimu sama seperti sayangku kepada Annabelle. Jangan berhenti menemuiku karena menemuimu membuatku merasa hidup."

Janshen adalah nama keluarga besarnya ayahnya seorang pedagang asal Netherland yang menjadi pemasok (kebutuhan pakaian) keperluan tentara 
Netherland di Hindia Belanda. Jan Garrelt Janshen dan istirinya bukan orang yang berkecukupan mereka harus berbagi tempat dengan 3 anak perempuannya dan anak pertana punya penyakit jantung tetapi dapat di tangani di Hinda Belanda.

Janshen lahir bulan Januari dan di namai Jantje Heinrich Janshen mungil dengan hidung bulat rambutnya terang. Nama Jantje di berikan oleh Martha yang artinya ya tuhan maha pengasih. Ibu Janshen Marthaus Janshen adalah anak seorang petani di Friesland bertemu dengan Garelt yang berkerja sebagai staf peternakan

Reina mempunyai penyakit jantung sama dengan Elizabeth dia menyalahkan Lizbeth perihal mamanya yang melarangnya untuk tidak terlalu cepat suka dengan Robert. Reina juga terkena kanker darah yang menyebabkan harus di rawat ke Netherland maka ortunya, Reina dan Lizbeth ke Netherland untuk berobat sedangkan Anna dan Janshen ditinggal di Indonesia

Ketika itu ada Joshua Adden guru privatnya Annabele dia itu mata2 pribumi seorang keturunan campuran dia pernah meracuni Janshen yang membuatnya harus di rawat di rumah sakit dan keluarga Grugen menolong keluarganya untuk sementara waktu tinggal di rumahnya tetapi ada kabar yang tidak mengenakan yaitu Reina meninggal dunia. Kaum mata2 itu telah berkerjasama dengan nippon dan mencegat orang yang akan pulang ke Netherland ternyata Joshua itu adalah sepupu Satirah. dia yang pernah berpura - pura menolong mereka tapi nasib Anna ke tangkap oleh Joshua dan Janshen meninggal di tangan nippon sebelumnya dia terjatuh dan mengakibatkan giginya ompong sampai sekarang Janshen memiliki muka berbintik lebih banyak dari Hans dan Hendrick, pucat, bergigi ompong di tengah, tidak terlalu tinggi, umurnya 6 tahun. Sekarang dia disebut si ompong. Risa menemukannya duduk menangis tersedu di pojok kamarnya Dia senang memainkan alat dapur nenek Risa dan pernah menampakkan wajah ke pembantu saat menyisir rambut, dia sangat merindukan kakaknya (Anabelle). Sekarang dia dekat dengan Sarah yang selalu membelanya. Tepat tanggal 11 Desember Anna berulang tahun waktu itu Anna membuat kue sendiri dan mengajak Janshen ke loteng. Janshen adalah sosok yang lugu, selalu menganggap dirinya benar dan terbuka hanya dengan Risa

Read Here : Janshen

E. Hans


"....aku hanyalah anak kecil yang sedang menunggu Mama untuk menjemputku pulang. Jika boleh meminta, tolong jangan memanggilku dengan sebutan hantu. Panggil saja namaku....Hans."

Hans adalah anak dari Ludwig Schoner anak pengusaha ternama asal Bandoeng. Ludwig mempunyai paras Jerman tetapi postur tubuhnya Belanda dan mama Hans, Anke Van Kerrel adalah anak pemilik pabrik gula di Jawa timur. Keluarganya kaya dan merupakan anak semata wayang. ibu Anke, Dorothy Van Keller adalah wanita terhormat dan ayahnya Marshell Van Keller Netherland yang merintis usaha dari nol hingga mempunyai harta benda yang melimpah dia belajar di sekolah peninggi di Malang. Anke anak yang populer di sekolah tapi tidak terlalu pintar.

Rosemary guru Anke dan pembimbing pelajaran tambahannya. Anke menikah di usia 18 tahun keluarga Keller punya gereja pribadi yang menjadi tempat beribadah keluarga sekaligus untuk pernikahan Anke. Helen sahabatnya sejak kecil membantunya. Helen lebih tua 2 tahun darinya. Anak seorang dari pria belanda dan ibu inlander wajahnya mirip ayahnya dan posturnya mirip ibunya. Helen di angkat menjadi anak Rosemary. mereka tinggal di rumah Anke

Augusta Willem adalah seorang mandor keturunan Netherland di wilayah perkebunan pinggiran kota Malang bukan pemilik tapi sifatnya seperti tuan tanah tidak di sukai temannya juga para inlander di perkebunan, arogan dan tak segan memberi hukuman kepada inlander istrinya Liesbith Willem juga bukan wanita yang rendah hati dia tidak suka segala hal berhubungan dengan Hindia Belanda jika bukan karena kekerabatan dengan pemilik perkebunan mungkin nasibnya tidak akan seberuntung sekarang kegemarannya adalah menghamburkan uang dan mabuk pembantu di sana bernama Marsih di hamili oleh Augus dia kabur dan di temukan Rosemary

Rosemary itu janda tidak mempunyai anak dia di datangkan ke Indonesia untuk menjadi guru dan di Jawa timur. Greogry suaminya adalah tentara Belanda dia meninggal karena jatuh dari tebing, dia tidak ingin menggunakan nama suaminya karena bisa menimbulkan kenangan

Anke ingin menjodohkan Helen dengan kenalan Ludwig. Pria Netherland bermata biru. Adrian Weel. Adriaan adalah anak pemilik perkebunan dan sekarang mereka menikah, menetap di Malang, meluaskan perkebunannya hingga ke Jawa timur. Mereka mempunyai anak perempuan Judith Weel dan Anke juga mempunyai anak bernama Andreas Scholer. Adriaan berkelana ketika Helen hamil untuk kedua kalinya

Hans pintar membuat kue dan pernah menamakannya kue itu Hans & Hendrick. Dorothy dan Marsheel kembali ke Netherland dan mempercayakan aset ke anak dan menantu. Anke mau merubah namanya menjadi Schoner. Judith sangat tomboy sedangkan Hans mirip dengan mamanya suka membuat kue. Anke berubah drastis sejak mendapatkan kekayaan dari ortunya dia sekarang merendahkan Helen dan mengganggapnya hanyalah seorang babu dan rendahan. Anke sekarang berubah menjadi tinggi hati, arogan, dan sombong sejak berteman dengan teman Belandanya. Hans lahir satu bulan sebelum ayahnya pulang.

Hans Joseph Weel berambut gelap dengan kulit pucat neneknya menamakannya itu. Helen hamil lagi setelah melahirkan Hans. sedangkan Adreas kini hanya dekat dengannya dan Rosemary. Anak ketiga mereka adalah Grena Anastasia Weel rambutnya pirang seperti Judith. Ludwig tidak tahan dengan sikap Anke karena Anke selalu mabuk2 an dan membawa pria ke rumahnya karena itulah Ludwig membawa Hans ke Batavia sedangkan Anke masih saja menyalahkan Helen yang telah merebut kebahagiannya dan menyebabkan keretakan rumah tangganya dia semakin parah. Keparahannya itu karena anak angkat Augusta yang mengenalkannya ke banyak pria dan minuman keras dia suka akan keterpurukan Anke.

Leonore membunuh Anke sebenarnya dia berniat membunuh Helen tetapi Anke mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan Helen. Leonore Willem menuduh Helen yang membunuh Anke. Helen menyuruh Rosemarry untuk membawa Hans sedangkan Helen menyusul Judith dan Grena ke pabrik. Rosemary sampai sekarang tidak tau bagaimana keadaan mereka ada yang mengatakan mereka mati di hakimi masa dan di bakar di pabrik oleh orang suruhan Leonore dan Helen di bakar tapi Adrian membawa anaknya meninggalkan Hindia Belanda. Rosemary membawa Hans berpindah pindah kota di desa tempat muridnya tinggal

Rosemary pergi ke Magelang ke tempat muridnya dia banyak membantu keluarga Van Djong dan membuat anaknya sukses sekarang dia ingin singgah di kediaman Joana Van Djong anak bungsu. Joana menikah dengan juragan yang bekerja di pabrik gula anaknya bernama Adeline rambutnya pirang terang, kulit pucat, dan mata biru. Joana menikah dengan sepupu jauhnya Gerald ternyata Gerland berkolega dengan keluarga Augusta dan akan kerumahnya ketika itu juga Oma Rose akhirnya berinisiatif untuk pergi dari rumah itu.

Di usia Hans 7 taun neneknya menceritakan segalanya tentang keluarga Hans karena anak itu terus memaksa omanya untuk menceritakannya. Murid oma2 Rose ternyata ingin tau keberadaan mereka. Leonore sangat kejam dan sadis dia memprovokasi banyak orang untuk menyerang keluarga Helen dan membakar rumahnya. Ketika Helen sampai ke pabrik sebenarnya Adrian sudah mengetahui tentang pembunuhan itu dari para centeng dan dengan centeng itu dia di kaburkan bersama kedua anaknya ke Surabaya para jongos suruhan Leonore pun bergegas ke pabrik dan membakar pabrik milik Adrian padahal Helen masih berada di sana. Helen bersembunyi di sana dan terbakar sungguh tragis kematiannya. Hans yang tau cerita itu ingin sekali membalaskan dendam ke mereka. oma Rose juga pergi meninggalkan Hans dia terpeleset dan seketika itu juga darah mengalir dengan cepat. oma koma dan ketika koma dia bertemu dengan Helen..

Ketika itu omanya menyuruh Hans untuk pulang dan membuatkannya kue. Hans memakai baju putih dan sebenarnya Hans sering duduk di benteng dan menganggap bahwa Hendrik masih hidup. kematian Hans yaitu ketika menginjak tongkat kayu dan lemari pajangan keseimbangannya terganggu badannya terpental dan jatuh kepala berlumuran darah seketika itu dan ketika dia mati dia bertemu dengan Hendrick.

oma menyesali perbuatannya yang menyuruh hans pulang.keadaan oma.kian membaik dan helena menemaninya dan keluar dari asrama.mereka akan ke 
netherland mencari adrian judith dan grena.sebenarnya hendrick sudah 
mengetahui hans akan meninggal karena dikelilingi oleh bayangan hitam kemanapun hans pergi..hendrick sempat untuk mengingatkannya melalui mimpi tapi hans terlalu patuh dengan neneknya dan menyebabkan pulang dan menemui ajalnya.mereka sekarang sama2 menunggu mamanya

Read Here:  Hans


F. Sarah Dan Jane

Sarah dan Jane adalah sahabat. Sarah yang merupakan orang pribumi dan Jane Belanda tapi banyak orang yang menghujat karena ayah Sarah berteman dengan ayah Jane ketika itu Sarah sakit tapi dokter tidak bisa menyembuhkan penyakitnya dan Jane sangat merasa sedih hingga akhirnya dia juga memberikan baju putih baju kesayangannya pemberian omanya ke Sarah. Rumah Sarah di bakar dan di lempari batu oleh warga sekitar. Sarah dan Jane meninggal bersama di rumah karena Jane tidak ingin meninggalkan Sarah. Mereka saling menulis surat yang di kuburkan di suatu tempat. Risa memimpikan Sarah dan Jane dalam kondisi terbakar kemudian dia menemuinya secara nyata

I.  Delima - Delima Ermawar

Rumah Risa banyak hantu Belanda dulu kala pemilik rumahnya membawa semua hantu untuk berkumpul di rumah itu yang menyebutnya papa pria Belanda berbadan tinggi besar berwajah tampan berwibawa dengan jas warna hitam sambil membawa tongkat di tangan kanan. Risa sempat bertemu dua kali dengannya. Risa melihatnya pertama kali ketika Peter cs mengajaknya menghadiri pesta keluarga mereka di rumah Risa pada pukul 1 dini hari dia melihatnya lagi ketika pria itu mengusir Asih.

3 perempuan setengah dewasa yang berada di sana.perempuan Belanda berumur 19 -22 tahun cantik dengan karakter berbeda. Elizabeth paling tua perempuan yang pintar berdandan, gaun cantik berwarna merah dengan perhiasan dan anting berwarna merah, rambutnya sebahu perempuan yang di segani jarang tersenyum hingga terkesan angkuh dan sombong. Risa bertemu sebelum dia akrab dengan Peter cs, dia sedang berlarian sepulang sekolah menuju kamar mandi Risa melihat Elizabeth di koridor kecil tidak jauh dari kamar mandi dia tertutup, anak.keluarga kaya yang di manja dan banyak yang naksir tetapi ortunya mengontrol urusan percintaanya serta menjaga pergaulannya dia belum pernah punya kekasih setiap ia menyukai pria kedua ortunya selalu menentang. Nippon menghancurkan keluarga dan masa depannya (dibantai). Dia harus menjadi pelayan nafsu tentara jepang dia tidak kuat menanggung beban hidup dan memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan meggantung diri di barak tahanan jepang itu ceritanya dari Janshen.elizabeth adalah anak yang di adopsi papa di rumah ini, sudah banyak di tinggali rumahnya tapi yang paling berkesan cuma Risa dia sudah lama memperhatikan anak kedua dari neneknya dia menyukai anak itu kadang artis di layar kaca tiba - tiba berwajah Elizabeth dan ada yang memainkan piano sampai anak itu menikah dan mempunyai anak tetap aja di teror jangan pernah menanyakan hal itu ke dia karena dia bisa menangis dan berubah wujud menjadi hantu menyeramkan apalagi ketika orang yang di sukainya itu pindah mereka ketakutan karena kelakuan Elizabeth

Sarah lebih muda dari Elizabeth tetapi lebih ke ibuan, dia mandiri dan mengurusi adiknya dia bukan orang yang pelit mengumbar senyum tatapannya ramah wanita keturunan Belanda yang mengalami nasib seperti Elizabeth dia pasrah pada hidupnya. Sarah menyukai papa Risa. ayah Risa pendiam dan tidak banyak tingkah, Elizabeth menyuruh Sarah untuk menyukai laki laki lain dia bukan orang yang suka memaksa. Risa pernah di perlakukan seperti anaknya akhirnya mereka berteman

Teddy adalah hantu yang keren dia termuda hanya tua beberapa bulan dengan Risa. Penampilannya santai dan casual, rambutnya paling pirang dan kepang dua, dia suka memanjat pohon dengan rok yang tidak terlalu rumit dan kemeja putih yang memiliki kerutan di kiri kanan. Pohon kesukaannya adalah pohon jambu batu di belakang rumah dia melamun/bersenandung disana, dia anak pengusaha Belanda yang tidak suka di atur, dia tidak setuju ketika ayahnya mengajak pindah dia tidak suka dengan cap penjajah sifat pemberontaknya adalah bentuk kecewaannya dia berjuang kabur dari sergapan tentara Jepang dia terpaksa mati di tangan tentara jepang yang murka dan meluncurkan tembakan tepat di kepala dia menyukai anak keenam dari neneknya dan sering memerhatikan dari atas pohon.

bagi Elizabeth semakin banyak hantu perempuan yang menyukai manusia di rumah maka semakin besar peluangnya untuk memperjuangkan perasaannya dia tidak pernah jatuh cinta tidak ada yang berani mendekatinya dia anak yang baik dan terkadang hatinya menjerit terluka ketika melihat ortunya bersedih akibat kelakuannya terkadang dia mengintip ke dalam kamar pria itu hantu yang di dekat rumahnya adalah hantu lokal (kuntilanak). Peter cs mencibirnya kuntilanak. Peter mengajak sahabatnya untuk melempari hantu yang menyisir rambut dengan kedua tangan di atas pohon alpukat dan akhirnya mengejar dengan wajah seram kemudian mereka ditolong oleh Elizabeth, Sarah, Teddy yang menghalau wanita itu dengan tatap mengerikan dan kasar berkata tidak pantas melawan/mengusik kami sekali - kali lagi kau mengganggu adik kami kau akan rasakan akibatnya, hantu wanita itu mundur dan tidak pernah menunjukan dirinya lagi. Elizabeth paling berani dia tidak pernah ragu untuk menampakan diri pada seisi rumah atau mengganggu tamu mereka di usir oleh orang pintar tetapi Sarah dan Teddy memiliki syarat yaitu mereka ingin foto dengan pria yang di sukai untuk di tempel di pohon jambu tempat Teddy biasa duduk. Elizabeth tetap mengganggu anak dari pria yang di sukainya akhirnya pria itu pindah rumah. Sarah masih sering mondar - mandir dari ruang tamu ke dapur belakang rumah seperti mengasuh adiknya, Teddy tetap melihat foto dan di pinjami panci sama Risa agar fotonya tidak terkena hujan, sedangkan Elizabeth sering melamun sering termenung di toilet yang ada di pojokan rumah

Novel Inteligensi Embun Pagi (Supernova)




Gio bertemu dengan Luca sang currandero dan vegetalista berkerja dengan banyak tanaman perkenalannya pun karena di perkenalkan oleh Chaska sang mama. Gio merasakan sendiri khasiat ayahcuasa setelah meminumnya dia bertemu dengan sosok mama aslinya yaitu Madre Aya dia adalah peretas kunci.

Elektra dan Bodhi pun bertemu dan Bodhi pun mengerti bahwa Elektra mempunyai kemampuan dalam hal petir dan listrik mereka berdua masuk kedalam asko dan Elektra juga mengetahui sesuatu tentang Bodhi lewat aliran listriknya itu

Kell dan Alfa juga bertemu di pesawat. Alfa ingin mencari Bodhi perihal sketsa Isthar yang merupakan ratu dari Savara dan Bodhi, Elektra masuk ke dalam tebing batu Anthrabava.

Gio menemui Dimas dan Ruben untuk mencari tau tentang keberadaan Diva karena Dimas dan Rubenlah yang menulis Supernova.

Dan ternyata Sati dan Kell juga berkerja sama sedangkan Toni juga sama aja mengetahui tentang Supernova dan berkerja sama dengan orang lain. Menurut Toni pewaris Supernova adalah Ferre Pratama dan yang menciptakan Supernova adalah bintang jatuh si Queen

Alfa pun datang menemui Bodhi dan menceritakan tentang siapa Bodhi sebenarnya, menjelaskan tentang Ilfitran dan Savara. Alfa memberikan batu akar ke Bodhi, di Elektra pop Bodhi bertemu dengan Kell dan guru Liong

Kehadiran Simon dia mempengaruhi petir untuk menghancurkan Antrabava. Simon adalah savara dia mengelabui petir untuk melakukan dan menggiringnya masuk ke Asko untuk mengenang kedua orangtuanya ketika dia masih kecil sedangkan Alfa karena dia peretas mimpi dia merasakan kehancuran Antrabava.

Sati dan Simon keduanya adalah savara. Gio, Toni, Ruben, Dimas pun menemui Feree dan memang Re juga lagi mencari Ishtar dan di lain itu Kell, Alfa, dan Bodhi pun menemui Zarah di bogor karena Alfa sempat tidak sadarkan diri dan kondisi tubuhnya lemah karena Antrabhava di bakar setelah kondisi Alfa pulih. Bodhi, Alfa, Kell datang ke rumah suaka yang di kelola oleh Kass di sisi lain itu Gio di perintahkan oleh Paul untuk menjaga Zarah dan Gio selalu datang ke rumah Zarah untuk menjaganya hingga datang Simon ke rumah Zarah. ketika Gio membaca jurnal milik Firas dia mengetahui jika ternyata Firas dan Gio adalah peretas 

Zarah di culik oleh Togu dan Simon sementara Gio sekarang sudah mengetahui bahwa Zarah adalah peretas gerbang Partikel. Supernova adalah time trigerred mengekstrak hardcore data ke disk dan di konversi jadi program Foniks dan sudah di set up untuk phoning home kemudian terkirim otomatis untuk suscriber Supernova

Gio menelusuri bukit jambu dan dia menemukan peti mati di sana sedangkan Alfa dan Bodhi juga ke bukit jambul dan Simon, Togu, Sati membawa Zarah ke bukit jambul dengan iming iming menyelamatkan Firas.

Toni adalah Foniks dia adalah peretas memori. Foniks adalah bagian dari satu unit tunggal ketika memasuki kandi akan memecah menjadi 6 di dalam kandi bernama kandara mulai menyusun realitas fisik dalam format 4 laki dan 2 perempuan.

Isthar adalah peretas mimpi dan satu pria lagi yaitu ksatria. Meski demikian, Kesatria tetap di buat buta terhadap rencana. Bintang jatuh yakin, begitu informasi mereka menjadi milik publik tidak ada lagi batasan antara Peretas dan yang bukan Peretas. Semua akan memiliki akses terhadap informasi yang sama.

Benih Infiltran dan Sarvara ada pada semua jiwa, sebagaimana mereka di bangun oleh heliks yang serupa. Bintang jatuh akan menyudahi eksklusivitas itu. Demi mengurangi komplikasi, hanya Bintang jatuh yang di jadwalkan untuk sepenuhnya terbangun. Semua anggota lain di putus dari gugus: Kesatria, Putri, Bulan, Murai, termasuk Foniks. Terputus dari gugus berarti kehilangan akses istimewa untuk mengalami percepatan. Itu belum kemungkinan terburuk. Peretas terputus yang di temukan duluan oleh Sarvara hampir bisa di pastikan akan berbalik kutub. Namun, Bintang jatuh tetap percaya pengorbanan mereka setimpal. Dari mereka berenam, peretas berkode Foniks di jadwalkan terjun paling akhir. Foniks akan mengambil alih ketika Bintang jatuh menghilang untuk mencari suaka di kandi lain. Dalam amnesianya, Foniks tetap akan menggenapi rencana mereka.

Akhirnya zarah bisa membuka portal bukit jambu dan membebaskan Firas tetapi itu cuma roh Firas yang terperangkap di sana. Sedangkan Gio dan Zarah juga bertemu dengan Alfa dan Bodhi di sana kemudian mereka juga bertemu dengan Foniks dan Petir di rumah Suaka. Sedangkan Simon, Sati, dan Togu terperangkap di bukit jambul.

Ayah Zahra sekarang sudah menjadi Sarvara karena dia terperangkap di Sunyavishma selama 12 tahun dan Simon juga berencana membuat Firas menjadi Savara sampai akhirnya mereka pergi ke si Anjur Mula tempat kelahiran Alfa.dimana di sana ada bukit seperti bukit jambul yang bernama bukit hielalkal. Firas adalah Murai. Simon berkerja sama dengan Isthar untuk membuat Supernova. Diva menolong Simon, Togu dan Sati untuk keluar dari Sunyavisma dan mereka mengajar rombongan peretas ke Medan untuk ke bukit itu.

Isthar menemui keluarga Alfa dan ibunya mengira bahwa dia adalah girlfriend Alfa.

Feree adalah kesatria dan ketika di Medan para peretas dibantu oleh Ronggu Panghurat dan terjadilah peperangan di sana dan diduga Firas adalah bumi anak Simon tetapi di rubah oleh Infiltran untuk tidak menjadi Savara dan ternyata dulu Liong bertukar tempat dengan Bodhi sehingga bodhi sekarang menjadi peretas.

Di bukit sana terjadi suatu hal yang tidak terduga Ishar bertemu dengan Alfa ternyata dulu Alfa adalah kekasih Isthar dia adalah yang membuat semuanya dengan Ishtar dan dia menggagalkan rencana peretas puncak lahir di bumi karena hal itu akan menyebabkan Savara akan jaya dalam kurun waktu lama. Alfa dulu adalah pangeran agung Anshargar dan Isthar adalah sosok pelengkapnya dia adalah Omega. Isthar pernah di beri nama Kishargar, Innanna, Venus mereka adalah makhluk endemik ersetu. Alfa tidak setuju dengan rencana Ishtar untuk menjadikan para peretas sebagai Savara dan dia menyuruh Toni untuk membantunya dengan memberikan informasi dan gugusnya kemudian dia yang akan memimpin para peretas. Alfa mengorbakan dirinya sendiri dengan meminta toni untuk mengatakan kepada Elektra agar mengalirkan kekuatan listrik ke Alfa badan Alfa di rambati bunga es yang menyeruak dari bawah kulit bulu darahnya pecah dan pola liztenberg memenuhi kulit Alfa seketika itu juga Sati, Simon dan Togu bagai hilang di bawa angin dan Isthar panik karna Alfa sudah tiada para peretas pun merasa kehilangan Alfa. Toni menggantikan posisi Alfa menjadi gelombang.

Gio dan Zarah masuk kedalam Asko karena hanya gerbang dan kunci yang mampu memunculkan peretas Puncak. Kelima Peretas mewujud menjadi lima gloma dengan lima rona warna dominan yang berbeda. Masing-masing gloma di bentuk oleh jalur-jalur yang terbelit rapat, bergerak konstan, tampak hidup dan organik. Kelima gloma itu bergerak mendekat dan melebur menjadi satu gloma besar. Terjadilah apa yang tampak seperti fusi informasi dan data. Jalur - jalur antara ke lima gloma saling membelit dan bercampur menjadi satu. Dari inti peleburan itu, muncul gloma baru dengan rona warna yang berbeda. Putih mutiara. Segala warna ada di dalamnya, hadir seperti semburat pelangi.

Pergerakan berikutnya terjadi berlawanan. Penguraian. Lima jalur gloma mulai menarik diri dari belitan mereka. Kembali terpisah sementara di pusat tampaklah gloma keenam yang mengutuh, menyala bagai butir mutiara yang di sulap dari lava membara. Warnanya yang putih susu berangsur membening. Di dalam intinya, tampak dua tubuh yang melayang. Laki-laki dan perempuan. Dua tubuh biologis yang di huni oleh Kabut dan Partikel. Gio dan Zarah. Gloma putih itu terus menyusut dan membening hingga akhirnya membelah dua, lanjut menciut bagai dua butir embun yang berkilau bak permata. Kini, posisi itu berganti.Tubuh Gio dan Zarah lah yang mengandungnya. 

Lanskap hipergeometris itu ikut berubah, berkontraksi, seakan-akan salah satu poros yang menopang kompleksitasnya berangsur lepas. Bagai katup demi katup yang menutup, bagian demi bagian dari lanskap itu mengalami proses penyederhanaan. Wajah tiga dimensi Asko mulai kembali seiring hadirnya batas horizon. Asko seperti sediakala; pasir berkilau, langit putih berpendar, menaungi enam bangunan berjajar tiga yang saling berhadapan. Dua manusia berdiri di sana. Gio dan Zarah. Keduanya mendongak, mengantisipasi hal yang sama. Dari langit Asko, menembus masuk sesosok manusia mungil dalam posisi fetal. Kulitnya berkilau keemasan.  Dengan kecepatan konstan ia terus turun dari atas sana. Sepanjang perjalanannya ke bawah, tubuh itu bertumbuh, kilau di permukaan kulitnya meredup. Kini ia tampak seperti salah satu dari mereka. Seorang perempuan. Kaki dan tangannya meregang. Tidak lagi dalam posisi meringkuk, ia mulai berdiri tegak. Telapaknya mendarat mulus di tanah Asko. Matanya membuka. Menatap lurus ke arah Gio dan Zarah. Seketika Asko berguncang setelah lahir peretas puncak misi mereka pun selesai dan kembali ke habitatnya masing2 dan ternyata gio dan zarah saling menyukai satu sama lain mereka menjalin hubungan setelah itu